28.8 C
Jakarta

Mencegah Digitalisasi Paham Radikal di Indonesia

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMencegah Digitalisasi Paham Radikal di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Radikalisme dan pengasong paham radikal sampai detik ini masih tetap eksis. Meski pemerintah dan beberapa orang yang sepemikiran meminimalisir angka radikalisme, paham menyesatkan ini muncul bagai mengupas kulit bawang. Seberapa kali kulit bawang kita kupas tetap saja berkulit, malahan mengakibatkan perihnya mata. Radikalisme kita bunuh habis-habisan tetap tumbuh kembali dengan wajah yang baru.

Dahulu orang menganggap radikalisme itu bukanlah isu yang sangat urgen untuk diperhatikan. Tapi, begitu aksi-aksi terorisme terdengar di jagat media sosial, orang mulai sadar, paham yang bertentangan dengan syariat Islam ini benar-benar ada dan nyata. Paham radikal di Indonesia bermulai dari isu penggantian sistem republik-demokratis negeri Ibu Pertiwi ini dengan sistem Khilafah. Sistem Khilafah akan mengantarkan Negara Indonesia menjadi Negara Islam (Daulah Islamiyyah).

Penegakan Negara Islam singkat ceritanya memiliki kronologis yang panjang. Yang jelas, Negara Islam yang mereka tawarkan di Indonesia disebabkan sistem republik kurang (bukan ‘tidak’) memberikan solusi dalam mengatasi sekian problem yang terjadi di negeri ini. Semisal, korupsi, politik kotor, nepotisme, dan lain sebagainya. Beberapa problem, dalam benak pengusung Negara Islam, bertentangan dengan syariat Islam. Dan ini tentunya Islam yang mereka jadikan solusi untuk mengatasi beberapa problem tersebut.

Mungkin (bila enggan berkata ‘tentu’) sebagian orang yang mempelajari sistem republik-demokratis secara parsial akan membenarkan Negara Islam adalah solusi yang paling efektif dalam mengatasi sekian problem yang terjadi di Negara Indonesia. Pertanyaannya, apakah sistem republik bertentangan dengan syariat Islam? Atau sebaliknya, bukankah sistem republik dengan ideologi Pancasila justru telah merujuk kepada syariat Islam? Bukankah dalam pembuatan sistem negara ini telah hadir mayoritas tokoh Islam, salah satunya, Wahid Hasyim (putra KH. Hasyim Asy’ari)?

Negara Islam digagas oleh pendiri Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) Abu Bakar al-Baghdadi. Orang Indonesia banyak yang terjebak dengan pemikiran ISIS ini, sehingga mereka rela meninggalkan tanah airnya untuk hijrah ke Suriah. Meski, mereka yang hijrah pada akhirnya menyesal karena ajaran ISIS yang dibayangkan menyenangkan (fun) sebelumnya ternyata menyedihkan begitu sampai di negara di mana ISIS berkuasa.

BACA JUGA  Membangun Jakarta ala Anies Baswedan

Penyebaran radikalisme memang cukup cepat. Mungkin sebagian orang bertanya-tanya dengan nada kaget: Kok bisa?! Pesatnya penyebaran radikalisme karena didukung bantuan teknologi. Penggerak radikalisme tiada henti menyebarkan paham menyesatkan ini lewat bantuan media sosial. Semisal, Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, dan lain sebagainya. Media sosial ini lebih cepat dan mudah diakses oleh banyak orang, termasuk orang Indonesia. Sehingga, paham radikal bisa mempengaruhi pemikiran seseorang, meski dia stay di rumah.

Panglima TNI Hadi Tjahjanto memberikan pesan terkait penyebaran radikalisme di media sosial (atau dunia maya): “Dunia maya telah menjadi domain untuk perekrutan generasi radikal dan teroris yang juga memanfaatkan media sosial untuk propaganda-propagandanya.” Biasanya radikalisme yang tersebar di media sosial menjelma menjadi ustadz yang pandai menjual ayat-ayat Tuhan demi kepentingan kelompok atau politik.

Karena itu, pengguna media sosial hendaknya lebih berhati-hati mengonsumsi informasi. Tuhan mengingatkan siapapun dalam menerima informasi: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkanmu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. al-Hujurat [49]: 6). Pesan penting ini dapat menjadi pengingat pengguna media sosial.

Sebagai penutup, radikalisme merupakan paham yang bertentangan dengan syariat Islam. Siapapun, terlebih orang Islam sendiri, hendaknya meninggalkan paham menyesatkan ini. Islam bukan agama yang menghendaki aksi-aksi kekerasan berwajah terorisme. Islam adalah agama yang mencintai semua manusia, baik yang muslim maupun yang non-muslim. Orang yang melakukan aksi-aksi kekerasan termasuk bukan muslim karena mereka tidak mencintai dirinya sendiri dan orang lain.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru