29.5 C
Jakarta

Ketika Negara Tidak Mau Ikut Campur Soal Agama

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanKetika Negara Tidak Mau Ikut Campur Soal Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Kemarin saya menghadiri bedah buku berjudul Anatomy of the State yang ditulis Murray Newton Rothbard, seorang ekonom asal Amerika, sekaligus pakar teori politik. Buku yang dibedah oleh teman saya sendiri menceritakan tentang organisasi sebuah negara yang tidak selamanya memiliki hak mengatur keseluruhan hidup manusia. Sebab, manusia punya kebebasan berpikir dan bertindak. Saya pikir, gagasan buku ini menarik didiskusikan mengingat negara saat ini terlibat langsung memonitor keseluruhan dari perbuatan dan pikiran warganya.

Saya mencoba melayangkan pertanyaan selepas uraian bedah buku itu disampaikan. Pertanyaan saya sederhana, kira-kira apa saja yang tidak perlu negara ikut campur dalam urusan warganya? Katanya, negara tidak berhak mengurusi agama. Mendengar jawaban ini, saya kaget. Dia melanjutkan, agama memiliki ruang privasi sehingga tidak penting negara terlampau religius “kepo” urusan agama. Gagasan ini mulai terlihat sekularisasinya. Tapi, masihkah gagasan buku ini relevan dihadapkan dengan negara Indonesia yang religius?

Pada sila pertama Pancasila disebutkan bahwa: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Maksudnya, sila ini menekankan kewajiban seluruh warga negara merah putih bertuhan atau lebih spesifiknya beragama. Tidak keliru jika agama di Indonesia berkembang dan beragam, mulai agama Islam hingga Konghucu. Jadi, tidak dapat dibenarkan warga negara yang ateis, meskipun pemikiran para ateis Barat tetap dibebaskan dikonsumsi di Indonesia, semisal Ludwig Feuerbach, Karl Marx, Friedrich Nietzsche, Sigmund Freud, dan Jean-Paul Sartre.

Prof. Komaruddin Hidayat, ilmuwan asal Indonesia berpesan, bahwa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari prinsip dasarnya, yaitu religiusitas dan pluralitas. Maka, tidak keliru jika di negara ini dibentuk Menteri Agama yang bertugas menangani agama-agama yang sehaluan dengan ideologi negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi tetap satu juga). Apa pun agama selagi beriringan dengan ideologi ini masih dapat diterima. Sebaliknya, agama yang ajarannya bertentangan jelas ditolak. Apa agama yang bertentangan dengan ideologi negara?

BACA JUGA  Satu Hal yang Sering Terlupakan Saat Memasuki Bulan Ramadhan

Radikalisme adalah paham (bila enggan berkata: “agama”) yang bertentangan dengan ideologi negara. Meski pengikutnya mengakui radikalisme bukanlah agama, tapi sebatas pemikiran, tetap yang namanya pemikiran adalah ajaran dan ajaran adalah bagian utama dari agama itu sendiri. Sebab, jika mereka bersikukuh radikalisme bagian dari ajaran Islam, maka gagasan ini cukup berseberangan dengan misi Islam yang menyeru rahmatan lil alamin.

Melihat kenyataan radikalisme, pemerintah di Indonesia tidak diam. Dibentuklah lembaga deradikalisasi, di antaranya, BIN, BNPT, dan Densus 88. Lembaga-lembaga ini bertugas mengawasi dan mengatasi radikalisme hingga ke akar-akarnya. Langkah ini cukup terlihat positifnya; telah banyak orang yang terpapar radikalisme kembali ke jalan yang benar. Mereka melakukan tobat dengan sungguh-sungguh.

Maka dari itu, penting negara terlibat langsung dalam menangani agama, agar warga tidak terjebak dan terpapar radikalisme. Karena, agama yang benar tidak membenarkan radikalisme yang tertutup terhadap perbedaan, gemar mengkafirkan, dan melakukan aksi-aksi terorisme. Agama yang dikontrol dengan benar sangat membantu dalam melangkah ke depan demi masa depan negara.

Bahkan, buku yang dibedah oleh teman saya tadi mungkin benar diterapkan di luar negeri semisal di Amerika. Sementara, di Indonesia gagasan buku itu masih cukup susah diaplikasikan, sementara sebagai sebuah bacaan tidak jadi masalah. Karena, Indonesia bukanlah negara sekuler, tapi negara religius. Agama menjadi faktor dalam perjalanan suatu negara ke depan.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru