32.1 C
Jakarta

Idulfitri: Keistimewaan Islam dan Momentum Kerukunan Universal

Artikel Trending

Milenial IslamIdulfitri: Keistimewaan Islam dan Momentum Kerukunan Universal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Akhirnya Hari Raya Idulfitri 1445 Hijriah tiba. Hari ini merupakan momentum kembali sucinya jiwa-jiwa umat Islam setelah sebulan penuh menunaikan ibadah puasa. Dalam sebuah riwayat, Nabi mengatakan, Ramadan merupakan momen peleburan dosa bagi Muslim—jika mereka melakukan ibadah sebagaimana yang disyariatkan—sehingga 1 Syawal umat Islam bersih dari segala dosa. Itulah keutamaan Idulfitri.

Namun bukan itu saja. Idulfitri dapat dilihat sebagai wujud keistimewaan Islam dan momentum kerukunan universal. Mengapa demikian? Ada dua alasan. Pertama, umat-umat terdahulu tidak mendapat privilese semacam itu. Umat Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa memang Allah berikan berbagai keistimewaan seperti hidangan dari langit (al-ma’idah) dan sebagainya. Tetapi, diampuni dosanya berkat satu malam mulia: lailatulqadar, tidak ada.

Kedua, saat idulfitri semua kerabat berdatangan. Tradisi mudik dan halal bihalal merupakan bukti konkret dari kerukunan universal tersebut. Tidak peduli seberapa besar kesalahan yang pernah dibuat selama setahun terakhir, ketika Idulfitri seluruhnya saling bermaaf-maafan. Namun ini berlaku bagi jiwa-jiwa yang bersih berkat Ramadan. Sebab, beberapa orang tetap dalam sifat yang negatif seperti bermusuhan—karena tidak mendapat keberkahan Ramadan.

Melihat Idulfitri sebagai keistimewaan Islam dan kerukunan universal kemudian juga meniscayakan dua sikap. Pertama, tidak perlu menyalahkan orang atau kelompok lain. Semuanya memiliki keistimewaan tersendiri. Tidak boleh men-judge yang lain sebagai salah, bid’ah, bahkan kafir. Kedua, bersikap toleran kepada sesama. Islam radikal dan ekstremisme tidak boleh jadi karakter keberagamaan; persatuan dan kesatuan adalah yang utama.

Bermaaf-maafan Sesama

Keistimewaan terbesar Idulfitri ialah karena momentum ini mempererat relasi sesama. Sanak saudara yang jauh datang, saling bersilaturahmi, dan hubungan yang renggang dengan tetangga maupun saudara jauh menjadi dekat. Tidak hanya itu, Idulfitri juga mengenalkan kekerabatan yang nyaris terlupakan melalui halal bihalal. Pada intinya, Idulfitri merupakan momentum bermaafan sesama dan menghilangkan semua sekat.

Sekat-sekat sosial dan polarisasi politik hilang. Seluruh umat Islam kembali ke fitrah dalam arti suci dari segala permusuhan, kebencian, hingga perpecahan. Simbolisasinya ialah baju putih, yang tidak sekadar atribut fisik melainkan tanda bersihnya jiwa dari hal-ihwal “radikal” kehidupan. Jika radikalisme dan terorisme menciptakan sekat dan kebencian sesama, Idulfitri justru mengeratkannya dan menebarkan kasih antarumat.

BACA JUGA  Stop Polarisasi! Rakyat Indonesia Mesti Bersatu

Dalam segala hal, momentum Idulfitri dapat dibaca sebagai antitesis radikalisme. Ia menjadi momentum kerukunan universal, yakni ketika seluruh Muslim di dunia merayakan kemenangan mereka dari segala kebatilan selama bulan Ramadan. Bagaimana nafsu-nafsu negatif dibuang, semestinya juga menyudahi potensi jiwa-jiwa radikal seseorang. Sebab, radikalisme sarat dengan nafsu dan jauh dari kebenaran (al-haqq).

Namun, apakah momentum bermaaf-maafan sesama ini hanya bersifat seremonial setiap 1 Syawal? Kembali pada orangnya masing-masing. Penyucian jiwa semestinya bersifat permanen, yang dalam konteks radikalisme, artinya Idulfitri mampu mendorong seseorang untuk jauh dari radikal-terorisme itu sendiri. Atau, seseorang dijauhkan dari kesalahan keberislaman yang mencederai persatuan dan kesatuan.

Mempererat Persatuan dan Kesatuan

Idulfitri bukan perayaan kemenangan pasca-puasa belaka, tetapi juga kesempatan emas untuk mempererat persatuan dan kesatuan dalam masyarakat. Di tengah pluralitas, Idulfitri menjadi jembatan yang menghubungkan hati dan jiwa umat Islam satu sama lain atau antarumat beragama, serta menjadi momentum penting untuk memperkuat solidaritas kebangsaan dalam bingkai kebhinekaan.

Karena itu, mari gunakan kesempatan ini untuk merajut kembali tali persaudaraan, menghapuskan batas-batas perbedaan, dan memperkuat ikatan kebersamaan di tengah masyarakat. Lewat kebersamaan dalam melaksanakan ibadah shalat Id, berkunjung ke rumah sanak saudara, dan berbagi kebahagiaan dalam berbagai tradisi, umpamanya, atmosfer saling toleransi yang menyatukan akan tercipta.

Tidak ada momen, yang lebih tepat daripada Idulfitri, untuk menegasikan perbedaan-perbedaan, memaafkan kesalahan, dan memperbaiki hubungan yang retak. Mari datang kepada sesama dengan hati yang tulus dan terbuka, siap menerima maaf dan memberikan maaf, sehingga sesama umat Muslim dapat memulai lembaran baru dengan semangat kebersamaan dan persatuan ke depan.

Dengan mengoptimalkan Idulfitri sebagai momentum untuk mempererat persatuan dan kesatuan, harmoni masyarakat menemukan momentumnya. Mari jadikan Idulfitri bukan hanya sebagai perayaan seremonial yang individual, tetapi juga sebagai kesempatan untuk membangun masyarakat inklusif nan harmonis. Hanya dengan mempererat persatuan dan kesatuan, umat Muslim telah ber-Idulfitri sesuai ideal ajaran Islam.

Selamat Hari Raya Idulfitri 1445 H. Mohon Maaf Lahir & Batin.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru