26.7 C
Jakarta

Bjorka: Antara Jihad Digital dan Jihad Terorisme

Artikel Trending

Milenial IslamBjorka: Antara Jihad Digital dan Jihad Terorisme
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Bocornya data kenegaraan menjadi tamparan keras bagi pemerintah Indonesia. Pasalnya, Bjorka sengaja membobol untuk melakukan pembelaan terhadap warga negara Indonesia yang tertindas. Kemudian Bjorka membocorkan data-data penting negara dan menyebarkannya di ruang publik.

Data-data pribadi milik pejabat menjadi incaran Bjorka. Data-data tersebut meliputi nama lengkap, nomor KTP, nomor KK, nama orang tua, alamat rumah, tempat dan tanggal lahir, status agama, riwayat pendidikan, dan sebagainya. Sejumlah nama pejabat publik yang sudah didoxing Bjorka, antara lain Menkominfo Johnny G Plate, Ketua DPR RI Puan Maharani, Menteri BUM Erick Thohir, dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Terakhir ia membocorkan data milik Mahfud MD, Denny Siregar, dan Abu Janda.

Secara terang dia mengirim pesan aktual kepada Denny Siregar dan Abu Janda. “Hai @Dennysiregar7. Bagaimana rasanya hidup menggunakan uang pajak dari orang Indonesia tapi malah menggunakan internet untuk mempolarisasi orang?” dalam kicauan di akun Twitter @bjorkanism sebelum ditangguhkan.

Kemudian Bjorka mengirim pesan serupa kepada Abu Janda yang dinilai hidup dari uang pajak negara: ”…ah i see, permadi arya is denny siregar’s friend. both of them have been living from Indonesian tax money but using internet to polarize people (ah iya, permadi arya itu teman denny siregar. Keduanya hidup dari pajak negara tetapi menggunakan internet untuk mempolarisasi masyarakat),” tulis Bjorka.

Bjorka bahkan menuduh Denny dan Abu Janda hidup dari uang pajak, tetapi malah menggunakan internet untuk polarisasi kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Bjorka juga melampirkan gambar yang berisi data-data pribadi Denny Siregar dan Abu Janda, seperti NIK, nomor Kartu Keluarga, alamat, nomor telepon, nama anggota keluarga, hingga nomor vaksin.

Tidak Cukup Sekadar Himbauan

Fakta-fakta di atas, membuat masyarakat makin tidak percaya kepada kepabilitas pemerintah. Apalagi selama ini, pemerintah memang sering tidak kondusif dalam melakukan manajemen data dan informasi. Selalu bocor dan kebobolan, bahkan itu berturut-turut sejak tiga tahun terakhir hingga sekarang.

Atas fakta itu, pemerintah melakukan pertemuan dengan lini kabinet untuk membahas persoalan kebocoran data yang terus berulang ini. Pemerintah bentuk tim khusus dengan mengundang Menko Polhukam Mahfud MD, Menkominfo Johnny G Plate dan Kepala Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) Hinsa Siburian di Istana Negara. Seblumnya pemerintah hanya menghimbau kepada Bjorka, agar tidak menyerang data negara.

BACA JUGA  War Takjil: Potret Kerukunan Antarumat yang Harus Dilestarikan

Apakah dengan pemerintah melakukan pertemuan, membentuk tim, dan melakukan himbauan, pemerintah bisa mengamankan data pribadi publik Indonesia? Atau justru dengan kumpul-kumpul tersebut kemudian dipublikasikan ke publik, justru hal tersebut adalah praktik yang sangat memalukan?

Hari ini yang ditunggu publik adalah keterangan beres dari pemerintah. Sebisa mungkin data-data publik tidak disalahgunakan oleh sembarang orang. Namun keterangan ini belum diucapkan oleh pemerintah Indonesia. Yang dipertontonkan hari ini justru saling mangkir dan kumpul-kumpul sesama pejabat.

Melihat realita ini, masyarakat tambah khawatir. Karena kejelasan keamanan data, pemerintah belum diketahui junstrungannya. Mungkinkah data-data masyarakat aman, atau malah menjadi mainan para hecker dan orang-orang yang tidak bertanggungjawab.

Namun, yang dilihat orang. menjaga data-data penting pemerintah masih belum bisa, bagaimana pemerintah menjaga data-data milik masyarakatnya? Ini sangat sulit. Kesulitan itu sampai sekarang kita tidak tahu harus mengiba kepada siapa. Kepada Bjorka? Tidak mungkin.

Jihad Digital

Barangkali yang dibutuhkan hari ini dan kehidupan ke depan, adalah melakukan jihad digital. Sejak dulu kita hanya sering dengar orang-orang melakukan jihad agama. Bahkan dengan jihad agama saja, Indonesia seperti diobok-obok oleh teroris.

Mungkin kata jihad sangat kontekstual untuk menerjemahkan bagaimana melawan praktik pembobolan data yang dilakukan Bjorka. Maksudnya, orang Indonesia harus punya orang yang sangat pintar di dalam IT, dan sebisa mungkin juga memiliki kecanggihan yang sepadan dengan Bjorka. Agar, Indonesia tidak selalu dipecundangi oleh para hecker.

Hari ini sangat terlihat bahwa Indonesia sangat tidak siap menghadapi para hecker. Indonesia tampak juga tidak siap dengan perkembangan elektronik dunia. Maka itu, mungkin Indonesia yang dibutuhkan bukan revolusi mental. Tetapi jihad digital. Jihad digital berarti menyediakan layanan keamanan dan yang mengamankan data publik Indonesia.

Di era sekarang, jihad digital adalah urgenisitas. Siapa menolak, segera akan tergilas roda zaman. Kini, lahan jihad semakin luas. Bukan lagi sebatas pergi berperang dam konteks keagamaan. Apalagi menebar teror sana-sini atau menghancurkan tempat-tempat yang dipandang maksiat seperti teroris. Jihad digital adalah pekerjaan yang sangat urgens hari ini. Jihad digital menjadi sangat urgent hari ini!

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru