28.3 C
Jakarta

Menghapus Stigma Radikalisme di Kalangan Umat Islam

Artikel Trending

Milenial IslamMenghapus Stigma Radikalisme di Kalangan Umat Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Usulan tentang kontrol rumah ibadah oleh pemerintah sebagai upaya kontra-radikalisme yang disampaikan Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel menuai banyak kontra. Kritik datang dari berbagai organisasi keagamaan, di antaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Persekutuan Gereja Indonesia (PGI). Pasalnya, usulan tersebut dinilai melukai semangat demokrasi di Indonesia dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Sebenarnya, jika diikuti seksama, Rycko tidak hendak mengekang ekspresi keagamaan tertentu. Sepertinya ada miskonsepsi tentang usulan kontrol tersebut. Sementara kalangan tersinggung karena seolah agama merupakan sarang radikalisme. Dalam konteks ini, umat Islam pantas lebih tersinggung. Sebab usulan tersebut juga diawali paparan anggota DPR dari PDIP tentang adanya sebuah masjid yang menebarkan radikalisasi.

Mengapa ada stigma bahwa umat Islam rentan dicap radikal? Jawaban atas pertanyaan ini boleh jadi membuat umat Muslim tersinggung. Namun demikian, harus diakui, ini soal problem mayoritas Muslim di satu sisi dan masifnya insurgensi sejumlah negara Islam di sisi lainnya. Di mana-mana, sudah lumrah, bahwa agama mayoritas kerap merasa mendominasi negara. Di Indonesia, kasusnya Islam. Di India, kasusnya Hindu. Di negara-negara Barat, kasusnya adalah Kristen.

Seperti perkataan Lord Acton bahwa “power tends to corrupt,” kemayoritasan cenderung agresif. Untuk itu, tidak perlu bagi umat Islam untuk tersinggung terkait fakta bahwa radikalisme di negara ini selalu berkaitan dengan umat Islam. Yang perlu dilakukan umat ialah keluar dari stigma negatif bahwa Islam adalah agama radikal. Sebab, stigma tersebut telah melahirkan islamofobia di Barat yang tentu saja merugikan umat Muslim itu sendiri.

Lalu bagaimana cara menghapus stigma radikalisme di kalangan umat Islam? Pertama-tama yang perlu dilakukan adalah menampakkan wajah ideal Islam kepada masyarakat luas; tak hanya di Indonesia tapi juga seluruh dunia. Wajah ideal yang dimaksud ialah moderasi, wasathiyyah, yakni kemoderatan Islam. Bagian selanjutnya ialah menjelaskan kepada khalayak bahwa yang namanya radikalisme itu kontradiktif dengan ajaran Islam.

Radikalisme Itu Tidak Islami

Statement bahwa radikalisme itu tidak Islami dan kontradiktif dengan nilai esensial Islam merupakan pandangan mainstream para ulama—intelektual Muslim. Ada setidaknya tiga alasan mengenai tesis ini. Pertama, Islam menuntut toleransi dan keadilan sesama. Al-Qur’an menegaskan bahwa seluruh manusia, apa apun suku dan rasnya tanpa terkecuali, adalah ciptaan Allah (Al-Hujurat [49]: 13) dan bahwa tidak ada paksaan dalam agama (Al-Baqarah [2]: 256).

Selain itu, Allah Swt. juga menegaskan bahwa Dia menyukai orang yang berbuat baik (Al-Maidah [5]: 13). Perbuatan baik yang dimaksud tentu sangat banyak, di antaranya ialah berlaku adil dan toleran. Jangan sampai, kebencian atas suatu kaum membuat umat Islam berlaku semena-mena (Al-Maidah [5]: 8). Masih banyak juga ayat lainnya yang mengampanyekan keadilan dan toleransi yang artinya, intoleransi sebagai ciri radikalisme sangatlah ditentang Islam dan Al-Qur’an.

BACA JUGA  Cara Jitu Menangani HTI dan Gerakan Bawah Tanah Khilafahers

Kedua, Islam menuntut moderasi. Wasatiah dan Islam tidak dapat dipisahkan, sebab Islam datang juga untuk menengahi dua kutub ekstrem keberagamaan. Sementara itu, radikalisme mengabaikan konsep ini sama sekali. Sementara Islam mengajarkan kedamaian, keamanan, dan stabilitas masyarakat, radikalisme justru sebaliknya, yakni mengajarkan permusuhan, peperangan, dan instabilitas masyarakat—menentang prinsip moderasi.

Ketiga, radikalisme itu antitesis kemanusiaan dan keagamaan. Inti dari keberagamaan adalah mengantarkan manusia pada jati dirinya yang sempurna, yang linear dengan prinsip kemanusiaan: baik ḥabl min Allāh maupun ḥabl min al-nās. Maka, jika keagamaan para radikalis justru mencederai nilai kemanusiaan, klaim mereka jadi batal dan segala gerakannya malah antithesis dari keberislaman itu sendiri. Secara otomatis, radikalisme tidak islami.

Secara keseluruhan, nilai-nilai esensial Islam mencakup toleransi, keadilan, kedamaian, dan seluruh aspek wasatiah. Oleh karena radikalisme fokus pada kekerasan dan konflik, baik terhadap non-Muslim maupun sesama umat Islam, jelas ia jauh dari label islami. Bagaimana bisa sesuatu yang menegasikan ajaran ideal Islam dapat dikatakan islami? Bagaimana bisa tindakan yang tidak menampakkan kerahmatan Islam dapat disebut islami? Jauh panggang dari api.

Islam Adalah Rahmat

Stigma radikalisme adalah stigma belaka. Islam sama sekali tidak membenarkan radikalisme, maka stigma radikalisme di kalangan umat Islam adalah sesuatu yang mesti dilawan bersama. Islam adalah agama rahmat. Islam adalah agama moderat. Umat Muslim, sebagaimana Allah firmankan dalam al-Baqarah [2]: 143, adalah ummatan wasathān. Artinya, umat Islam dituntut untuk menjauhi segala yang sebaliknya. Radikalisme jelas bertentangan dengan prinsip moderasi.

Bagaimana jika stigma tersebut memang sengaja didesain musuh-musuh Islam? Itu urusan lain. Agama ini milik Allah Swt., maka Dia juga yang akan menjaganya. Islam bertahan hingga hari ini bukan karena sumbangsih para radikalis, melainkan karena Allah Swt. melindunginya. Para musuh Islam sudah banyak yang hendak memadamkan cahaya Islam, namun Dia tetap menjadikannya agama yang keasliannya terjaga. Islam telah Allah Swt. lindungi.

Tugas untuk menghapus stigma radikalisme terhadap umat Islam harus dilakukan oleh umat Muslim dan bertolak dari realitas keberislaman mereka sendiri. Pengarusutamaan moderasi yang menampilkan bahwa Islam agama rahmat adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Berangkat dari itu, citra Islam akan terjaga dan stigma radikalisme akan tertolak dengan sendirinya. Jika musuh Islam berusaha menciptakan stigma negatif, umat Muslim dapat menghapusnya dengan citra positif.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru