35.1 C
Jakarta

Kebangkitan HTI (I): Suara-suara Pengasong Khilafah di Tengah Kita

Artikel Trending

Milenial IslamKebangkitan HTI (I): Suara-suara Pengasong Khilafah di Tengah Kita
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Kasus Palestina membuka tabir baru iklim sosial-politik kita. Hari-hari ini, berbagai seminar dilakukan, podcast tersiar masif yang membahas konflik Palestina dari berbagai sisi. Beberapa hari lalu, Bajrey dan Arrazy bikin heboh soal Hamas. Baru-baru ini, Felix Siauw juga speak up tentang Palestina. Dalam Instagram Guru Gembul, Felix bahkan diundang atas nama “Dedengkot Hizbut Tahrir”. Tapi, bukannya HT Indonesia (HTI), kelompok pengasong khilafah, sudah mati?

Kata siapa HTI sudah mati? Kata siapa yang ada hanya eks-HTI? Faktanya tidak. HTI tidak mati. Eks-HTI itu tidak ada, mereka masih aktif seperti sedia kala. Agenda mereka mendirikan khilafah, atau sekadar menjadikan khilafah sebagai jargon mengeksploitasi NKRI adalah fakta. Bisa kita rasakan bersama kehadirannya. Bisa kita deteksi orientasi pemikirannya, serta wajib kita lawan segala narasinya.

Sedikit sekali yang menyadari bahwa HTI tidak saja merupakan komunitas ideologi belaka, melainkan sebuah partai politik. Tepatnya, partai politik ideologis: mengandung ideologi tertentu yang riskan untuk NKRI. Setiap partai jelas memiliki orientasi ideologis: PKB berideologi ala NU, PDI-P berideologi nasionalis, misalnya. Sedangkan HTI sebagai partai, ia berideologi khilafah. Para aktivis HTI adalah pengasong khilafah.

Namun demikian, dalam konteks sebagai pertai, HTI tidak dapat dideteksi keberadaannya. Basis politik HTI sudah dikebiri oleh pemerintah, melalui pencabutan badan hukum HTI, beberapa tahun silam. Tetapi sebagai ideologi, ia terpatri dalam pemikiran para aktivisnya. Melalui basis ideologi itulah mereka mempertahankan eksistensinya. Artinya, kebangkitan suara-suara mereka hari-hari ini bukan sesuatu yang mengejutkan.

Selama ideologi masih tertanamkan, apalagi disebarkan oleh para aktivisnya, maka gerakannya tidak akan pernah bisa dimusnahkan. Kematiannya adalah kemustahilan. HTI tidak akan musnah hanya karena pencabutan badan hukum, sebab eksistensi bagi mereka tak butuh pengakuan negara. Grand design-nya memang untuk merongrong ideologi negara. Karenanya, bagi pengasong khilafah, legalitas sama sekali tidak berguna.

Gerilya Pengasong Khilafah

Sayang sekali jika ada yang beranggapan bahwa suara para pengasong khilafah tidak perlu diredam sebagai wujud kebebasan demokratis. Alasan demokratis tersebut akan menghancurkan eksistensi demokrasi itu sendiri. Maka, melawan dengan narasi penguatan kebangsaan menjadi sesuatu yang niscaya. Para pengasong khilafah sangat gigih. Karenanya, kegigihan kita menjaga bangsa harus melampaui mereka.

Pengasong khilafah menggunakan semua platform yang ada untuk menyebarkan ideologinya. Jejak digital mereka kuat. Satu cuitan saja dari seorang Felix, ribuan orang siap membagikannya. Satu komentar saja yang memojokkan Felix, ribuan orang sudah siap mencerca, mencaci, dan menghujat. Lihat saja suaranya dalam kasus Palestina ini yang tampil di sejumlah kanal, termasuk podcast Densu.

BACA JUGA  Hilangnya Nalar Waras di Zaman yang Tidak Jelas

Selain itu, pengasong khilafah juga melakukan diseminasi suara mereka secara terus-menerus. Isu apa pun ditunggangi, termasuk konflik Palestina yang alih-alih dibela demi kemanusiaan justru dibela sebagai momentum menarasikan pentingnya persatuan umat Islam mendirikan negara Islam—khilafah. Gerilya-gerilya semacam itu memang taktik agenda pengasong khilafah yang, tentu saja, harus ditindak.

Apakah mereka tidak tahu bahwa pemerintah RI sudah melakukan berbagai diplomasi untuk terlibat penyelesaian konflik Palestina? Tentu tahu. Namun pengasong khilafah tidak akan pernah mengapresiasi kinerja pemerintah, sebab mereka dianggap thaghut yang harus dilawan. Dengan demikian, mudah dimengerti mereka tokohs eperti Felix sama sekali tidak pernah menyinggung atau mengapresiasi pemerintah.

Lalu, apa yang mesti dilakukan untuk meredam suara-suara mereka yang propagandis? Banyak. Namun semuanya mesti bertolak dari ghirah diri sendiri, konsensus bersama, bahwa HTI adalah jelas-jelas terlarang dan narasi khilafah merupakan suara proapaganda pengasongnya. Setelah itu, kecerdasan kolektif umat, peneguhan wawasan keislaman-kebangsaan, dan benteng diri dari ideologi khilafah adalah sesuatu yang niscaya.

Beberapa Tawaran

Konsep “umat cerdas” memang kompleks. Di tengah isu Palestina, kebanyakan umat Muslim terseret narasi yang emosional. Alih-alih memahami masalah secara utuh dan mencari solusi bersama untuk itu, kebanyakan umat Islam justru kabur ke titik keputusasaan. Dari keputusasaan itulah, para pengasong khilafah masuk dan menawarkan ideologi politik yang mereka bungkus dengan label “khilafah Islam” dan “akhir zaman”.

Untuk itu, internet positif menjadi suatu keharusan. Rata-rata dakwah dunia maya dipenuhi oleh dakwah yang bernuansa ideologis dan tak presisi. Dalam konteks ini juga, benteng ideologis masing-masing kita juga penting, sehingga ideologi HTI tidak lagi rentan memengaruhi. Bicara perihal keterpengaruhan terhadap ideologi HTI tak pandang bulu, siapapun bisa terpengaruh, jika paham kabangsaannya nol.

Padahal, peneguhan keislaman dan kebangsaan adalah kunci utama. Itulah mengapa ia mesti dilakukan. Konfrontasi adalah gaya dakwah pengasong khilafah, yang digunakan untuk menyuarakan secara eksplisit maupun implisit doktrin ideologi mereka. Itulah agenda utamanya. Lantas, bagaimana menyikapi suara mereka, para pengasong khilafah, dalam konteks perang Palestina melawan Israel? Akan diulas pada bagian selanjutnya.

Wallahu A‘lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru