28.1 C
Jakarta

Mengapa Hamas dan Fatah Tidak Bersatu Membangun Negara Palestina?

Artikel Trending

KhazanahTelaahMengapa Hamas dan Fatah Tidak Bersatu Membangun Negara Palestina?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com-Peperangan antara kelompok pejuang Palestina, Hamas dengan Israel sampai hari ini terus membara. Eskalasi semakin tajam setelah Israel melontarkan serangan balasan yang bertubi-tubi ke wilayah Gaza. Berbagai komentar dan kecaman mengarah kepada Hamas karena dianggap bukan representasi dari rakyat Palestina. Terjadinya serangan bertubi-tubi yang dilakukan oleh Hamas kepada Israel tersebut, kembali merenggut korban rakyat Palestina.

Data terbaru, pada Senin (16/10/2023) Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan bahwa Hamas berpotensi siap melepaskan hampir 200 sandera yang mereka tahan jika apabila Israel menghentikan serangan udaranya di Jalur Gaza. Sementara itu, kondisi di jalur tersebut semakin parah dengan adanya ribuan rakyat Palestina yang menjadi korban. Hingga saat ini, ancaman serangan darat dan udara dari Israel terus mengintai. Total korban yang tewas di Gaza telah mencapai 2.300 orang lebih dengan rincian, 2.329 orang Palestina terbunuh dan 9.714 luka-luka (BBC Indonesia).

Gejolak politik yang semakin panas, membuat kondisi Palestina semakin kehilangan titik terang untuk keluar dari konflik yang berkepanjangan. Masalah yang muncul dari konflik memanas ini juga karena terdapat dua kelompok politik yang saling bersebarangan satu sama lain. Keduanya adalah kelompok Hamas dan Fatah, yang memiliki visi besar untuk membebaskan Palestina dari jeratan konflik yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

Keberadaan Hamas dan Fatah, seharusnya bisa menjadi kekuatan besar rakyat Palestina dalam memecahkan konflik yang terjadi. Namun ternyata, keduanya justru mengalami perang dingin yang menjadi pemicu rakyat Palestina, belum bisa keluar dari konflik tersebut. Inilah sebuah PR panjang yang perlu dianalisis bersama, mengapa keduanya terlibat konflik yang berkepanjangan?

Hamas dan Fatah: Perbedaan Ideologi dan Gerakan

Secara tujuan, Hamas dan Fatah adalah organisasi politik yang memiliki tujuan untuk membuat rakyat Palestina merdeka. Namun, Hamas terlihat berbeda untuk mencapai tujuannya itu karena memiliki pijakan dasar untuk menegakkan Islam dalam memerdekakan Palestina. Berdasarkan latar belakangnya, Hamas merupakan cabang dari gerakan Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir yang berdiri pada 14 Desember 1987.  Secara singkat, Hamas memperkenalkan dirinya sebagai “gerakan pembebasan dan perlawanan nasional Islam Palestina”, dengan menjadikan Islam sebagai kerangka utama dalam melakukan perlawanan.

BACA JUGA  Metamorfoshow: Modus Baru HTI dalam Mencuri Suara Anak Muda

Semenjak tahun 2007 silam, kelompok ini mengambil alih kekuasaan di jalur Gaza dan membuat serangan yang mematikan terhadap Israel. Beberapa negara Barat seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Inggris, menyebut bahwa Hamas adalah kelompok teroris. Namun, julukan tersebut berbanding terbalik bagi masyarakat Palestina. Hamas adalah pahlawan bagi Palestina. Mereka adalah salah satu kelompok paling depan, dalam memperjuangkan hak Palestina.

Secara garis besar, ideologi Islam yang dibawa oleh Hamas, menjadi pondasi gerakan perlawanan kepada Israel. Gencatan demi gencatan senjata yang dilakukan oleh Hamas kepada Israel atas nama pembebasan palestina, menunjukkan bahwa kelompok ini sangat keras untuk dalam melawan Israel untuk pembebasan Palestina.

Berbeda halnya dengan Hamas, Fatah justru lebih lunak dibandingkan dengan Hamas. Mereka tidak menjadikan Islam sebagai pijakan dasar dalam memperjuangkan Palestina. Ideologi yang dibawa oleh mereka adalah nasionalis-sekuler yang memiliki gerakan berbeda dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Secara garis besar, ketegangan yang tercipta di antara dua kelompok ini bukan hanya berasal dari ideologi saja. Ada beberapa faktor lain seperti: pertama, resistensi wilayah. Dengan sikap keras dan tanpa ampun yang dimiliki oleh Hamas, ia tidak memiliki kompromi sedikitpun dalam merebut kembali 100% tanah Palestina yang dijajah oleh Israel. Persoalan ini, Fatah justru lebih lunak dengan melakukan negosiasi untuk mencapai kemerdekaan Palestina, termasuk menerima “dalih” zionis yang menduduki 77% wilayah Palestina.

Kedua, pengakuan negara lain (Israel dan sekutu) kepada Hamas sama sekali tidak ada, bahkan menyebutnya sebagai kelompok teroris. Mereka hanya mengakui PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) yang diisi oleh mayoritas Fatah pada Pemilu 2006 silam. Ketegangan keduanya terus mengakar dengan perbedaan gerakan, cara pandang dan strategi dalam memperjuangkan Palestina hingga masa yang akan datang. Keberadaan konflik di tengah konflik, menciptakan sebuah lingkaran yang tidak berujung. Kita perlu belajar bahwa, bahkan untuk satu tujuan besar-pun, apabila gerakan dan strateginya tidak disatukan, akan menciptakan konflik yang sangat besar dan berujung pada gencatan senjata berkepanjangan. Inilah mengapa, kita perlu belajar dari kisah bangsa lain atas segala konflik yang dialami oleh Palestina. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru