29.5 C
Jakarta

Menuju Pemilu Damai Anti-Kebencian; Urgensi Pendidikan Keberagaman

Artikel Trending

KhazanahOpiniMenuju Pemilu Damai Anti-Kebencian; Urgensi Pendidikan Keberagaman
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com Pemilihan Umum tahun 2024 hanya tinggal tersisa hitungan bulan. Kita perlu mewaspadai potensi munculnya polarisasi di masyarakat yang berujung kepada perpecahan multikultural. Pemilu damai yang jauh dari sentimen kebencian harus menjadi cita bersama.

Belajar dari Pemilihan Umum tahun 2019 yang lalu, walaupun berjalan relatif aman dan damai akan tetapi munculnya berbagai ujaran kebencian di media sosial dan platform online dengan sasaran untuk menghina atau merendahkan kelompok etnis, agama, atau budaya tertentu berhasil menimbulkan ketegangan di masyarakat.

Demi memperkuat basis politiknya di masa kampanye, beberapa oknum politikus tidak akan segan memakai isu-isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) sebagai jalan untuk mendapatkan perhatian masyarakat.

Memang dalam kenyataannya isu SARA sangat efektif untuk memobilisasi basis pendukung karena berhubungan dengan identitas dan keyakinan. Para oknum politikus ini tidak peduli dengan polarisasi dan perpecahan yang terjadi di masyarakat asalkan mereka mendapat banyak suara.

Polarisasi di masyarakat ini menghilangkan rasa percaya berbagai kelompok di Indonesia sehingga membuat kondisi semakin panas dan tegang. Ketegangan yang semakin parah akan memunculkan pesan-pesan provokatif atau ujaran kebencian yang saling menyerang satu sama lain.

Serangan ujaran kebencian yang menyinggung atau merendahkan kelompok tertentu berdasarkan suku, agama, ras, atau antargolongan hanya memunculkan kemarahan publik dalam skala yang besar.

Kemarahan dan ketegangan ini akhirnya menimbulkan tindakan-tindakan ekstrim dan radikal yang ditujukan kepada kelompok lain. Seperti yang pernah terjadi pada tahun 2018 silam menjelang Pemilihan Umum 2019 dengan munculnya tindakan-tindakan anarkis dan penganiayaan terhadap pemuka agama seperti kyai, pastor dan tokoh agama lainnya, selain itu tempat-tempat ibadah juga tidak luput menjadi sasaran aksi teror dan intoleransi tersebut.

Tindakan-tindakan radikal yang terjadi dengan sasaran kelompok-kelompok tertentu merupakan konsekuensi dari politik kotor dengan memainkan isu SARA untuk mencari banyak suara.

Ketegangan dan tindakan ekstrim yang bermunculan dengan sigap dimanfaatkan oleh beberapa oknum politikus untuk meningkat citra mereka sebagai seorang pemimpin yang mampu melindungi kelompok tertentu dari dampak ujaran kebencian. Padahal dalam kenyataannya mereka sendirilah yang menciptakan situasi panas tersebut.

Faktor utama kenapa berbagai kelompok dengan mudahnya terpengaruh oleh ujaran kebencian yang menyebar karena minimnya pengetahuan serta pemahaman tentang kelompok yang lain.

Pemahaman yang terbatas tentang berbagai budaya, agama, etnisitas, dan latar belakang sosial yang ada dalam masyarakat justru dimanfaatkan oleh para oknum politikus untuk memolarisasi masyarakat demi keuntungan pribadinya.

Untuk mengatasi semakin menyebarnya ujaran kebencian yang mengerikan tersebut serta demi terciptanya pesta demokrasi yang damai dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan, khususnya tentang multikultural di Indonesia agar setiap individu dan secara luas semua masyarakat berkembang dengan memiliki pola pikir yang kritis terhadap berbagai isu intoleransi.

Penguatan Pendidikan Keberagaman untuk Kedamaian Bangsa

Pendidikan merupakan jalan terbaik untuk merubah sikap dan karakter masyarakat Indonesia agar dapat berpikir lebih kritis dan analitis. Untuk mengurai propaganda penyebaran kebencian memang dibutuhkan keterampilam penalaran kritis. Kemampuan ini dimaksudkan untuk menilai argumen, mengidentifikasi retorika manipulatif, dan mencari bukti yang kuat dari manipulasi informasi.

Sebagaimana dijelaskan oleh John Dewey yang merupakan seorang filsuf dan pendidik yang sangat berpengaruh dalam pendidikan progresif, Dewey menjelaskan pendidikan dengan pengalaman langsung, refleksi, dan tindakan dapat mengubah cara individu berpikir dan memahami dunia. Melalui pendidikan yang aktif dan berorientasi pada masalah, individu dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep-konsep abstrak dan menjadi pemikir yang lebih kritis.

Berdasarkan asumsi Dewey tersebut dapat disimpulkan metode paling efektif untuk mengedukasi masyarakat Indonesia agar mampu mencerna informasi-informasi yang mereka dapatkan dengan kritis adalah lewat pendidikan dengan menganalisa langsung inti masalahnya. Sedangkan akar permasalahan polarisasi masyarakat yang sering dimanfaatkan oleh para oknum politikus tersebut adalah kerenggangan rasa antar kelompok di Indonesia.

BACA JUGA  Tipologi Quadripolar: Sebuah Jalan untuk Memahami Hubungan Umat Beragama

Lebih tepatnya cara efektif untuk mengurai ujaran kebencian di tahun politik ini adalah dengan memaksimalkan pendidikan keberagaman atau multikultural kepada semua elemen masyarakat di Indonesia.

Pendidikan multikultural adalah upaya untuk mempromosikan pemahaman, toleransi, dan penghargaan terhadap keragaman budaya, agama, etnis, dan latar belakang sosial dalam masyarakat secara keseluruhan. Sehingga ketika bermunculan isu SARA di tahun politik ini banyak masyarakat yang mampu berpikir secara jernih dan menganalisanya dengan tepat.

Yang dimaksud pendidikan di sini adalah bukan hanya terfokus pada pemaparan teori saja, tetapi juga harus mencakup aspek pembelajaran yang lebih luas lagi dengan perkembangan individu dari awal kehidupan hingga akhirnya.

Jadi pendidikan keberagaman dimaksudkan agar masyarakat mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan reflektif tentang perbedaan budaya, nilai-nilai, dan pandangan dunia yang ada dalam masyarakat yang beragam. Dengan kemampuan analisis yang luas akhirnya masyarakat Indonesia mampu membedakan mana informasi yang benar atau hanya retorika politik untuk menciptakan polarisasi masyarakat.

Target pendidikan multikultural setidaknya dapat dilakukan pada dua sistem. Yaitu lewat lembaga pendidikan dan langsung menuju masyarakat secara luas.

Dalam lembaga pendidikan seperti sekolah, pesantren, kampus, asrama, ataupun lembaga pendidikan lainnya pendidikan keberagaman dapat dilakukan dengan sedikit mudah karena sudah ada sistem yang mengaturnya.

Dengan dimasukkannya pendidikan multikultural dalam kurikulum sekolah maka peserta didik dapat memahami berbagai perspektif dan budaya yang ada di Indonesia serta perannya dalam membentuk identitas nasional.

Ketika peserta didik mendapatkan kesempatan untuk mendalami sudat pandang yang berbeda mereka akan lebih berempati terhadap keragaman milik orang lain.

Selain itu pendidikan keberagaman juga memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pembentukan karakter siswa. Penyebabnya karena pendidikan multikultural akan mengajarkan pentingnya penghargaan terhadap keragaman budaya, agama, etnis, dan latar belakang lainnya. Dan dilanjutkan dengan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Target kedua pendidikan keberagaman adalah langsung menyasar masyarakat secara luas. Tidak seperti di lembaga pendidikan yang sudah tertata sistemnya, pendidikan keberagaman di masyarakat sangatlah sulit karena cakupan perhatiannya sangat luas serta pola pikir masyarakat yang juga sangat beragam. Sampai saat ini belum ada cara yang efektif untuk menyampaikan dan memaksimalkan pendidikan di masyarakat khususnya ketika situasi panas di tahun politik ini.

Metode paling mudah untuk memaksimalkan pendidikan multikultural di masyarakat dengan meminjam senjata yang sama untuk memprovokasi dan menyebarkan isu kebencian di masyarakat yaitu lewat media sosial dan media online lainnya.

Dlihat dari pengguna media sosial di Indonesia yang mencapai 78 persen dari seluruh penduduk Indonesia maka kegiatan untuk mengkampanyekan pemilu yang damai bisa mudah disampaikan kepada seluruh masyarakat. Lewat konten-konten di media sosial nalar berpikir kritis dan analitis terhadap informasi yang mereka konsumsi dapat dibangun secara bertahap.

Dengan membuat konten-konten kreatif tentang keberagaman dengan perspektif budaya dan cara pandang hidup yang berbeda-beda di setiap wilayah Indonesia akan menstimulus pemikiran kritis dan analitis masyarakat. Nalar berpikir ini akan membantu masyarakat agar dapat berpikir secara global bukan hanya terpasung dalam pemikiran sempit saja.

Jika nalar kritis serta pemahaman tentang keberagaman di Indonesia sudah dimiliki oleh masyarakat bagi praktek politik kotor dengan memanfaat stigma sensitif yang menyangkut isu SARA di Indonesia dapat diatasi dengan maksimal. Selain itu masyarakat Indonesia akan diuntungkan karena mampu menganalisa para politikus yang mengajukan diri untuk memimpin negeri ini.

Muhamad Andi Setiawan
Muhamad Andi Setiawan
Sarjana Sejarah Islam UIN Salatiga. Saat ini aktif dalam mengembangkan media dan jurnalistik di Pesantren PPTI Al-Falah Salatiga.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru