30.8 C
Jakarta

Gotong Royong Hancurkan Teroris dan Kamuflase Gerakannya

Artikel Trending

Milenial IslamGotong Royong Hancurkan Teroris dan Kamuflase Gerakannya
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Negara kita tercinta, Indonesia, sebagai negara majemuk; beragam suku, agama, dan budaya, menghadapi tantangan besar dalam hal stabilitas dan persatuan. Salah satu ancaman besar yang perlu kita hadapi adalah teroris, terutama yang memakai kamuflase. Sepak terjang mereka tidak baru. Pemberontakan di masa lalu masih menyisakan jejak memilukan. Gerakan terorisme—yang menjadikan Islam sebagai tameng manipulasi—bukan sesuatu yang remeh-temeh.

Baru-baru ini, di TikTok, juga di Twitter, masyarakat digemparkan oleh kontroversi sebuah pesantren di Indramayu: Al-Zaytun. Tersebar soal ajaran-ajaran menyimpang seperti penghalalan zina, penebusan dosa, Indonesia sebagai kiblat Muslim—pengganti Kakbah, hingga afiliasi terorisme. Muncul juga sejumlah tokoh yang dirumorkan jadi backing-an pesantren tersebut, seperti Moeldoko dan pejabat tinggi lainnya. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?

Ada dua titik terang persoalan. Pertama, kenyelenehan ajaran pesantren Al-Zaytun. Kedua, desas-desus NII KW 9. Ketika ditilik dengan cermat berdasarkan data-data yang ada, kedua persoalan tersebut ternyata saling berkaitan, yakni kamuflase terorisme. Benarkah Al-Zaytun adalah sarang kelompok teror NII, yang di dalamnya diajarkan tentang seluk-beluk terorisme? Benarkah mereka tengah berkamuflase untuk mengelabui negara dan aparat? Apa yang harus kita lakukan?

Di situlah gotong royong diperlukan. Pemerintah dan masyarakat perlu bersatu untuk menghancurkan sel-sel teror di antero negeri. Jika pesantren seperti Al-Zaytun terindikasi, apalagi terbukti, menjadi teritorial terorisme, dan seluruh kontroversinya merupakan bagian dari kamuflase gerakan, tindakan tegas wajib segera diambil. Pesantren tersebut mesti dibubarkan, dan para teroris di dalamnya harus dihukum mati—seperti yang dilakukan pada pimpinan NII, Kartosoewirjo.

NII dan Pemberontakan

Negara Islam Indonesia (NII) memiliki sejarah dan ideologi yang mengkhawatirkan. Mereka memperjuangkan sistem khilafah, Darul Islam, dan menimbulkan ketegangan di masyarakat. Ancamannya ialah pemberontakan, konflik, dan penyimpangan keberislaman. Dalam konteks itu, penting bagi masyarakat untuk memahami akar NII, historisitas pemberontakan, juga nasib buruk yang akan dialami negara jika mereka dibiarkan.

Pemberontakan yang dipimpin Kartosoewirjo di masa lalu adalah contoh nyata bahaya NII. Banyak pelajaran berharga dari peristiwa tersebut, termasuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi radikalisasi, seperti ketidakpuasan sosial, ketidakadilan, dan kurangnya akses terhadap pendidikan. Namun yang lebih penting untuk diperhatikan ialah soal kelengahan masyarakat. Pemberontakan mereka disebabkan kurangnya atensi terhadap terorisme waktu itu.

Dalam konteks hari ini, pesantren Al-Zaytun di Indramayu tampak sebagai institusi pendidikan. Harusnya yang diajarkan adalah wasatiah Islam. Wawasan kebangsaan tentang Pancasila dan demokrasi juga. Ia bukan institusi baru, secara eksistensi. Namun apa yang mereka sumbangkan untuk umat hari ini memperlihatkan sebaliknya. Al-Zaytun malah meniru gaya NII yang tentu saja itu bukan kebetulan. Boleh jadi, pemberontakan yang sama juga tengah dipersiapkan.

BACA JUGA  Menutup Ramadan dengan Spirit Wasatiah Islam

Luas pesantrennya 1.200 hektar. Cukup untuk melakukan i’dad, latihan perang, sebelum pemberontakan yang sebenarnya terjadi. Apakah pemberontakan NII di masa lalu akan dilakukan kembali oleh Panji Gumilang dan Al-Zaytun? Ini tidak bisa dibiarkan. Semua kamuflase pesantren tersebut harus diungkap ke publik. Bersama masyarakat, aparat harus gotong royong untuk menghancurkan segala ancaman tersebut. Wajib. Tidak bisa tidak.

People Power Kontra-Terorisme

Bahwa masyarakat memiliki peran krusial dalam melawan terorisme itu tidak dapat disangkal. Membangun kesadaran untuk menghadapi bahaya laten teror tidak hanya tugas pemerintah belaka. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan tokoh agama jelas penting dalam upaya kontra-radikalisasi. Akumulasi kekuatan seluruh unsur tersebut akan menjelma sebagai people power, tetapi bukan dalam pemberontakan, melainkan dalam hal kontra-terorisme.

Kita perlu bersatu dan berperan aktif menjaga persatuan Indonesia. Kekuatan masyarakat tidak hanya bermanfaat untuk menggulingkan rezim seperti yang terjadi pada 1998, tetapi juga untuk membabat habis terorisme di Indonesia. Tanpa gotong royong, teroris akan terus bermunculan dan menarget masyarakat itu sendiri. Bisa dilihat di Al-Zaytun, para santrinya bergerombol untuk membangun kekuatan melawan para demonstran, lalu mengapa kita masih enggan untuk solid?

NII memang sudah punah bersamaan dengan wafatnya Kartosoewirjo. Namun demikian, bibit-bibit Daulah Islam tidak pernah punah, dan Al-Zaytun kentara sekali tengah melakukan agenda besar. Apa yang lebih berguna daripada gotong royong, ketika pesantren tersebut kebal hukum dan tidak ditindak karena alasan yang belum jelas? Tidak ada. Maka umat Muslim harus saling berpangku tangan untuk mengungkap kamuflase terorisme dan menghancurkan teroris tersebut.

Dan gotong royong yang dimaksud tidak hanya ketika menghadapi Al-Zaytun dan isu NII-nya, tetapi untuk memerangi seluruh indikasi terorisme—siapa pun aktornya. Di era media sosial ini, masyarakat adalah kunci kekuatan dan hanya kekompakanlah yang akan berhasil menyelesaikan suatu permasalahan. Simpang siur dan cekcok sesama hanya akan semakin memperumit keadaan dan melestarikan ancaman teroris itu sendiri.

Ihwal Al-Zaytun, baiknya pemerintah segera membubarkannya. Sudah jelas segala penyimpangannya, dari segi doktrin keislaman hingga indikasi terorisme. Masyarakat sudah tahu semua itu dan gotong royong untuk mendorong penghancuran pesantren Al-Zaytun sudah terbentuk; menggema di mana-mana.

Ada satu fakta yang perlu diperhatikan mengenai gotong royong, yaitu dampak buruk ketika ia diabaikan. Itulah mengapa gotong royong, yang melahirkan people power, menjadi jalan alternatif untuk menghancurkan teroris dan semua kamuflase gerakan mereka.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru