26.1 C
Jakarta

Ketika Nafsu Tegakkan Khilafah Menghilangkan Pahala Puasa

Artikel Trending

Milenial IslamKetika Nafsu Tegakkan Khilafah Menghilangkan Pahala Puasa
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sepekan sudah kita berada di bulan Ramadan, menunaikan ibadah puasa. Menahan lapar dan dahaga, juga menahan hawa nafsu, kita sudah mulai terbiasa dengannya. Ibadah kita meningkat daripada bulan-bulan sebelumnya, dengan semangat mengharap ampunan-Nya. Puasa Ramadan mengajarkan banyak hal, utamanya tentang menahan diri. Namun, bagaimana jika ternyata seluruh ibadah yang kita lakukan sia-sia karena pahala puasa kita hangus tak tersisa?

Allah Swt. berfirman dalam surah al-Baqarah [2]: 183 bahwa tujuan puasa adalah menggapai predikat takwa. Artinya, puasa memang diistimewakan dengan pahala yang besar bagi umat beriman. Dalam sebuah hadis Nabi bahkan dikatakan, pahala puasa adalah hak prerogatif Allah; Dia yang akan menentukan besarannya. Dari sini dipahami bahwa sebagai manusia, tidaklah salah kita mengharap pahala puasa karena memang itu tujuan sejatinya.

Sayang sekali, banyak para sha’im yang ceroboh. Alih-alih mendapat pahala, ia justru hanya dapat lapar dan dahaga. Pahalanya hangus karena hal-hal yang dilakukannya selama berpuasa. Dianggapnya puasa hanya menahan dari makan dan minum saja. Padahal tidak demikian. Nabi bersabda, “Betapa banyak orang yang berpuasa, yang tidak mendapat apa pun kecuali lapar dan haus”. Lalu apa saja hal-hal yang dapat menghilangkan pahala puasa?

Nabi bersabda melalui riwayat al-Dailami, ada lima perkara yang dapat menghilangkan pahala puasa, yakni berdusta, ghibah, namimah, sumpah palsu, dan melihat dengan syahwat. Apa itu ghibah dan apa itu namimah adalah sesuatu yang menarik didiskusikan. Yang jelas, keduanya menghanguskan pahala puasa. Tugas kita adalah melakukan refleksi, apakah kita telah terbebas dari kelima hal tersebut atau justru terperangkap di dalamnya, terutama ketika dikaikan dengan isu khilafah.

Provokasi Aktivis Khilafah

Ghibah adalah membicarakan orang lain yang jika orang tersebut mendengar, ia akan kesal atau tidak enak hati. Ghibah berkaitan dengan suatu fakta namun buruk, maka tidak ada alasan untuk ber-ghibah hanya karena sesuatu tersebut benar-benar terjadi. Justru karena ada itulah disebut ghibah. Kalau seseorang membicarakan orang lain tentang sesuatu yang sebenarnya tidak ada, namanya bukanlagi ghibah, tetapi fitnah. Baik ghibah maupun fitnah, keduanya sama-sama penyakit hati.

Sementara itu, namimah adalah adu domba atau provokasi. Tujuannya adalah menciptakan kegaduhan, pertengkaran, dan ketidakakuran demi tujuan tertentu. Pelakunya disebut provokator, yang pekerjaannya adalah membuat propaganda hingga tercipta perselisihan di antara dua pihak atau lebih. Seperti ghibah, namimah menghilangkan pahala puasa. Dengan kata lain, siapa pun yang puasa tetapi masih melakukan provokasi, dipastikan pahala puasanya hangus.

BACA JUGA  Di Tengah Gusarnya Politik, Ada Teroris Bermain Pendanaan dan Intrik

Sekarang mari kita refleksikan, di negara ini, siapa kelompok yang suka menggunjing dan memprovokasi? Jawabannya adalah ‘para aktivis khilafah’. Isu khilafah telah jadi biang kerok masalah-masalah kebangsaan dan berandil besar dalam memorak-perandakan pandangan masayarakat tentang berbangsa dan bernegara. Mereka, para aktivis khilafah, memfitnah negara ini sebagai negara thaghut dan mengadu domba masyarakat dengan pemerintah.

Fitnah dan provokasi tersebut dilakukan terus menerus, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Dengan dalih menegakkan negara Islam, mereka menerobos sesuatu yang dilarang Islam itu sendiri. Bahkan pada setiap bulan Ramadan, provokasi aktivis khilafah semakin menjadi-jadi. Mereka menebarkan soal doktrin takfir dan bughat. Tujuan utamanya adalah menciptakan kegaduhan untuk menegakkan sistem yang mereka sebut syariat Islam; khilafah.

Optimalisasi Ramadan

Keinginan mendirikan khilafah, untuk diketahui, adalah nafsu politik transnasional yang hingga kini belum ditemukan penanggulangannya yang efektif di Indonesia. Nafsu akan tegaknya khilafah tersebut, yang dibumbui oleh manipulasi syariat Islam, mendorong maraknya fitnah dan namimah di tengah masyarakat kita. Ironisnya, selama Ramadan, namimah tersebut terus ditingkatkan kadarnya dengan harapan terjadi chaos yang dapat dimanfaatkan untuk menegakkan khilafah.

Para aktivis khilafah mengoptimalisasi Ramadan untuk agenda ideologisasi mereka, dengan memasifkan provokasi yang jelas-jelas menghilangkan pahala puasa seluruhnya. Dalam konteks ini, nafsu tegakkan khilafah membutuhkan semangat serupa pada sebaliknya, yaitu semangat melawannya. Tujuannya dua; menyelamatkan pahala puasa dan menjaga Indonesia dari khilafahisasi. Optimalisasi Ramadan artinya mengerahkan segala upaya untuk mengonter isu khilafah.

Jangan sampai nafsu akan khilafah membuat puasa kita sia-sia karena pahalanya hangus. Senantiasa menebarkan propaganda di media sosial, umpamanya, demi menggaet massa ke dalam khilafahisme, adalah kenaifan hakiki—apalagi jika dalihnya menebarkan syariat. Bulan Ramadan baiknya diisi dengan mengaji, tadarus, dan memperdalam Islam, bukan diisi dengan menjadi jemaah aktivis khilafah. Hanya dengan menghindari nafsu khilafah, Ramadan kita akan optimal.

Apakah ada tindakan khusus untuk menangani masalah ini? Tidak ada. Isu untuk menegakkan khilafah memang diinisiasi oleh kelompok tertentu, namun nafsu terhadapnya kembali pada ghirah individual. Setiap individu yang pro-khilafah akan melakukan hal-hal yang mengarah pada provokasi, dan provokasi di bulan Ramadan sangat ampuh menghilangkan pahala puasa. Maka, waspadalah dengan nafsu khilafah yang sebabkan penyakit hati dan membuat puasa kita tersisa lapar dan haus belaka.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru