27.5 C
Jakarta

Agama Kita Itu Islam, Bukan Ormas!

Artikel Trending

KhazanahOpiniAgama Kita Itu Islam, Bukan Ormas!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Terlalu sering kita terlena dengan urusan-urusan remeh perihal perbedaan pemikiran, ajaran, ritual, dan hal-hal remeh lain. Kita tidak menyadari bahwa ada hal yang sifatnya lebih urgen ketimbang hanya ‘menang-menangan’. Perihal siapa yang paling bijak, siapa yang paling diridai, dan siapa yang paling benar, kita tidak pernah tahu.

فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّيْنِۗ

 Maka apa yang menyebabkan (mereka) mendustakanmu (tentang) hari pembalasan setelah (adanya keterangan-keterangan) itu?

Apakah kita lupa dengan ayat di atas, yang mana mayoritas umat Islam hafal? Jika sudah hafal, maka resapi, renungi, dan implementasikan itu kepada sudut-sudut kehidupan kita. Kita tidak pernah tahu, ibadah mana yang akan diterima di sisi-Nya. Kita tidak akan pernah tahu pula amalan seperti apa yang akan membawa kita ke surga. Masih ingat dengan kisah pelacur yang bertobat dan tidak lama kemudian mati? Rasul mengabarkan bahwa pelacur tersebut nantinya akan masuk surga.

Jati Diri Islam

Dalam Al-Qur’an term Islam dari kata dasar salama tersemat sebanyak 157 kali, dengan bentuk kata benda 79 kali, keterangan 50 kali, dan kata kerja 28 kali. Makna kata salama ialah perdamaian. Sering disebutnya term Islam dalam bentuk kata benda mengindikasikan bahwa Islam merupakan titik esensial dan substantif.

Sedangkan, pelafalan dalam bentuk kata kerja mengindikasikan tindakan implementatif yang tersemat dalam pemeluk agama Islam. Sederhananya, Islam yang secara makna adalah kedamaian, juga harus merepresentasikan tindakan-tindakan yang juga berorientasi kepada nilai-nilai kedamaian (Hassan Hanafi, Life in Peace: An Islamic Perspective).

Dalam kamus Lisanul ‘Arab karya Ibn Manzhur, disebutkan bahwa Islam berasal dari kata aslama-yuslimu yang berarti keselamatan dan kebebasan. Secara historis, Islam datang dengan dibawa oleh Nabi Muhammad SAW pada masa jahiliah, yaitu masa di mana terdapat degradasi moral, ketidakharmonisan sosial, dan kebobrokan lainnya. Maka hal itu menjadi selaras jika Islam diterminologikan dengan suatu kedamaian yang patut untuk disebarkan.

Abu Bakr Muhammad bin Basyar, juga turut andil dalam pemaknaan term Islam. Baginya, Islam adalah satu entitas spiritual yang menekankan pada penyerahan diri kepada Tuhan secara inklusif dengan merepresentasikan nilai tawaduk dalam tatanannya.

Dari berbagai terminologi Islam yang dipaparkan oleh para ulama, secara garis besar Islam memuat nilai-niai etika dan moral di dalamnya. Term Islam dilegitimasi untuk mampu merepresentasikan konstruk kedamaian, yang jauh dari aksi kekerasan dan intimidasi. Selain itu, nilai kerendahan hati yang tertanam dalam citra Islam perlu diimplementasikan dalam relasi horizontal antarsesama.

Bela Islam atau Bela Ormas?

Pertanyaan ini nampaknya sangat mencolok. Bukan tanpa sebab, di Indonesia sendiri kita menemukan beberapa organisasi Islam yang bertebaran. Selain itu, kesan yang ditampilkan ialah berusaha untuk mengunggulkan kelompoknya dari kelompok lain. Tidak hanya dari segi kuantitas anggota, melainkan dari kesuksesan program kerja, pemikiran Islamnya, dan masih banyak lagi.

Dewasa ini, dunia berkembang dengan gencatan teknologi yang muncul. Negara dengan indeks iptek rendah, maka akan tertinggal dan tereliminasi dari gejolak kesuksesan dunia. Negara-negara Barat dengan mayoritas agama non-Islam, seperti Amerika, Rusia dan lainnya sedang gencar-gencarnya untuk memenuhi ekspektasi dunia, yaitu meluncurkan temuan-temuan baru di ranah ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga, mereka memelopori eksistensi teknologi di dunia.

BACA JUGA  Isra Mi’raj: Antara Etika dan Spiritualitas

Perlu kita ketahui, bahwa Islam menduduki peringkat rendah dalam bidang iptek dibandingkan negara lain. Hal itu dapat tercermin dari kependudukan Indonesia yang 90% Islam menduduki posisi 43 dari 46 negara dalam indeks pencapaian teknologi. Padahal, pada abad ke-13, Islam pernah menjulang tinggi dalam pencapaian teknologi.

Hal itu karena pada masa itu masyarakat Muslim secara utuh memahami perintah Al-Qur’an, memahami implementasi iqra’, dan memahami bahwa semua isi bumi ini diperuntukkan untuk kepentingan manusia (Daroe Iswatiningsih, Ketergantungan Iptek dan Ketidakberdayaan Ummat Islam, 129-130).

Dengan informasi seperti itu, apakah orang Islam hanya ingin menunjukkan eksistensinya kepada kelompok Islam lain? Apakah kita akan bangga jika saudara sesama Islam kita jatuh oleh kita? Hal ini menjadi fenomena yang sangat-sangat memilukan. Dengan banyaknya tantangan di luar Islam, orang Islam hanya berputar di siklus sengketa antar kelompok. Ada fokus yang lebih besar dibandingkan dengan permasalahan internal Islam.

Ingat! Yang seharusnya umat Islam bela adalah agamanya, bukan organisasi yang ia bernaung di dalamnya. Sebisa mungkin umat Islam mampu meminimalisir sengketa-sengketa internal yang tidak akan merubah posisi umat Islam di kancah dunia. Hal yang lebih urgen dibandingkan dengan memenangkan kelompok atau organisasi adalah membela Islam, menunjukkan agama Islam di kancah ilmu pengetahuan dan teknologi.

Fenomena-fenomena konflik antarormas Islam yang muncul di Indonesia, dari yang berskala kecil sampai berskala besar, tidak akan memberikan dampak positif bagi agama Islam. Malahan, yang ada hanyalah mengotori agama. Fenomena tersebut, tidak sama sekali merefleksikan Islam yang sebenarnya, yang mana di awal telah dijelaskan bahwa term Islam dimaknai dengan “kedamaian” dan “kesejahteraan”.

Lantas, apakah dengan konflik-konflik seperti itu akan merepresentasikan Islam kepada dunia dengan kesan baik? Hal semacam itu, justru sebaliknya. Islam akan dinilai dunia dengan agama yang frontal, radikal, dan intimidatif.

Kita tidak bisa memberikan justifikasi terhadap saudara seagama kita dengan nilai benar atau salah, lebih-lebih perihal ibadah. Karena hal semacam itu kadangkala menjadi bibit adanya konflik antarormas Islam di Indonesia dan di dunia. Kita tidak bisa memosisikan diri kita sebagai Tuhan sehingga sewenang-wenang memberikan judgment kepada seseorang yang berbeda paham ibadah dengan kita atau organisasi kita.

Kita tidak akan pernah tau ibadah jenis apa yang akan membawa kita ke surga. Maka dari itu, hal remeh-temeh seperti itu tidak lagi patut kita permasalahkan. Karena masih banyak tantangan eksternal dunia yang seharusnya, kita sebagai umat Islam, secara berjemaah menghadapinya. Demi kesejahteraan dan kejayaan agama Allah.

Mahfudhin
Mahfudhin
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an dan Sains Al-Ishlah. Peminat kajian tafsir Al-Qur’an, filsafat, linguistik, pendidikan, dan sosial-budaya.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru