26.8 C
Jakarta

Kasus Sambo dan Pelintiran Kebencian

Artikel Trending

Milenial IslamKasus Sambo dan Pelintiran Kebencian
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, belum selesai-selesai. Kelarutan ini mengakibatkan pertanyaan besar. Bahkan bisa jadi banyak orang tidak percaya lagi terhadap kredibilitas negara.

Sementara itu, kasus tersebut tambah hari, menjadi bulan-bulanan pembicaraan masyarakat. Bahkan tidak menutup kemungkinan hal tersebut dijadikan bahan untuk meruntuhkan marwah Polri.

Ditunggangi Kelompok Radikal

Menurut Islah Bahrawi, kasus Sambo tersebut dimanfaatkan dan ditunggangi oleh para kelompok ekstrem yang memang ingin menjatuhkan marwah Polri. Terutama dari kelompok radikal yang sejak lama selalu berusaha mendegradasi para penegak hukum.

Hal tersebut bisa terjadi. Karena jika dilihat dari gerak dan narasi yang dicoba dikembangkan kelompok radikal, tampak hal itu terjadi. Polri namanya menjadi sakit dan tercoreng. Kerusakan nama tersebut yang memang ditunggu oleh kelompok radikal.

Jika nama Polri sudah sakit sebentar lagi akan meninggal. Artinya, jika Polri sudah dianggap mati oleh masyarakat, artinya penegak hukum sudah tidak berguna lagi di Indonesia.

Hingga saat ini, Polri menjadi bulan-bulan di beberapa media. Polri sepertinya juga digiring untuk dikelupasi kelemahan-kelemahannya. Hingga yang terjadi, Polri dijadikan sebagai alat untuk menampar negara. Ini juga menjadi bahaya. Menurut Islah, hal itu membangun public distrust terhadap kepolisian.

Meruntuhkan Kepercayaan

Menurut Islah, kasus Sambo jika tidak cepat diselesaikan akan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum di Indonesia. Dan itu akhirnya membangun subordinasi dan disobedience terhadap negara.

Bahkan saat ini, menurut survei kepercayaan masyarakat kepada Polri menurun secara signifikan. Penurunan ini disebabkan oleh kasus Sambo tersebut. Jadi, porsoalan ini sangat serius dan krusial untuk segara dituntaskan.

BACA JUGA  Indoktrinasi HTI di Taman Mini, Bagaimana Melawannya?

Realitas ini menjadi kesenjangan antara masyarakat dan negara. Bahkan ini telah menimbulkan benturan dan perpecahan antara masyarakat dan negara. Dan sayangnya kelompok radikal yang akan menikmati fenomena ini.

Kelompok radikal senang akan kehancuran negara. Selain menyesatkan umat, ia juga menjadi penyakit bagi negara dan bangsa. Bahkan mereka juga yang sering membinasakan dengan jihad dan bomnya serta bagaimana memonopoli terjadinya kehancuran.

Menuntaskan Kasus Sambo

Lalu, bagaimana cara menghindar dari monopoli kebencian ini? Pertama jelas negara harus segara menuntaskan masalah ini. Secepat-cepatnya dan sebersih mungkin. Dengan ini, kemudian masyarakat bisa meredam. Dan pelintiran kebencian dari kelompok radikal bisa dihapuskan.

Juga jalan tengah, transparansi, dan nilai-nilai toleransi di masyarakat perlu digelorakan. Agar, kebersamaan dan kemesraan menjadi kunci dan tercipta, baik di tingkat lokal, global, maupun nasional.

Cara ini menjadi kunci kerukunan, dapat menolak pelintiran dan radikalisme. Dalam arti, menuntaskan kasus adalah jalan pertama yang harus dilakukan demi terjaganya peradaban dan perdamaian. Sekali lagi, dengan cara iniliah hidup bersama dalam damai dan sejahtera bakal terasa.

Idelanya kita sebagai bangsa Indonesia juga harus sama-sama menangkal paham-paham radikal yang secara sengaja disusupkan dalam berbagai gerakan sosial dan keagamaan. Maka itu, kita harus siap sedia mencari jalan keluar atau jalan alternatif untuk menangkal susupan tersebut.

Terakhir, kita percaya bahwa negara masih punya hati nurani. Kita juga yakin negara akan menuntaskan masalah ini. Namun sampai kapan kita masih mendengar Polri yang terus bersikap nakal terhadap rakyatnya, sebagai institusi yang bertugas menjaga rakyat dan bangsa Indonesia. Kasus Sambo menjadi catatan paling buruk dalam sejarah perjalanan hukum dan Polri saat ini. Dan apakah itu diteruskannya, atau dimatikan saja oleh kelompok radikal karakternya.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru