34.8 C
Jakarta

Hukum Aqiqah Anak Setelah Dewasa dalam Islam

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamHukum Aqiqah Anak Setelah Dewasa dalam Islam
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. – Aqiqah adalah penyembelihan hewan berupa kambing atau domba atas nama bayi yang dilahirkan. Pelaksanaan aqiqah dapat menjadi wujud rasa syukur orang tua terhadap kelahiran buah hatinya.

Sayyid Sabiq menerangkan dalam kitab Fiqih Sunah 5 bahwa melaksanakan aqiqah hukumnya sunah muakkad dengan menyembelih dua ekor kambing bagi bayi laki-laki dan satu ekor kambing bagi bayi perempuan. Aqiqah juga dilaksanakan oleh Rasulullah SAW serta para sahabat beliau.

Anjuran melaksanakan aqiqah bersandar pada hadits Rasulullah SAW, salah satunya diriwayatkan dari Samurah bin Jundub, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan An-Nasa’i)

Aqiqah dianjurkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran sang bayi sampai usia anak belum dewasa atau baligh. Lantas, bolehkah aqiqah dilaksanakan bagi orang yang sudah dewasa? Berikut ini penjelasannya.

Para ulama memiliki perbedaan pendapat berkaitan dengan hukum aqiqah bagi orang dewasa. Sebagian ulama mengatakan tidak perlu aqiqah, sedangkan sebagian ulama lain menyatakan bahwa aqiqah bagi orang dewasa hukumnya diperbolehkan.

Mengutip dari kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid Jilid 1 karya Ibnu Rusyd, ulama yang membolehkan aqiqah bagi orang dewasa perlu disertai dengan niat bahwa dirinya mewakili orang tuanya dalam melaksanakan aqiqah tersebut.

Sandaran ulama yang membolehkan aqiqah bagi orang dewasa mengacu pada hadits dari Anas bin Malik RA, ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ مَا بُعِثَ بِالنُّبُوَّةِ

Artinya: “Bahwasanya Nabi SAW mengaqiqahkan diri beliau sendiri setelah beliau diangkat menjadi nabi.” (HR Al-Baihaqi)

BACA JUGA  Hukum Baca Qunut di Separuh Terakhir Ramadhan

Namun, sanad dari hadits tersebut dikatakan dhaif. Meskipun demikian, pengikut Imam Syafi’i memiliki pendapat bahwa anak-anak yang sudah dewasa dan belum diaqiqahi oleh orang tuanya dianjurkan baginya melakukan aqiqah sendiri.

M. Syukron Maksum dalam Buku Pintar Panduan Lengkap Ibadah Muslimah menerangkan bahwa pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa, maka boleh dilaksanakan pada hari keempat belas atau hari kedua puluh satu. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.

Buku ini turut menerangkan jika seorang anak belum diaqiqahi oleh orang tuanya, ia bisa melakukan aqiqah sendiri saat dewasa. Hal ini bersandar pada riwayat bahwa suatu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “Ada orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?”

Kemudian Imam Ahmad menjawabnya, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh.”

Sementara itu, dalam buku Ensiklopedia Fikih Wanita oleh Agus Arifin dinyatakan bahwa kesunahan aqiqah hanya sampai seorang anak mencapai usia baligh. Apabila seorang anak sudah baligh dan belum diaqiqahi, maka kesunahannya menjadi gugur.

Bagi orang dewasa yang belum aqiqah lebih baik dan dianjurkan untuk melaksanakan ibadah kurban saja. Sebab, hakikatnya kurban dan aqiqah sama-sama dilakukan dengan menyembelih hewan ternak.

Pelaksanaan kurban juga menjadi tanggung jawab pribadi. Berbeda dengan aqiqah yang termasuk sebagai tanggung jawab orang tua pada anaknya sehingga tidak wajib bagi orang dewasa untuk mengaqiqahkan diri sendiri.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru