28.5 C
Jakarta

Melihat Hamas secara Presisi: Jihadis, Bukan Teroris!

Artikel Trending

Milenial IslamMelihat Hamas secara Presisi: Jihadis, Bukan Teroris!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Perang Palestina dan Israel semakin memanas. Rudal-rudal menghujani langit Gaza. Israel juga memutus listrik, menjadikan Palestina gelap gulita. Tentara zionis Israel menyerang tanpa kemanusiaan, dan saat ini korban tewasnya mendekati 3.000 orang. Yang menarik adalah bagaimana media simpang siur memberitakan perang tersebut. Hamas paling banyak disebut, namun istilah “zionis” hampir sama sekali tak terdengar.

Tentu ini menarik. Sepertinya strategi Israel untuk membuat dunia salah paham terhadap konflik lama itu berhasil. Padahal seharusnya, jika menyebut “Israel”, maka “Palestina” harus juga disebut. Demikian juga jika “Hamas” disebut, maka “zionis” juga tidak boleh luput dari sorotan. Mengapa demikian? Karena perang Palestina-Israel itu dilatari aspek politik masing-masing, termasuk anti-Arab, anti-Zionis, dan berkaitan dengan eskatologi Yahudi.

Banyak masyarakat mengabaikan aspek tersebut. Pada saat yang sama, konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel telah menciptakan dinamika politik yang kompleks dan penuh kontroversi di Timur Tengah. Dalam konteks ini, Hamas, gerakan perlawanan Palestina, sering dianggap sebagai kelompok ekstremis oleh banyak pihak. Ini jelas mengabaikan aspek kesejarahan yang panjang dari perang tersebut.

Bagi sementara kalangan, terutama yang melihat perang Palestina-Israel dari perspektif sejarah dan konteks sosial, Hamas bukan hanya sebuah entitas militan, tetapi juga korban dari penjajahan Israel yang berkepanjangan, yang merasa memiliki hak dan kewajiban untuk melawan pendudukan tersebut. Pertanyaannya sederhana: jika negara diserang dan dijajah, apakah Islam mengajarkan umat untuk pasrah tanpa perlawanan? Tidak.

Jadi, dalam konteks pendudukan Israel, Hamas adalah pihak yang tengah melakukan pertahanan, yang dalam Islam disebut sebagai daf‘ al-shā’il. Bahwa di Palestina ada juga kubu Fatah, dan Hamas sendiri didukung beberapa kaum islamis, itu masalah lain. Konteks ini jika dipelintir akan melahirkan pandangan yang tidak presisi terhadap Hamas. Bagaimana pun, okupasi Israel puluhan tahun sangat melanggar hak asasi.

Karenanya, melihat Hamas sebagai teroris—sebagaimana yang dilakukan Amerika, negara-negara Eropa, bahkan India—adalah pengaburan sejarah dan standar ganda yang memalukan. Dalam konteks Palestina, pandangan semacam itu tidak presisi, karena warga Palestina memang dituntut untuk melawan, bukan pasrah oleh penjajahan zionisme. Ini mesti dipahami seluruh masyarakat.

Jihadis dan Perlawanan

Umat seluruh dunia, lebih-lebih umat Muslim di Indonesia, harus paham bahwa jihad itu bukan musuh Islam. Islam mengajarkan jihad. Yang buruk itu kalau jihad dilakukan bukan pada tempat dan waktunya. Misalnya, di Indonesia, ada yang ingin menyebar teror dengan dalih jihad, itu jelas keliru. Sebab, Indonesia adalah negara aman dengan sistem yang islami. Namun dalam konteks Palestina, apakah jihad perlawanan masih keliru? Tidak sama sekali.

Hamas, sebagai bagian dari perlawanan Palestina, muncul sebagai reaksi terhadap penindasan dan pendudukan yang berkepanjangan. Mereka melihat diri mereka sebagai pejuang untuk keadilan dan kebebasan, melawan penjajah untuk mengambil alih tanah dan hak-hak Palestina. Lalu siapa penjajah yang dimaksud? Nah, ini yang juga perlu digarisbawahi, bahwa penjajahnya adalah kaum zionis di negara Israel.

Selain itu, banyak anggota Hamas berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang rendah, yang merasa tertekan oleh kebijakan-kebijakan rezim zionis. Dalam situasi seperti itu, perlawanan terhadap penjajahan adalah upaya mencapai kemerdekaan, keadilan, dan kesejahteraan. Dalam dua faktor tersebut, Hamas lebih tepat dipandang sebagai jihadis dan bukan teroris. Konteksnya memaksa mereka berjihad.

Teror itu terjadi kalau konteksnya tidak memaksa perlawanan, seperti yang Al-Qaeda dan kelompok-kelompok teror lakukan di berbagai negara. Ambisi mereka adalah Daulah Islam. Yang demikian jelas berbeda dengan yang Hamas lakukan: ambisinya adalah kemerdekaan dan kedaulatan. Justru, yang harus dianggap teroris adalah zionis itu sendiri, karena mereka mirip Al-Qaeda: bermimpi mendirikan negara Yahudi dengan meneror negara Palestina.

BACA JUGA  Politik Dinasti: Pembajakan Islam dan Demokrasi yang Harus Ditentang

Kendati demikian, penting untuk mencari solusi damai dan berkelanjutan terhadap perang ini. Dialog kedua belah pihak, bersama dengan dukungan komunitas internasional, adalah langkah urgen menuju perdamaian. Negosiasi yang adil, tanpa paksaan eksternal dan dengan menghormati hak asasi sipil, adalah kunci mengakhiri konflik yang telah merenggut nyawa dan merusak harapan rakyat.

Di sini juga penting bagi kita untuk memahami latar belakang kompleks dan faktor-faktor yang telah membentuk realitas mereka. Sambil mengakui hak untuk melawan penindasan, kita juga mesti bersama mencari solusi menuju perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh penduduk. Dengan demikian, dunia dapat melangkah menuju masa depan yang damai. Zionis harus dimusnahkan, agar jihad tersebut tidak lagi muncul untuk melawan.

Zionisme sebagai Biang Kerok

Tanpa zionisme, jihadis Palestina tidak akan muncul. Itu kuncinya. Jika hari ini Amerika dan Eropa berteriak ingin melawan jihad Hamas, harusnya mereka juga berpikir untuk melawan zionis. Masalahnya, yang terakhir ini tidak akan terjadi. Barat telah dikuasai zionisme, sehingga mereka tidak akan melawannya. Jadi, sebenarnya, teriakan Amerika dan Eropa dengan slogan “We stand with Israel” adalah pembelaan atas zionisme itu sendiri.

Itulah standar ganda Barat. Memang benar, beberapa tindakan yang diambil oleh Hamas sangat kontroversial dan merugikan warga sipil. Namun, penting untuk memahami bahwa motivasi mereka adalah ketidakpuasan terhadap penjajahan dan pemerkosaan hak-hak dasar Palestina. Apakah ini konflik agama: Islam vs Yahudi? Tidak. Konflik Palestina vs Israel? Tidak juga. Zionislah biang keroknya, berhasrat mendirikan kuil Sulaiman di Al-Quds.

Dalam kasus terbaru ini, Hamas juga memang menyerang duluan. Dan Israel meresponsnya dengan perang yang kini meluluh-lantakkan Gaza. Palestina sudah hilang dari Maps, dan tanah airnya tinggal sepetak. Zionisme akan semakin berjaya, tapi orang-orang di seluruh dunia justru fokus menuduh Hamas sebagai teroris. Bagaimana pandangan kita juga akan pincang, mengabaikan zionisme yang sebenarnya adalah dalang perang? Ironis.

Menuduh Hamas sebagai teroris adalah kesalahan yang serius yang dapat menghambat upaya mencapai perdamaian. Hal tersebut menyederhanakan konflik yang sangat kompleks dan mengecilkan peran rezim zionis dalam perang tersebut. Selain itu, stigmatisasi semacam ini dapat merugikan rakyat Palestina yang tidak bersalah dan mempersulit upaya bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.

Daripada mengecam Hamas sebagai teroris, pendekatan yang lebih baik adalah mendukung dialog dan negosiasi antara Israel dan Palestina. Upaya untuk mengakhiri konflik harus memperhatikan keadilan bagi kedua pihak yang terlibat. Selain itu, komunitas internasional harus terus mendorong kedua belah pihak untuk mematuhi hukum internasional dan menghormati hak rakyat Palestina. PPB, misalnya, harus presisi.

Intinya, perang Israel-Palestina merupakan konflik super rumit dan tidak dapat disederhanakan dengan menuduh Hamas sebagai teroris. Untuk mencapai perdamaian, upaya memahami latar belakang sejarah, dinamika, dan perspektif yang beragam dalam konflik tersebut adalah sesuatu yang niscaya. Dan sekali lagi, Hamas yang berjuang membela tanah air Palestina adalah jihadis, bukan teroris.

Itu sama dengan laskar Hizbullah dan Sabilillah di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap tentara Sekutu yang diboncengi Belanda. Apakah Hizbullah di masa lalu itu teroris? Itu tuduhan yang aneh. Menganggap zionis sebagai pihak yang berhak menyerang itu sama bodohnya dengan menganggap kolonial Belanda berhak menjajah Indonesia. Jadi secara presisi, Hamas tidak sepenuhnya bersalah. Zionislah biang keroknya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru