27.4 C
Jakarta

Literasi Digital: Instrumen Pemberantasan Provokasi Radikal di Tahun Politik

Artikel Trending

KhazanahPerspektifLiterasi Digital: Instrumen Pemberantasan Provokasi Radikal di Tahun Politik
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Menjelang Pemilihan Umum tahun 2024 yang tinggal menghitung bulan suasana ruang digital khususnya media sosial sedang tidak kondusif dan dipenuhi berbagai narasi kebencian. Kampanye untuk mencari suara masyarakat berubah menjadi ajang saling serang secara radikal antarkelompok politik.

Narasi kebencian yang diciptakan oleh buzzer untuk menjatuhkan lawan politiknya serta memperkuat pengaruh kelompoknya sangat berbahaya. Sebab, itu berpotensi dimanfaatkan kelompok teroris atau pun pengusung khilafah untuk menciptakan kekacauan, sebagai langkah mengganggu proses Pemilu di Indonesia serta mewujudkan tujuan mereka.

Keterlibatan kelompok radikal dapat terlihat jelas setelah tertangkapnya 59 tersangka tindak pidana terorisme selama bulan Oktober 2023 oleh Densus 88 Antiteror Polri. Dari keterangan didapat mereka berencana untuk mengganggu  rangkaian Pemilu yang akan diselenggarakan 2024 nantinya.  

Perlu diingat bahwa agenda Pemilu di Indonesia selalu menjadi sorotan utama bagi kelompok teroris. Momen transisi kepemimpinan menjadi peluang terwujudnya agenda mereka untuk menjadikan negara dengan penduduk muslim terbanyak sebagai basis khilafah dan jihadis. 

Pilihan lainnya kalaupun mereka gagal mengubah sistem negara ini, mereka masih dapat menggunakan suara masyarakat untuk menyusupkan anggota mereka dalam tubuh pemerintahan.

Sedangkan narasi-narasi kebencian dalam agenda politik yang diciptakan buzzer di media digital berpotensi ini seringkali menciptakan polarisasi di antara para pemilih, memperdalam perpecahan di masyarakat, dan dapat merusak diskusi politik yang sehat.

Kesempatan untuk terlibat dalam agenda pemilihan umum di Indonesia terbuka ketika polarisasi politik di masyarakat tercipta. Kelompok radikal akan memanfaatkan momentum ini untuk menambah kekacauan di masyakat, tanpa segan mereka menambah bumbu provokasi radikal di media digital.

Kelompok teroris dapat memanfaatkan situasi ini untuk menyebarkan pesan radikal, memperkuat narasi ekstrem mereka, dan memperluas jaringan pengikut mereka.

Provokasi menjadi menjadi cara yang paling efektif untuk mengendalikan opini publik serta memobilisasi massa ketika ketegangan dan permusuhan masyarakat sudah memuncak. Dengan memprovokasi masyarakat yang sudah kehilangan kepercayaan dengan kelompok lain maka dengan bebasnya kelompok teroris dapat memperkuat pengaruh mereka di masyarakat.

Media Digital sebagai Alat Propaganda

Retorika kampanye politik yang tidak sehat menjadi senjata kuat bagi kelompok teroris untuk menghilangkan kepercayaan masyarakat serta menciptakan kebencian terhadap pemerintah.

Dengan membubuhi provokasi yang merangsang emosi, menyebarkan informasi tendensius, opini publik dapat dipengaruhi dan menimbulkan dampak konflik antarkelompok atau antar pendukung pasangan calon.

Ketegangan antar pendukung pasangan calon akan dimanfaatkan oleh kelompok teroris dengan memprovokasi lebih jauh lewat konten-konten ekstrem dan manipulatif di media digital.

Kekacauan dan perselisihan yang sudah tercipta pada akhirnya akan dikendalikan dengan mudah oleh kelompok teroris ketika menggalang dukungan atau menggerakkan tindakan yang mendukung agenda atau tujuan mereka.

Ruang digital dipilih sebagai alat provokasi radikal oleh kelompok teroris karena memiliki banyak fitur-fitur menguntungkan serta mampu menutupi langkah mereka dengan aman. Dengan media digital mereka dapat memprovokasi masyarakat dengan jangkauan yang sangat luas di semua lapisan dan dalam waktu yang relatif singkat. 

Media digital juga menyediakan ruang untuk saling berdiskusi oleh banyak orang dengan aman, kelompok masyarakat yang sudah mulai terprovokasi dapat diarahkan ke dalam sebuah ruangan di media digital untuk dicuci otaknya dengan narasi-narasi manipulatif.

Dalam interaksi di ruang digital diharapkan bisa dimanfaatkan untuk mencari banyak anggota dengan mengubah pandangan mereka khusunya terhadap proses pengambilan keputusan dalam Pemilu mendatang.

Selain itu dengan fitur anonimitas yang dimiliki media digital, kelompok teroris memiliki keuntungan dalam menjalankan agenda mereka secara diam-diam. Juga memberikan ruang bagi aktivitas-aktivitas yang berpotensi merusak keselamatan dan stabilitas masyarakat tanpa diganggu oleh petugas keamanan.

Kasus seperti ini pernah terjadi  pada tahun 2014 silam ketika masyarakat Indonesia digegerkan video YouTube dari ISIS yang menampilkan Abu Muhammad al-Indonesi dan beberapa WNI lainnya yang terlibat gerakan ISIS. Mereka sedang mengajak masyarakat muslim Indonesia terlibat dalam aksi jihad dan membela Islam. 

BACA JUGA  Bulan Ramadan Jadi Sarana Penyebaran Paham Radikal, Waspada!

Setelah videonya tersebar luas banyak masyarakat Indonesia dari berbagai wilayah menyatakan berbagai dukungan terhadap ISIS mulai dari konvoi sampai pada baiat setia kepada kekhalifahan ISIS di Baghdad. 

Uraian serta contoh nyata yang telah dipaparkan sebelumnya mengindikasikan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mampu menyaring informasi yang mereka terima di ruang digital dengan baik. 

Masih banyak masyarakat yang mudah terpengaruh ujaran-ujaran kebencian serta provokasi yang disebarkan oleh kelompok tidak bertanggung jawab. Literasi digital yang tidak dipahami oleh sebagian masyarakat khususnya tentang politik menjadi salah satu penyebab timbulnya polarisasi akibat pesan kebencian dan radikal di media digital.

Penguatan Literasi Digital di Tahun Politik

Penguatan literasi digital kepada masyarakat awam dapat menjadi solusi melawan narasi-narasi kebencian yang disebarkan oleh buzzer di media digital, selain itu penyebaran provokasi yang dilakukan oleh kelompok teroris bisa dihalau dengan sempurna.

Pendidikan literasi digital berguna untuk mengajarkan masyarakat bagaimana memahami, menganalisis, mengevaluasi, serta menggunakan informasi politik menjelang pemilu yang diolah dengan teknologi secara bijak.

Metode pendidikan literasi digital kepada masyarakat yang paling efektif bukan lewat kegiatan konvesional seperti seminar atau kegiatan sejenisnya, pendekatan langsung dengan pemaparan dan pengolahan konten-konten di media digital dinilai lebih efisien untuk mengajarkan literasi digital di masyarakat.

Metode ini dikatakan lebih efisien karena media digital sudah menjadi kebutuhan masyarakat dan terus dikonsumsi sehari-hari, sehingga proses pengudukasian mudah dipahami serta menjangkau banyak peserta. 

Penguatan literasi digital menjelang pemilu dapat memberikan dampak positif dalam struktur sosial karena mampu menciptakan stabilitas masyarakat. Penguatan ini dapat digunakan untuk menghadapi gempuran informasi dalam konteks politik serta provokasi radikal yang mengikuti di belakangnya. 

Dalam ranah politik masyarakat awam dapat diajari berpikir kritis seputar fenomena politik yang sedang terjadi lewat desain konten yang sering dikonsumsi seperti video, infografis, gambar, atau postingan dan memberikan informasi penting mengenai literasi digital politik. 

Dengan contoh-contoh kejadian yang sudah terjadi, masyarakat juga dapat diajari untuk mengidentifikasi informasi palsu, membedakan antara fakta dan opini, serta cara menyaring atau mengonfirmasi informasi yang tersebar.

Penguatan literasi digital dapat berperan sebagai perisai kuat untuk mencegah paparan narasi-narasi kebencian yang biasanya digunakan untuk memengaruhi opini publik menjelang Pemilu. Masyarakat akan terlatih untuk menelaah informasi yang mereka terima dengan melakukan verifikasi fakta dan memahami konteks di balik informasi yang tersebar. 

Bias negatif yang terkandung dalam konten-konten tidak jelas juga dapat dianalisa lebih cermat, berbagai provokasi ektrem dan radikal yang mengikuti ujaran kebencian dapat dipecah dan disampaikan lagi kebenaran yang sebenarnya kepada pengguna lain.

Setelah mereka mampu membangun pola analisis yang lebih kuat terhadap konten-konten politik yang berpotensi provokatif, tahap penting selanjutnya adalah membangun diskusi interaktif sesama pengguna media digital agar tercipta arus informasi positif untuk dikonsumsi masyarakat.

Keterlibatan aktif dalam diskusi ini akan semakin memperkaya wawasan pengguna dengan mengupas tuntas tentang fenomena media digital yang penuh jebakan informasi negatif.

Dengan kata lain penguatan literasi digital mendekati Pemilu 2024 ini dapat menjadi jalan terbaik untuk menghilangkan sumber-sumber kekacauan yang sengaja dibuat oleh orang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi. 

Literasi digital akan menciptakan ruang digital yang bersih serta aman untuk dikonsumsi masyarakat awam. Jika media digital penuh dengan informasi yang positif, maka terciptanya peradaban masyarakat yang maju dapat digapai dengan mudah.

Muhamad Andi Setiawan
Muhamad Andi Setiawan
Sarjana Sejarah Islam UIN Salatiga. Saat ini aktif dalam mengembangkan media dan jurnalistik di Pesantren PPTI Al-Falah Salatiga.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru