27.8 C
Jakarta

Islam Agama Perang, Benarkah atau Sebatas Tuduhan?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanIslam Agama Perang, Benarkah atau Sebatas Tuduhan?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Kemarin saya berdiskusi dengan teman-teman di kantor. Diskusinya cukup menarik, karena yang dibahas bukan melulu soal politik, tapi soal keislaman. Saya pikir, mendiskusikan agama yang dibawa Nabi Muhammad ini menarik sebab agama ini seringkali disalahtafsirkan oleh beberapa orang yang terintervensi kepentingan sepihak.

Satu hal yang saya kurang setuju dari argumen teman saya tadi adalah mengatakan bahwa Islam itu agama yang kejam. Saya kaget mendengar klaim setajam itu. Saya tanya alasan argumen itu, dia menjelaskan bahwa berdasarkan fakta sejarah Islam memerintahkan perang, sehingga terjadilah pertumpahan darah. Islam bahkan memberikan label kafir pada orang yang berbeda agama, sehingga dengan label ini seakan Islam membangun tembok yang tebal dan tinggi untuk memisahkan diri dari orang yang berbeda agama. Maksudnya, mereka seakan bukan saudara.

Saya tersenyum saja mendengar argumen yang patah dan parsial itu. Mereka pasti belum membaca isi kitab suci secara menyeluruh, sehingga kesimpulan yang dihasilkan timpang. Saya coba tanggapi satu persatu. Mengenai Islam yang diklaim sebagai agama perang. Benarkah Islam agama perang? Betulkah perang pernah memuncak pada masa penyebaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad?

Perang memang pernah terjadi pada masa terurusnya Muhammad sebagai Nabi. Itu fakta sejarah yang tidak dapat ditolak. Bahkan, Tuhan dalam kitab suci Al-Qur’an memerintahkan perang. Tapi, tidak benar jika disebut Islam sebagai agama perang. Islam sejujurnya tidak menghendaki kekerasan alias perang. Tapi, membela diri adalah suatu kewajiban dalam Islam, sehingga perang memuncak pada masa itu karena pemeluk agama Islam diserang, sehingga satu-satunya cara menyelamatkan diri adalah melawannya dengan memerangi musuh.

BACA JUGA  Tafsir Lingkungan di Tengah Kebijakan Penguasa

Kemudian, perintah Tuhan untuk berperang tak lain dan tak bukan untuk menyelamatkan diri dan agama dari serangan orang-orang yang jahat. Jadi, perintah itu harus dipahami kronologis atau sabab di balik peristiwa perang itu. Tuhan tidak suka terjadi pertumpahan darah. Karena itu merupakan tindakan picik para pemberontak. Jadi, tidak benar jika Islam disebut sebagai agama perang. Bahkan, itu tidak sesuai dengan arti kata ”Islam”, yaitu perdamaian. Bagaimana mungkin terjadi suatu perdamaian jika perang dijadikan sebagai solusi?

Kemudian, mengenai klaim kafir yang disematkan kepada orang yang berbeda agama, memang itu ada dalam teks kitab suci. Tapi, yang perlu digarisbawahi bahwa klaim kafir itu bukan bermaksud untuk menghadirkan perpecahan. Tapi, lebih kepada sebutan saja, tidak lebih dari itu. Buktinya, Nabi mengklaim kafir orang yang musyrik tapi dia tetap menghormati perbedaan mereka. Nabi katakan, ”Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” (QS. al-Kafirun: 6). Ini bukti bahwa toleransi masih terjalin antara Nabi dan orang musyrik.

Nabi tidak pernah memusuhi orang yang beda agama. Meski Nabi menyebutnya kafir, tapi Nabi memahami sebutan itu bukan dalam maksud yang negatif sebagaimana maksud kafir yang digaungkan oleh kelompok Hizbut Tahrir (HT). Sekali lagi berbeda. Nabi tetap membela hak-hak orang non-muslim dengan dibebaskan membuat tempat ibadah. Ini bukti bahwa Nabi terbuka.

Sebagai penutup, tidak benar argumen teman saya yang menyebut Islam sebagai agama perang dan mengklaim Islam jahat sebab menyebut orang beda agama dengan sebutan kafir. Argumen yang dibangun itu parsial dan tidak utuh, sehingga kesimpulannya tidak benar dan bersifat tuduhan semata.[] Shalallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru