31.9 C
Jakarta

Merebut Ruang Politik bagi Perempuan: Saatnya Revitalisasi Demokrasi?

Artikel Trending

KhazanahTelaahMerebut Ruang Politik bagi Perempuan: Saatnya Revitalisasi Demokrasi?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan 9.917 daftar calon tetap (DCT) anggota DPR RI pada Pemilu tahun 2024 mendatang.  Jumlah tersebut berasal dari 18 partai politik (parpol) yang tersebar di 84 daerah pemilihan (dapil) di Indonesia. Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyebut, seluruh parpol peserta Pemilu 2024 sudah memenuhi persyaratan keterwakilan perempuan dalam pencalonan, yakni minimal 30% dari daftar calon yang diajukan atau ditetapkan. 

Kehadiran perempuan dalam ranah politik, di satu sisi sangat perlu dirayakan. Ini berarti, semakin banyak potensi perempuan berada di ranah parlemen. Namun, di sisi lain perlu dipertanyakan juga, apakah kehadiran mereka hanya untuk memenuhi kuota 30%? Maka seharusnya tanggung jawab kita sebagai pemilih agar mendukung politisi perempuan, untuk mendukung kebijakan affirmative action yang diberlakukan oleh perempuan.

Dukungan tersebut juga perlu disertai dengan gagasan/wacana politik yang diusung oleh para politisi perempuan.

 Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa gerakan perempuan masih sangat massif, padahal sudah ada kebijakan affirmative action? Kebijakan affirmative action akan berhasil apabila juga didukung oleh kesadaran masyarakat tentang pentingnya kehadiran perempua dalam ranah parlemen. Sejauh ini, budaya patriarki sangat mengakar pada masyarakat, sehingga pandangan bahwa, perempuan tidak perlu berada dalam ranah politik, masih terus menjadi bayangan masyarakat. Artinya, ini berdampak terhadap keterpilihan perempuan sebagai anggota parlemen.

Mengapa Kaum Khilafah Mempertentangkan Kehadiran Perempuan?

Di antara banyak gerakan atau upaya yang dilakukan oleh para aktivis dalam rangka meningkatkan partisipasi atau meningkatkan kesadaran politik kepada perempuan, kelompok khilafah justru menyebarkan wacananya bahwa, perempuan tidak perlu berpartisipasi dalam ranah politik. Menurut mereka, selain karena tidak perlu adanya tuntutan kesetaraan gender yang berasal dari Barat, para aktivis feminis hanya terjerembab oleh kesetaraan yang semu, karena keluar dari nilai-nilai keislaman.

BACA JUGA  Cyber Terrorism: Ketika Media Sosial Menjadi Alat Penyebaran Terorisme

Narasi Islam yang dibawa oleh kelompok khilafah, sama sekali tidak memberi ruang untuk berdaya di ruang publik. Artinya, posisi perempuan dalam ideologi khilafah hanya bertugas sebagai pelaku domestik, di mana dengan peran tersebut, mampu mengantarkan kemuliaan terhadap masyarakat. Padahal, peran-peran lain yang bisa dilakukan oleh perempuan di tengah masyarakat sangat banyak. Dalam konteks parlemen, misalnya.

Kepentingan perempuan maju dalam ruang legislatif, terdapat beberapa hal, di antaranya: pertama, tugas/peran yang berkaitan dengan perempuan. Masalah-masalah yang berasal dari perempuan, seperti ruang aman fasilitas publik dan masalah lainnya, perlu disuarakan oleh perempuan. Kedua, keadilan (keterwakilan perempuan dan laki-laki). Karena demokrasi mengharuskan adanya peran laki-laki dan perempuan. Maka komposisi kehadiran perempuan harus terus diupayakan. Ketiga, kepentingan perempuan. Ini tidak lepas dari masalah-masalah yang menjerat kaum perempuan dan perlu banyak suara dari para anggota legislatif perempuan.

Keempat, revitalisasi demokrasi. Demokrasi bermakna keadilan, di mana kelompok yang harus berpartisipasi di dalamnya adalah laki-laki dan perempuan. Bukan demokrasi namanya, apabila tidak ada perempuan di dalamnya. Begitupun upaya untuk yang dilakukan untuk mematikan perempuan, berarti menyakiti demokrasi itu sendiri. Kesadaran ini perlu dimiliki oleh setiap individu, untuk tidak lagi mempertentangkan jenis kelamin yang dimiliki oleh seseorang. Sudah semestinya kita mempersoalnya gagasan politik dari politisi perempuan.

Alasan di atas, menjadi pijakan kita untuk memberikan ruang bagi perempuan menebarkan kebermanfaatan di tengah masyarakat. Memiliki tugas/ melakukan pengabdian kepada masyarakat, tidak kemudian menghilangkan status seorang perempuan yang memiliki kodrat hamil, melahirkan dan menyusui. Namun, tugas kekhalifahan di bumi yang diberikan oleh Allah Swt, dilakukan oleh manusia, baik laki-laki atau perempuan. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru