34.8 C
Jakarta

Menilik Alasan Perempuan Menggunakan Cadar

Artikel Trending

KhazanahTelaahMenilik Alasan Perempuan Menggunakan Cadar
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Quraish Shihab, dalam penelitiannya menjelaskan bahwa cadar yang dipakai oleh para Muslimah saat ini bukanlah tradisi yang diturunkan oleh masyarakat Arab. Sebab cadar sudah lebih dulu digunakan oleh para masyarakat kuno sebelum Islam datang. Para ahli melihat bahwa masyarakat Arab mengikuti gaya masyarakat Persia dari golongan agama Zardasyt dengan penilaian perempuan sebagai makhluk yang kotor. Oleh karena itu mulut dan hidungnya harus ditutup supaya tidak mengotori api suci yang menjadi sembahan mereka.

Riwayat lain juga menyebutkan bahwa masyarakat Arab mengikuti orang Byzantium dalam hal mengekang perempuan supaya berada di rumah seperti yang dilakukan Yunani kuno. Kentalnya budaya yang mendiskreditkan perempuan ini, menjadi titik balik dari penggunaan cadar di masa silam. Seiring berjalanya waktu, kebiasaan seperti ini tumbuh begitu kuat yang terlihat masa kekuasaan al-Walid II dari dinasti Umayah dengan menetapkan bagian khusus wanita adalah di rumah. Di Indonesia sendiri, penggunaan cadar melihat dari potret masyarakat Arab dengan pemaknaan ajaran Islam yang sangat beragam dalam membahas aurat.

Sejarah cadar yang cukup panjang namun diringkas oleh penulis, lama kelamaan tidak tampak di permukaan. Sebab alasan yang paling utama dalam penggunaan cadar oleh masyarakat adalah anjuran Islam terhadap aurat itu sendiri. Tentu, ini sangat baik ketika menanggapi masing-masing keberagaman pemahaman yang dimiliki oleh seseorang. Namun, dalam hubungan sosial, penggunaan cadar kerapkali distigmatisasi kepada hal yang tidak baik.

Selama ini, stigmatisasi yang datang kepada orang bercadar adalah kelompok radikal, anti NKRI dan Pancasila, serta stigma buruk lainnya. Penelitian tentang perempuan bercadar sebetulnya sudah pernah dilakukan oleh Prof. Ruhaini Dzuhayatin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, masyarakat kita masih menganggap cadar sebagai simbol terorisme, fanatik agama, serta simbol kekerasan agama lainnya.  Padahal hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan tentang nasionalisme yang diukur dari kebanggaan kewarganegaraan dan aspirasi sistem kekhalifahan berbeda-beda. Sistem kekhalifahan, sebagai inti perjuangan politik kaum Islamis, hanya menerima 52% di Indonesia dan 59% di Mesir yang lebih rendah dari perkiraan umum bahwa mereka kelompok akan mendapat skor tertinggi.

Artinya, dari persentase tersebut, orang yang bercadar belum tentu bertentangan dengan semangat dan cita-cita bangsa. Mereka tidak anti NKRI ataupun tidak semua terafiliasi pada kelompok-kelompok radikal, seperti yang kita pahami. Salah satu wajah baru dalam melihat perempuan bercadar adalah Komunitas Cadar Garis Lucu. Ia adalah salah satu potret yang cukup unik dalam menggambarkan sisi kehidupan para perempuan bercadar. Sebab selama ini, para perempuan cadar biasanya memilih untuk mengasingkan diri dan mengisolasi diri dari kegiatan-kegiatan yang sifatnya hiburan dan berbaur dengan lawan jenis. Perempuan bercadar kerap kali dianggap sebagai kelompok yang sangat eksklusif dan cukup selektif untuk memilih circle pertemanan. Keberadaan komunitas tersebut, mewarnai keragaman mindset bagi masyarakat untuk tidak lagi menganggap bahwa, perempuan bercadar sangat anti sosial, dll.

BACA JUGA  Menyikapi Hasil Keputusan MK: Mari Belajar Bernegara dengan Bijak

Di sisi lain, stigmatisasi kepada perempuan bercadar sebenarnya masih sangat kental. Meskipun stigmatisasi terus mengakar dalam diri masyarakat kepada orang yang bercadar, akan tetapi keinginan para perempuan untuk bercadar terus dipertahankan. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana wajah kampus keislaman, seperti STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri), IAIN (Institut Agama Islam Negeri) dan UIN (Universitas Islam Negeri), banyak para perempuan yang menggunakan cadar diwaktu kuliah. Barangkali pemandangan semacam ini juga ditemui di para kampus swasta keislaman lain atau bahkan kampus-kampus umum.

Para mahasiswi yang memilih menggunakan cadar, memiliki alternatif alasan yang cukup beragam untuk menunjukkan ekspresi keagamaan yang dimiliki.  Dalam penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Danil, 2022, dijelaskan bahwa ada beberapa faktor seorang perempuan memilih menggunakan cadar, di antaranya: Pertama, pengaruh keluarga dekat yang sudah masuk dalam kelompok bercadar tersebut. Kedua, pengaruh media sosial yang mereka akses, serta pengaruh teman dilingkungan tempat tinggal atau beraktifitas. Sedangkan dalam hal menunjukan identitas kemahasiswaan mereka, mereka lakukan dengan ikut aktif dalam berbagai kegiatan kampus secara inten. Kemudian identitas mereka juga mereka tonjolkan juga dalam prestasi akademik yang rata rata tinggi serta prestasi non akademik, supaya menghasilkan persepsi umum bahwa mereka bukan individu yang tertutup dan tidak mau membaur dengan lingkungan mereka.

Para mahasiswi yang menggunakan cadar, memilih ekspresi beragam dalam menunjukkan hubungan sosialnya kepada orang lain. Bagaimanapun, mereka membutuhkan ruang aman untuk tumbuh, proses dan belajar. Maka dari itu, ruang untuk belajar sudah seharusnya kita perlu sediakan agar bisa memberikan perlindungan terhadap sesama, khususnya para perempuan. Wallahu a’lam.

 

 

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru