26.7 C
Jakarta

Cerita Mantan Napiter Hidup Pasca Dipenjara

Artikel Trending

KhazanahTelaahCerita Mantan Napiter Hidup Pasca Dipenjara
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com– Ivan (nama samaran) yang saya temui dalam kegiatan WGWC Talk 26 dengan tema “Merdeka dari Stigma Teroris: Bisakah Rehabilitas Nama Baik bagi Mantan Narapidana teroris?” menceritakan pengalamannya pasca dipenjara. Beberapa pengalamannya bekerja untuk melanjutkan kehidupannya, ia di-PHK lantaran keberadaan berita yang tersebar di media online tentang jejak kehidupannya yang pernah menjadi narapidana teroris.

Pengalaman Ivan dalam menjalankan kehidupan pasca menjadi napiter, adalah sebuah gambaran tentang diskriminasi yang kerapkali dialami oleh para napiter. Pengasingan dari masyarakat sering kali dialami karena mereka menganggap bahwa mantan napiter adalah orang yang selamanya akan tetap memiliki dosa masa lalu yang tidak bisa dihilangkan begitu saja.

Ivan adalah mantan napiter yang terjerumus dalam kubangan terorisme tanpa bergabung dengan organisasi manapun. Ia termasuk dalam kelompok terorisme lone-wolf. Secara garis besar, lone wolf memiliki ciri-ciri melakukan aksi secara sendirian atau lebih, bukan merupakan bagian dari kelompok atau jaringan terorisme besar sehingga sulit untuk diidentifikasi, modus operasinya dipahami dan diatur oleh individu tanpa adanya komando.

Ivan adalah salah satu dari sekian banyak eks-napiter yang memiliki pengalaman serupa, bahkan sangat tidak nyaman dalam menjalankan kehidupannya. Jejak digital menjadi persoalan krusial saat ini karena, bisa menjelajahi latar belakang seseorang yang pernah melakukan tindakan jahat di masa lalunya.

Sejauh ini, sinergi pemerintah dengan media untuk menghapus berita tentang sosok napiter belum ada. Jejak digital tentang pemberitaan sosok napiter merupakan masalah besar karena akan berdampak terhadap kehidupannnya.

Apabila bekerja di sebuah perusahaan, maka akan terancam terkena PHK lantaran pernah terlibat dalam kejahatan berat. Meskipun mantan napiter memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai syarat masuk lolos dalam pekerjaan, namun jejak digital atas perbuatannya masih terekam jelas.

Mantan Napiter Juga Manusia

Pemerintah dan masyarakat sipil memiliki banyak program untuk mempersiapkan mantan napiter hidup kembali secara wajar selayaknya manusia pada umumnya. Setidaknya kita bisa melihat upaya pemerintah dalam berbagai hal, seperti: program pemberdayaan kewirausahaan yang akan membantu mantan napiter untuk mandiri dan bisa menjalankan kehidupannya. Program tersebut bisa menjadi salah satu upaya agar bisa menjadi individu produktif, berdaya dan memiliki peran masyarakat.

BACA JUGA  Kawal Pasca Pemilu: Hidupkan Persatuan, Hentikan Perpecahan!

Namun, di balik program yang dilakukan oleh pemerintah, hari ini kita kembali pada sikap masyarakat yang akan memperlakukan mantan napiter. Masyarakat harus menunjukkan sikap supportif dan saling menghargai dengan menganggapnya sebagai manusia.

Bagaimanapun, mantan napiter yang sudah mengucapkan ikrar setiap terhadap NKRI, menunjukkan bahwa para mantan napiter sudah kembali pada ajaran yang benar (menerima Indonesia dengan sepenuhnya).

Dukungan dan peran aktif dari berbagai lembaga masyarakat sipil sebagai support system bagi mantan napiter menjadi sangat penting. Hal ini karena, dukungan moril adalah hal yang sangat diperlukan bagi kelanjutan hidupnya selain kebutuhan materi.

Selain itu, layaknya warga negara, bekas narapidana teroris memiliki dampak dari kebijakan pemerintah dari sektor pembangunan, kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memberikan penghidupan yang layak pasca mereka menjadi mantan napiter.

Kisah Ivan adalah gambaran sederhana tentang pahitnya kehidupan napiter pasca dipenjara. Ruang mencari penghidupan yang layak sangat dibutuhkan oleh mereka, salah satunya pekerjaan yang bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan dan skill yang dimiliki.

Sejauh ini, apabila bekal pengetahuan yang didapatkan secara rehabilitasi oleh para napiter, nyatanya kurang menunjang terhadap kebutuhan para mantan napiter. Ada banyak orang, kelompok masyarakat  bahkan perusahan-perusahaan yang tidak menerima karyawan karena mantan napiter. Mereka tidak cukup yakin dengan ikrar setia yang diungkapkan, sehingga merasa bahwa mantan napiter adalah kelompok masyarakat yang harus dihindari.

Maka dari itu, pemahaman publik tentang pentingnya memberikan kesempatan kepada mantan narapidana terorisme perlu dikembangkan. Sebab adanya lingkungan yang positif sangat penting untuk mencegah agar mereka tidak lagi bergabung dengan jaringan lamanya.

Pendidikan tentang terorisme, sangat penting diberikan kepada masyarakat, salah satunya agar masyarakat lebih aware untuk memperlakukan mantan napiter. Sudah seharusnya kita memberikan ruang aman dan melihat sisi kemanusiaan dari mantan napiter yang sudah mengakui kesalahannya, dan kembali pada kehidupan yang baik.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru