29.9 C
Jakarta

Kontribusi Penyuluh Agama Islam Mencegah Radikalisme di Era Digital

Artikel Trending

KhazanahOpiniKontribusi Penyuluh Agama Islam Mencegah Radikalisme di Era Digital
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Implementasi syariat Islam sangat pentingnya peran juru dakwah. Salah satu elemennya di Kementerian Agama dikenal dengan penyuluh agama atau PAI (Penyuluh Agama Islam) untuk warga Muslim.

Berdasarkan data base Kementerian Agama saat ini jumlah penyuluh agama PNS 5.276 orang. Sedangkan penyuluh agama non-PNS 62.282 sehingga totalnya 67.558 orang. Jumlah ini secara kalkulasi masih sedikit dengan jumlah penduduk negeri ini. Namun setidaknya kepedulian pemerintah terhadap hal ini telah menunjukkan arah yang sangat serius demi perbaikan dan kebaikan negeri ini.

Keberadaan penyuluh agama agar dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya berdakwah kepada umat. Sebaiknya mengetahui kondisi objektif dari masing-masing objek binaan, baik perorangan maupun kelompok. Pengenalan dan pemahaman penyuluh agama terhadap kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik umat akan memberikan gambaran apa dan bagaimana sebaiknya pembinaan dilakukan dan dapat dirumuskan dengan lebih baik.

Relevansi antara materi penyuluhan dan metode yang digunakan dapat dicapai apabila telah diketahui peta dari objek penyuluhannya. Ada beberapa hal pokok yang menjadi acuan dalam melakukan pemetaan objek penyuluhan, yaitu kelompok masyarakat dilihat dari tingkat sosial ekonominya, kelompok masyarakat dilihat dari tingkatan pendidikan dan pengetahuannya, kelompok masyarakat dilihat dari statusnya, dan kelompok masyarakat dilihat dari wilayah/geografis dan profesinya.

Sangat banyak ayat dan hadis terkait dengan tugas dari dari penyuluh agama Islam. Di antaranya disebutkan dalam surah Ali Imran ayat 104, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. bersabda, “Dari Abu Sa’id Al-Khudry r.a. berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah dia mengubah dengan tangannya (kekuasaannya), bila tidak mampu dengan lidahnya. Bila dia tak sanggup, maka dengan hatinya dan yang demikian ini adalah tindakan orang yang lemah imannya”.

Melaksanakan penyuluhan, yang mencakup amar makruf nahi mungkar, merupakan kewajiban bagi setiap Muslim menurut kadar kemampuan serta bidang masing-masing, agar umat manusia mengerjakan segala yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan larangan-Nya.

Penyuluh agama Islam merupakan bagian dari pelaksana dakwah yang ditugasi oleh Kementerian Agama, untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan agama, yang aktivitasnya telah diatur oleh pejabat yang berwenang, sehingga pelaksanaannya menjadi terarah dan terorganisir dengan baik.

Istilah penyuluh agama menjadi populer sejak dikeluarkannya SK Menteri Agama RI No. 79 Tahun 1985 didefinisikan pembimbing umat Islam dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjabarkan segala aspek pembangunan melalui pintu dan bahasa agama.

Dengan SK tersebut penyuluh agama menjadi sebutan yang dikenal luas oleh masyarakat. Karena penyuluh agama dimaksud tugasnya secara langsung berhadapan dengan masyarakat atau umat Islam, menjadi pembimbing agama Islam bagi mereka.

Penyuluh agama yang berasal dari PNS sebagaimana yang diatur konstitusi, adalah PNS yang diberi tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan kegiatan bimbingan keagamaan dan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama. Tugas pokoknya adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama.

Penyuluh agama Islam non-PNS adalah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diangkat, ditetapkan dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenang dan tanggung jawab secara penuh, untuk melakukan bimbingan, penyuluhan melalui bahasa agama dan pembangunan pada masyarakat melalui Surat Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota (SK Dirjen Bimas Islam Tahun 2016).

BACA JUGA  Memaknai Toleransi Beragama dan Menyudahi Radikalisme

Dalam konteks itu, peran penyuluh agama sangat berperan dalam masyarakat untuk mencegah radikalisme dalam masyarakat. Akar ideologi kelompok radikal adalah pola pemahaman tekstual terhadap Al-Qur’an, hadis, dan anti dialog. Selain itu kelompok radikal mempunyai fanatisme absolut terhadap imam-imam yang diikuti.

Pemahaman yang berbeda dan bertentangan dengan pendapat imam mereka dianggap sesat. Akar kelompok ini bisa ditelusuri dari sejarah permusuhan Barat dan Islam. Kelompok ini menolak sekularisasi, westernisasi, dan modernisasi.

Kelompok ini berorientasi politik dengan bergerak di bawah tanah dengan basis jemaah yang eksklusif. Mereka menginginkan kepemimpinan politik universal. Mereka dikenal dengan kaum salaf karena ingin menerapkan Islam seperti kalangan salaf (terdahulu) dalam mengamalkan ajaran Islam.

Komponen yang berperan penting terhadap situasi suatu negara, yaitu agama, ekonomi dan politik. Radikalisme kegiatannya dapat dikategorikan sebagai terorisme di mana terdapat suatu ancaman, kekerasan dan merenggut hak asasi.

Untuk itu, Indonesia harus bekerja sama menentang dan melawan untuk meminimalisir dampak radikalisme serta mendorong pemerintah untuk mencoba mengurai potret kemunculan paham radikal dengan mencoba membatasi potensi-potensi perkembangan paham itu dari luar, yakni dengan cara membentengi NKRI dari paham-paham yang tidak dibenarkan oleh agama.

Salah satunya bentengi NKRI dengan pemahaman sesuai ajaran Islam melalui pengajian, pendekatan anak dengan orang tua, dan melalui diskusi. Yang tidak kalah penting adalah revitalisasi lembaga, badan, dan organisasi kemahasiswaan intra maupun ekstra kampus.

Organisasi-organisasi yang ada di kampus memegang peranan penting untuk mencegah berkembangnya radikalisme ini melalui pemahaman keagamaan dan kebangsaan yang komprehensif dan kaya makna.

Keanggotaan dan aktivisme organisasi merupakan faktor penting untuk mencegah terjerumusnya seseorang ke dalam gerakan radikal yang ekstrem. Menurut Wahyu Ziaulhaq (2022) program “memanusiakan” ini, juga jadi salah salah satu prasyarat mencegah meluasnya aksi radikalisme dan terorisme . Untuk menjalankan langkah itu, pemerintah harus berdiri di garda depan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap keamanan warga negaranya.

Ketegasan dan keseriusan negara dalam melindungi warganya, menciptakan rasa aman, serta mencegah aksi kekerasan akibat radikalisme keagamaan ini menjadi amanah konstitusi yang mendesak dilakukan.

Dalam hal ini, pemahaman kembali Pancasila sebagai pilar bangsa dan pilihan terhadap paham keagamaan yang toleran dan moderat harus menjadi agenda yang dipertimbangkan. Ketegasan negara dan dukungan masyarakat tentu akan jadi kekuatan strategis guna membendung proliferasi radikalisme keagamaan ini.

Aliran radikal sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI. Sebab aliran radikal tidak toleransi, melakukan tindakan kekerasan yang mengancam keselamatan masyarakat, menyesatkan masyarakat, dan memprovokasi masyarakat untuk melawan pemerintahan yang sah.

Oleh karena itu kebaradaan paham radikal sangat dilarang sehingga melalui sosialisasi pencegahan paham radikal diharapkan terwujudnya kehidupan masyarakat damai, harmonis, saling toleran, bahu-membahu membangun negeri.

Berdasarkan dari penjelasan di atas, peran penyuluh agama Islam sangat urgen dan penting dalam pencegahan radikalisme dalam masyarakat. Keberadaan penyuluh agama Islam merupakan ujung tombak Kemenag yang memiliki peranan srategis sebagai penjaga agama, penjaga moral bangsa dengan menggunakan bahasa-bahasa agama yang humanis dan persuasif. Sudahkah kita berkontribusi dalam mencegah lahirnya radikalisme di era digital ini?

Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Dosen IAI Al-Aziziyah Samalanga, Bireuen dan Ketua PC Ansor Pidie Jaya, Aceh.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru