27 C
Jakarta

Keniscayaan Anak Muda Bersih-bersih Virus Radikal di Indonesia

Artikel Trending

KhazanahPerspektifKeniscayaan Anak Muda Bersih-bersih Virus Radikal di Indonesia
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Banyak tokoh dari berbagai kalangan menaruh ekspektasi yang sangat tinggi terhadap kalangan anak-anak muda untuk ikut membantu menyelesaikan permasalahan radikalisme di Indonesia yang sulit dihentikan hingga detik ini.

Pertanyaannya adalah, apa yang membuat anak muda justru menjadi tumpuan harapan dari permasalahan yang tidak pernah selesai ini? Seberapa besarkah kadar kemampuan yang dimiliki anak-anak muda untuk menanggulangi virus radikal di Indonesia?

Walaupun banyak yang menaruh harapan terhadap kaum muda, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa di sisi lainnya masih banyak yang belum percaya sepenuhnya terhadap keikutsertaan anak muda dalam pemberantasan penyebaran paham radikal.

Masih banyak yang beranggapan bahwa orang dewasa saja kesulitan untuk menanganinya. Apalagi diserahkan kepada anak muda yang belum mempunyai pengalaman yang banyak dan masih labil.

Sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk mengkaji dahulu secara mendalam tentang posisi anak-anak muda dalam struktur sosial kemasyarakatan serta bagaimana perannya dalam membawa perubahan besar dalam setiap zaman.

Kenyataannya, anak-anak muda memang terbukti mampu memikul tanggung jawab besar untuk mengawal jalannya peradaban. Anak-anak muda identik dengan karakter positif seperti antusiasme dan semangat yang tinggi, memiliki kreativitas dan inovasi serta memiliki kepekaan terhadap perubahan zaman.

Karakter inilah yang menjadikan anak muda memiliki kesempatan yang besar untuk mengambil posisi sebagai motor penggerak perkembangan dan perubahan dalam berbagai masa.

Dalam pandangan Islam pemuda juga menempati kedudukan yang strategis sebagai bagian penting dalam pembentukan masa depan suatu komunitas atau bangsa. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya memberikan penegasan bahwa para pemuda merupakan pejuang yang berani membawa kebenaran serta menghancurkan kebathilan.

Sudah tercatat dalam sejarah banyak sekali tokoh-tokoh besar dunia sukses menorehkan tinta emasnya dengan menciptakan kemajuan bagi umat manusia di usia yang terbilang masih sangat belia.

Contohnya Thomas Edison yang mulai menciptakan penemuan yang signifikan dalam bidang telegraf dan telepon pada usia muda 20-an. Di masa yang lebih jauh lagi ada Alexander The Great berhasil menjadi Raja Makedonia pada usia 20 tahun dan memimpin pasukan penaklukan yang luar biasa pada usia muda 22-23.

Dalam Islam juga ada banyak tokoh muda yang berpengaruh terhadap peradaban. Misalnya Ibnu Sina, seorang cendekiawan Muslim terkenal yang memulai penelitian medis dan filsafatnya pada usia muda.

Selanjutnya ada Ibnu Khaldun adalah seorang sejarawan, filsuf, dan sosiolog Muslim terkemuka. Dia mulai menulis karyanya yang terkenal, “Muqaddimah,” pada usia muda 17 tahun. Atau Sultan Muhammad Al-Fatih Raja Turki Ustmani yang berhasil menaklukkan Konstatinopel dan membawa kejayaan Islam di usianya yang masih 21 tahun.

Dari data-data di atas sudah jelas bahwa anak muda selalu memiliki peran penting dalam perkembangan peradaban. Kesuksesan tokoh-tokoh dunia tersebut didukung dengan karakter anak muda yang sudah tidak dimiliki oleh orang dewasa seperti keberanian mengambil risiko, ketekunan dalam menjalankan peran, dan energi fisik.

Lalu apa korelasinya dengan pemberantasan paham radikal di Indonesia saat ini?

Perlu diketahui jumlah anak muda Indonesia saat ini diambil dari data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS)  pada Maret 2022 bahwa jumlah anak muda di Indonesia sebanyak 68,82 juta jiwa.

Jumlah ini jika dikurasikan dengan seluruh warga Indonesia maka 24% dari total penduduk adalah anak muda. Anak-anak muda Indonesia sangat berpotensi dan berkesempatan besar untuk membersihkan virus-virus radikal dengan kecocokan karakter-karakter yang dimilikinya.

BACA JUGA  Mencegah Radikalisme dari Akar Rumput

Setidaknya ada beberapa komponen penting yang dimiliki oleh anak muda Indonesia sebagai counter attack atau serangan balik invasi paham radikal di masyarakat.

Komponen pertama adanya akses pendidikan yang dimiliki oleh anak-anak muda di Indonesia. Anak muda yang memiliki akses pendidikan akan mempunyai pengetahuan yang sangat luas. Dengan luasnya pengetahuan mereka dapat digunakan untuk menangkap beragam informasi di sekitar mereka, khususnya terkait bagaimana alur pergerakan radikalisasi di masyarakat.

Anak muda yang berpengetahuan luas biasanya juga memiliki pemahaman yang mendalam disertai dengan kemampuan berpikir secara kritis. Kemampuan ini sangat penting untuk menganalisis secara mendalam tentang isu-isu sosial, politik, agama, dan budaya yang mungkin menjadi dasar untuk radikalisme. Setelah informasi didapatkan selanjutnya bisa dilakukan identifikasi tentang propaganda atau argumen ekstrem, untuk membuat keputusan yang lebih baik.

Komponen kedua pemuda memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mengolah sumber daya teknologi dan informasi. Di era digital seperti saat ini proses radikalisasi menjadi tidak terbendung karena para kelompok radikal pintar memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menyebarkan paham mereka dengan cepat dan tanpa hambatan.

Sementara itu anak-anak muda lebih menguasai tentang penggunaan teknologi yang terus berkembang daripada orang-orang dewasa. Kemampuan ini secara efektif dapat digunakan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memanfaatkan data untuk memahami pola-radikalisasi yang mungkin muncul secara online dan offline sebelum mengambil strategi untuk melawannya.

Selain itu kinerja teknologi dapat digunakan untuk mengampanyekan pesan anti-radikalisasi lewat berbagai platform seperti sosial media, website ataupun yang lainnya. Anak muda yang menguasai penggunaan sumber daya teknologi dapat mengambil peran yang signifikan dalam berbagai bidang dan memiliki potensi untuk berkontribusi pada pemusnahan bibit radikalisme di masyarakat.

Komponen ketiga yaitu anak muda mampu merespons dengan cepat berbagai perubahan-perubahan yang terjadi. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa anak-anak muda memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap banyak hal. Sehingga mereka dapat merespons berbagai hal dengan cepat untuk mendapatkan informasi yang bisa digunakannya.

Didukung dengan pendidikan yang berkualitas serta pengawasan dari orang dewasa maka kemampuan respons cepat anak-anak muda ini dapat digunakan untuk membersihkan virus-virus radikal yang tersembunyi sekalipun.

Sebagaimana kita ketahui bahwa radikalisme adalah fenomena yang sangat dinamis dan sulit diprediksi. Respons serta adaptasi cepat yang dimiliki anak muda dapat digunakan  untuk memahami perubahan-perubahan ini secara mendalam.

Itulah kenapa anak-anak muda mempunyai kesempatan besar untuk menyelesaikan permasalahan radikalisme di Indonesia. Namun kenyataannya masih jarang orang-orang dewasa melibatkan anak-anak muda untuk membantu pembersihan radikalisme dan ekstremisme.

Alasannya karena belum adanya adanya kepercayaan yang terbangun terhadap kemampuan anak-anak muda yang dianggap belum punya banyak pengalaman. Selain itu juga munculnya ketakutan bahwa anak-anak muda justru akan terjebak dan terseret dalam pusaran radikalisme itu sendiri.

Namun anak-anak muda harus diberikan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung melawan radikalisasi.

Dengan diterjukannya dalam perlawanan langsung terhadap arus radikal, anak-anak muda jadi lebih paham tentang bagaimana bahayanya ajaran radikal dan bagaimana menyelesaikannya.

Tentu saja harus disertai pengawasan orang dewasa serta para ahli agar anak-anak muda dapat dipantau dan tidak keluar jalur yang semestinya.

 

Muhamad Andi Setiawan
Muhamad Andi Setiawan
Sarjana Sejarah Islam UIN Salatiga. Saat ini aktif dalam mengembangkan media dan jurnalistik di Pesantren PPTI Al-Falah Salatiga.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru