31.9 C
Jakarta

Merayakan Kurban: Menumpas Nafsu-nafsu Gelap dalam Kebangsaan

Artikel Trending

KhazanahTelaahMerayakan Kurban: Menumpas Nafsu-nafsu Gelap dalam Kebangsaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Idul adha tahun 2023 ini, masih sama halnya dengan tahun lalu. Terdapat perbedaan yang cukup terlihat dari organisasi masyarakat dalam merayakannya. Muhammadiyah, merayakan pada Rabu, 28 Juni 2023, sedangkan pemerintah dan masyarakat NU, merayakan pada hari Kamis, 29 Juni 2023. Perbedaan semacam ini sudah biasa terjadi pada hari-hari besar Islam. Meskipun demikian, upaya untuk merajut tali kasih kebersamaan, saling mengasihi satu sama lain, perlu untuk terus didahulukan.

Idul adha adalah momentum para umat Islam melaksanakan ibadah haji, menunaikan rukun Islam yang kelima, serta memantapkan hati dalam melaksanakan ibadah Allah Swt. Sebab tidak semua umat Muslim memiliki kemampuan untuk beribadah ke Mekkah. Di samping keterbatasan finansial ataupun faktor yang lain, perjalanan untuk melaksanakan ibadah haji membutuhkan fisik dan jiwa yang sehat. Tentu, adalah orang-orang istimewa yang bisa menjalankan ibadah haji dengan lancar. Idul adha juga momentum refleksi perjuangan Nabi Ibrahim, Ismail alaihissalam serta Siti Hajar, menjadi titik balik dari perjalanan haji yang dilaksanakan oleh seluruh umat Islam di dunia.

Salah satu syariat penting dalam hari raya idul adha adalah berkurban. Meski tidak berlaku wajib bagi semua orang kecuali bagi mereka yang mampu, namun berkurban di hari raya idul adha sudah semacam menjadi ritual wajib yang mesti ada.

Ibadah ini menjadi akselerasi pendekatan diri kepada Allah. Berkurban tidak semata-mata menyerahkan hewan untuk disembelih lalu dibagikan kepada masyarakat. Akan tetapi dapat mengasah keikhlasan agar hati semakin jernih, mudah menangkap cahaya kebenaran dan mempererat jalinan persaudaraan, memperluas ruang toleransi, lebih terbuka kepada sesama.

Meningkatkan ketaqwaan yang sesungguhnya sehingga menjadi pribadi yang tumbuh dalam kebiasaan menjalankan perintah dan meninggalkan larangan, membentuk jiwa patriot, rela berkorban tanpa mengharapkan ucapan terimakasih apalagi imbalan menuju bangsa bermartabat, terhormat dan terpandang.

Menjadi Bangsa yang Setia pada Bangsanya Sendiri

Dalam konteks kebangsaan, Idul adha direfleksikan sebagai hari di mana kita sebagai bangsa Indonesia, mampu memahami perbedaan yang terdapat dalam diri kita. Membunuh ego untuk lebih terbuka secara pikiran menerima ruang perbedaan tersebut dengan sangat terbuka. Tidak hanya itu, jika memahami bahwa dalam makna Idul adha ini, kita seringkali mendapati orang-orang non-Muslim membantu jalannya perayaan Idul adha. Entah menyembelih kurban ataupun membantu jalannya sholat Idul adha. Ini berarti adalah momentum umat Muslim untuk meyakini bahwa, Idul adha adalah salah satu ruang toleransi bagi umat Muslim sendiri ataupun antar umat beragama.

BACA JUGA  Halal Bihalal: Cara Merawat Persatuan Melalui Tradisi

Ego gelap dalam diri kita yang menjadi salah satu ancaman keretakan bangsa cukup banyak. Ego-ego ini bisa dilihat dari upaya untuk menghancurkan bangsa Indonesia, mengadu domba antar kelompok, menyebarkan hoaks, melakukan propaganda yang akan menghancurkan stabililitas negara. Idul adha momen kita untuk membunuh ego keserakahan ini. Rasa yang seharusnya dimiliki adalah rasa saling menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan. Segala upaya yang dapat menghancurkan bangsa, semestinya tidak perlu kita lakukan atau bahkan jangan sampai diperjuangkan mati-matian.

Meningkatkan Rasa Cinta

Memaknai Idul adha juga memaknai kurban atau pengorbanan. Meskipun kita melakukan kurban dengan menyerahkan hewan (sapi atau kambing), dalam arti yang luas kita belajar tentang pengorbanan. Pengorbanan yang bisa kita lakukan untuk  terus mempertahankan persatuan dan kesatuan NKRI adalah meningkatkan rasa cinta terhadap bangsa dan negara. Namun, kecintaan yang berlebihan ini ternyata juga menjadi salah satu sebab kita tidak bisa melakukan pengorbanan.

Cinta yang berlebihan kepada diri sendiri, keluarga, dan harta kekayaan, bahkan kepada negara, menghalanginya untuk melakukan pengorbanan di jalan kebaikan adalah penyebab kebinasaan. Firman Allah: Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteriisteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya” (QS. At-Taubah:24).

Berapa banyak orang yang melakukan kekerasan atas nama agama karena alasan cinta terhadap agama itu sendiri? Berapa banyak orang yang mengadu domba, berupaya mendirikan negara Islam dengan alasan cinta kepada negara? Cinta berlebihan semacam ini akan membuat seseorang sengsara dan jatuh pada upaya-upaya menghancurkan negara yang dicintainya. Idul adha melatih kita untuk meningkatkan rasa cinta, namun bukan cinta yang berlebihan. Wallahu A’lam.

 

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru