29.2 C
Jakarta

Metamorfoshow: Modus Baru HTI dalam Mencuri Suara Anak Muda

Artikel Trending

KhazanahTelaahMetamorfoshow: Modus Baru HTI dalam Mencuri Suara Anak Muda
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Di tengah hiruk pikuk persoalan Pemilu yang belum selesai, aktivis HTI justru berulah. Mereka memanfaatkan momentum untuk merebut suara anak muda beralih untuk mendukung perjuangan khilafah yang sudah digaungkan sejak zaman baheula.

Pada 17 Februari 2024, bertempat di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah pukul 09.00-12.00 WIB diadakan acara “Metamorfoshow: It’s Time to be One Ummah.” Beberapa tokoh besar HTI hadir, seperti Ismail Yusanto, Jubir Eks HTI, Aab El-Karimi (Konten Kreator HTI), M. Ihsan Akbar (Influencer Gen Z HTI), Akhmad Adiasta (Narrator, Producer Dokusinema Sejarah Islam “Jejak Khilafah di Nusantara”), Nicko Pandawa (Sutradara Dokusinema Sejarah Islam “Jejak Khilafah di Nusantara”), Subhan Nur Sobach (Standup Comedy), Doni Riwayanto (Musisi dan Pegiat Hijrah), Alif Ridho (Pendongeng Muslim, Founder Komunitas Cintai Gaza).

Ribuan anak muda memadati forum tersebut. Ruangan itu menjelma sebagai ruangan yang mampu menghipnotis anak muda agar bisa satu suara mendukung perjuangan HTI. Forum tersebut benar-benar menjadi ruang pelampiasan anak muda yang saat ini sedang kecewa bahkan sudah merasa sistem demokrasi di Indonesia tidak bisa diselamatkan kecuali dengan penegakan khilafah. Mengapa banyak anak muda yang banyak mendukung khilafah?

Mengapa Tidak Boleh ada Ruang untuk HTI?

Dalam sebuah postingan akun Twitter @gagal_hijrah tentang kegiatan tersebut, banyak netizen yang mempertentangkan bahwa menyalahkan aktivis HTI pada kondisi sekarang adalah bentuk pengalihan isu. Selain itu, dukungan mereka terhadap HTI semakin banyak lantaran menganggap bahwa sistem khilafah yang dibawa oleh aktivis HTI lebih konkrit dibandingkan dengan sistem pemerintahan saat ini.

Politik dinasti yang terjadi di Indonesia, korupsi yang tidak bisa dibantah, serta banyak pejabat di negeri ini yang tidak bisa menjadi pelayan rakyat dengan baik, merupakan alasan kuat mengapa perjuangan aktivis khilafah didukung oleh anak muda. Alasan lain adalah karena sistem khilafah ada dalam Islam dan pernah memiliki kejayaan luar biasa.

Perjuangan aktivis khilafah saat ini semakin mendapatkan kepercayaan dari anak muda dengan propaganda dan kebencian yang disebarkan. Para aktivis khilafah memanfaatkan kondisi sosial politik Indonesia untuk dijadikan bahan agar khilafah bisa menjadi upaya solutif bagi masyarakat Indonesia.

BACA JUGA  Belajar dari Keberhasilan Fatayat NU Jawa Barat dalam Penanggulangan Radikalisme

Padahal, anak muda perlu kritis dengan perjuangan para aktivis khilafah agar tidak serta merta memberikan hati dan kepercayaan. Mengapa demikian? Ada beberapa alasan mengapa khilafah tidak boleh tegak di Indonesia.

Pertama, Indonesia adalah rumah bersama dari setiap kelompok yang berbeda, mulai dari ras, suku, agama, dan daerahnya. Menegakkan khilafah di Indonesia berarti mencuri Indonesia dari kelompok non-Muslim. Indonesia bukan milik masyarakat Muslim saja, tapi milik semua rakyat, dari Sabang-Merauke tanpa terbatas pada agama atau suku tertentu.

Kedua, sistem yang dibawa oleh aktivis khilafah adalah sistem yang memperkosa eksistensi perempuan. Para perempuan dianggap sebagai objek dari seluruh kehidupan dengan meninabobokkan peran perempuan hanya terbatas pada ranah domestik. Domestifikasi memiliki alasan bahwa Islam sudah memuliakan perempuan.

Tugas kehamilan, perawatan serta penghambaan kepada suami dan menjadi ibu, adalah peran paten yang harus dilakukan oleh perempuan. Artinya, mendukung tegaknya khilafah sama dengan menyerahkan eksistensi perempuan sebagai manusia untuk diperkosa oleh wacana keagamaan yang sangat misoginis.

Ketiga, aktivis khilafah membawa masyarakat pada mimpi penegakan khilafah di masa silam sebagai sistem yang memberikan kesejahteraan, kemakmuran, rakyat terjamin. Padahal di balik itu, ada banyak tragedi pertumpahan darah, pembunuhan, perebutan kekuasaan antar saudara, dan tragedi menyeramkan yang lain.

Artinya, ini bukan tentang khilafah, tapi tentang pemimpin yang menyadari tentang tanggung jawabnya di hadapan Allah dan kepada manusia. Bayang-bayang kesejahteraan masa silam, selalu menjadi alasan para aktivis khilafah agar anak muda di Indonesia bisa kembali ke masa silam. Harusnya kita sudah move on, bukan justru kembali ke masa silam.

Beberapa alasan di atas, seyogyanya sudah menjadi refleksi bagi kita anak muda untuk tidak tergerus oleh aktivisme para aktivis khilafah yang terus menebar kebencian kepada pemerintah. Sebagai anak muda, kritis kepada pemerintah itu wajib, namun bukan berarti beralih mendukung khilafah. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru