26.3 C
Jakarta

Kesalahpahaman Kelompok Radikal-Teroris dalam Memahami Perintah Perang

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanKesalahpahaman Kelompok Radikal-Teroris dalam Memahami Perintah Perang
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Perang melawan orang kafir atau musyrik memang pernah dilakukan oleh Kanjeng Nabi beserta sahabatnya. Sebut saja, Perang Badar, Perang Uhud, dan masih banyak yang lainnya.

Mirisnya, peristiwa perang ini dijadikan dalih bagi kelompok radikal ketika mereka melakukan aksi-aksi kekerasan, mulai demonstrasi hingga aksi terorisme di beberapa wilayah tertentu tak terkecuali di Indonesia.

Kelompok radikal berasumsi perang melawan orang kafir merupakan perintah wajib yang tidak boleh ditinggal. Mereka bersikeras menerapkan islamisasi di penjuru dunia. Karena, bagi mereka, kebenaran agama mutlak milik Islam. Bahaya!

Kekeliruan kelompok radikal terkait memahami perintah perang dalam Islam tak terhitung banyaknya. Pertama, mereka tidak mengerti istilah perang itu sendiri. Perang bukan hanya dipahami sebagai menyerang orang kafir, tetapi bisa memerangi hawa nafsu diri sendiri. Sudahkah mereka memerangi hawa nafsunya?

Perang melawan hawa nafsu jauh lebih penting dibanding perang melawan orang kafir. Karena, hawa nafsu termasuk musuh yang bersemayam dalam diri. Artinya, musuh ini sangat mungkin mengintai kapanpun dan di manapun.

Kedua, sebab-sebab perang ditegakkan oleh Nabi dan sahabatnya yang jelas belum diketahui oleh kelompok radikal. Dalam beberapa ayat Al-Qur’an hampir dinyatakan bahwa Nabi berperang karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Bukan Nabi menyerang duluan.

BACA JUGA  Membangun Jakarta ala Anies Baswedan

Perang yang dilakukan Nabi jelas berbeda dengan perang yang dilakukan oleh kelompok radikal-teroris. Mereka berperang bukan karena menyelamatkan diri, tapi membunuh orang demi kepentingan pribadi dan politik. Mereka berambisi menggantikan negara yang dianggap kafir menjadi negara Islam. Berbahaya, bukan?

Ketiga, beberapa ulama, di antaranya, Fakhruddin al-Razi dan Burhanuddin al-Biqa’i menyatakan bahwa perang boleh ditegakkan hanya di negara Islam. Pernyataan ulama tersebut jarang diperhatikan oleh kelompok radikal-teroris. Mereka lebih mengikuti hasutan hawa nafsunya. Padahal, perkataan ulama jauh lebih mendekati kebenaran.

Mengapa perang hanya boleh ditegakkan di negara Islam? Jika perang ditegakkan di negara yang bukan Islam, jelas menghadirkan kemudaratan yang tak terbilang. Akan sangat banyak pemeluk agama lain yang hidupnya terganggu. Padahal, esensi dari Islam itu adalah kedamaian sesuai dengan akar katanya “salam” yang berarti perdamaian.

Sebagai penutup, perang yang dilakukan oleh kelompok radikal-teroris tidak dapat dibenarkan. Perang versi mereka bertentangan dengan perang yang diperintahkan oleh Islam. Islam tidak memerintahkan perang selama tidak diserang.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru