28.4 C
Jakarta

Menepis Propaganda Aktivis Khilafah Bahwa Indonesia Negara Sekuler

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMenepis Propaganda Aktivis Khilafah Bahwa Indonesia Negara Sekuler
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sekularisme adalah paham yang memisahkan antara agama dan negara. Artinya, dalam prinsip sekuler, negara tidak ikut campur dalam masalah agama. Sekularisme lahir dari hasil konfrontasi berdarah antara agamawan gereja dengan para pemikir Kristen yang menghasilkan pemisahan antara negara dan agama.

Namun akhir akhir ini, sekularisme kembali dihembuskan oleh kelompok pejuang khilafah. Mereka menginginkan Indonesia menjadi negara agama dengan cara memprovokasi ummat bahwa Indonesia adalah negara sekuler yang tidak mengatur agama. Bahwa negara in tidak mempedulikan agama, sehingga perlu di setting ulang. Tentu itu hanyalah pepesan kosong yang digunakan untuk memanfaatkan ummat agar tindakannya mendapatkan dukungan.

Indonesia dan Agama

Seandainya kita mau membuka mata dan menakar secara objektif, sesungguhnya Indonesia adalah negara berketuhanan yang sangat menjungjung tinggi hak asasi manusia. Salah satunya adalah hak beribadah setiap pemeluk agama di Indonesia.

Kebebasan beragama di negeri ini terjamin, sebagaimana yang termaktub dalam konstitusi pasal 29 ayat 2. Tidakkah cukup untuk membuktikan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berketuhanan dan menjunjung tinggi kebebasan beragama serta melindunginya?

Jika masih belum cukup, mari kita lihat fakta yang lain. Dari mulai rukun Islam, ketika ada orang yang baru memeluk Islam, maka negara hadir di sana melalui KUA yang berada di bawah Kementerian Agama. Begitu pun salat. Kumandang azan senantiasa terdengar setiap waktu salat. Setiap Muslim pun aman melaksanakan salat di setiap masjid, siang atau malam.

Demikian dengan puasa, setiap menjelang datangnya bulan Ramadhan, pemerintah melalui Kemenag mengadakan sidang isbat penentuan awal bulan Ramadhan. Apalagi untuk ibadah haji, pemerintah hadir dan mengaturnya melalui UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Hal yang disebutkan di atas adalah syariat Islam berdimensi ilahiah. Dalam dimensi insaniah, negara pun hadir sebagai bentuk jaminan kebebasan beragama. Misalnya, dalam pelaksanaan ibadah zakat yang mempunyai dampak sosial bagi fakir dan miskin.

Melalui UU No 23 Tahun 2011 yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan meningkatkan efektivitas pengelolaan zakat, dalam konsiderannya UU tersebut lahir sebagai bentuk jaminan negara atas kemerdekaan dan kebebasan beribadah sesuai kepercayaan warga Muslim.

Tidak hanya zakat, negara pun mengatur prihal wakaf melalui UU No 41 Tahun 2004. Kita tahu bahwa wakaf adalah aturan Islam yang mempunyai dimensi sosial. Berapa organisasi yang dibesarkan dengan wakaf, berapa pesantren yang berdiri diatas tanah wakaf, berapa yayasan yang mengelola wakaf produktif hingga memberikan manfaat untuk banyak orang.

Artinya, negara betul-betul memperhatikan hal ini. Tidak hanya formalitas agar disebut negara yang tidak anti-agama, tapi negara serius menerapkan regulasi yang telah dibuatnya dalam rangka implementasi syariat Islam bagi para pemeluknya. Lantas, di manakah sekulernya?

Selain apa yang telah disebutkan di atas, Islam sebagai agama yang paripurna, mengatur prihal hubungan manusia dengan manusia yang lain. Kita bisa temukan dalam khazanah karya para ulama pada bab muamalah.

BACA JUGA  Mengubur Egoisme Politik, Mewujudkan Indonesia Harmoni

Di Indonesia, prihal muamalah pun menjadi perhatian negara karena ini merupakan bentuk ibadah umat Islam dalam mengamalkan perintah Allah Swt. Dalam hal ini negara hadir, melalui UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Di zaman modern seperti sekarang, sedikit sekali kiranya orang yang tidak menggunakan jasa perbankan.

Kita bisa merasakan, betapa besarnya peran perbankan dalam mewujudkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Orang yang tidak punya modal, bisa menggunakan jasa perbankan sehingga ia dapat membuka usaha dan mengembangkannya.

Melalui perbankan, seseorang bisa mengatur keuangan untuk tujuan masa depan seperti membeli rumah, tabungan kurban, tabungan haji dan lainnya. Bahkan perbankan memudahkan setiap hajat seseorang dalam masalah keuangan, nasabah bisa menggunakan layanan transfer yang kapan pun bisa digunakan.

Artinya, dengan perbankan kegiatan muamalah kita menjadi mudah, bahkan sesuai dengan syariat. Ini bukti nyata jaminan Negara terhadap pelaksanaan ajaran agama yang dianut oleh warganya.

Masih dalam prihal muamalah. Pemerintah mengatur masalah rumah tangga sesuai dengan syariat Islam. Di Indonesia terdapat Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai rujukan hakim dalam memutuskan perkara perkawinan, talak, rujuk, wasiat, warisan, dan hibah.

KHI ini lahir berdasarkan instruksi presiden nomor 1 tahun 1991. Dengan adanya KHI, membuktikan bahwa syariah Islam di Indonesia diamalkan dengan baik, bahkan negara memfasilitasinya.

Begitu juga ketika antara umat Islam terjadi konflik. Lembaga yudikatif yang merupakan lembaga pemerintah, dalam memutuskan perkara menggunakan aturan Islam. Melalui UU No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, diyatakan, “Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkaman Konstitusi”.

Pelaksanaan aturan agama Islam sebagai jaminan atas kebebasan beragama bukan hanya pada masalah ritual saja atau hubungan manusia dengan penciptanya. Tetapi juga muamalah, yakni hubungan manusia dengan manusia lainnya.

Bahkan, mengenai hubungan manusia dengan dirinya pun seperti dalam mengkonsumsi makanan dan minuman. Negara mengatur melalui UU Jaminan Produk Halal No 33 Tahun 2014, semata-mata agar umat Muslim tenang atas produk yang beredar di masyarakat.

Dari pemaparan bukti-bukti tersebut, maka jelaslah, bahwa sesungguhnya Indonesia bukan negara sekuler sebagaimana dipropagandakan para aktivis khilafah. Indonesia sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, dalam hal ini kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing masing.

Oleh karena itu, isu-isu tentang sekularisme yang berkembang di masyarakat yang dituduhkan pada negara ini hanyalah sebagai bentuk provokasi yang tentunya jauh dari kebenaran. Para khilafahers yang tukang sebar propaganda tersebut harus dilacak, ditangkap, dan dijebloskan ke penjara.

Iwan Setiawan, S.Sy, M.H
Iwan Setiawan, S.Sy, M.H
Dosen Hukum Ekonomi Syariah STAI Sabili Bandung

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru