32.7 C
Jakarta

WNA Teroris, Kontra Radikalisme dan Gerakan Moderasi

Artikel Trending

Milenial IslamWNA Teroris, Kontra Radikalisme dan Gerakan Moderasi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Densus 88 Antiteror Polri menangkap empat warga negara asing (WNA) Uzbekistan karena melakukan propaganda terorisme di media sosial (medsos), pada hari Jumat, 24 Maret 2023. Inisial keempat WN Uzbekistan tersebut adalah BA alias JF (32), OMM alias IM (28), BKA (40), dan MR (26). Mereka melakukan perjalan dari Uzbekistan, lalu Istanbul, dan transit di Abu Dhabi kemudian di Malaysia. Dari Malaysia itulah baru menuju dan sampai di Indonesia bulan 6 Februari.

Dalam pengungkapan kasus ini, Densus 88 Antiteror bekerja sama dengan Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Utara. Berdasarkan hasil pemeriksaan para WNA, tiga di antaranya diduga terlibat kegiatan terorisme dengan propaganda di media sosial. Sementara itu, satu WNA sisanya berperan memberikan dukungan keuangan sampai pembuatan dokumen palsu. Mereka ternyata komplotan dari organisasi teror internasional.

Menyebarkan Paham Radikal

Dari pantauan Densus 88 Antiteror Polri, mereka masing-masing memiliki skill menonjol dalam menyebarkan propaganda terorisme. Bahkan, mereka juga pintar dalam mengelola/manajemen terorisme. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan mencari orang lain yang memiliki pandangan yang sama terkait terorisme.

Selama berada di Indonesia, mereka telah aktif menyebarkan propaganda di berbagai platform medsos. Dan mereka berhasil menarik simpati umat Islam ke pengkuannya. Bahkan di antara mereka telah menikah dengan salah satu warga Bandung. Media sosial dipilih demi menjaga kerahasiaan dirinya. Alasan lain untuk memudahkan melaksanakan aksi teror.

Ternyata, strategi tersebut telah mereka lakukan semenjak bergabung dengan jaringan ‘Katiba Tawhid Wal Jihad’, di Timur Tengah. Perlu diketahui, ‘Katiba Tawhid Wal Jihad’ adalah organisasi yang berafiliasi dengan Jabat an-Nusrah, organisasi sayap Al-Qaidah di Suriah. Dulunya, ‘Katiba Tawhid Wal Jihad’ bernama Jannat Oshiklari. Jejak rekam organisasi ini pernah menyerang kedutaan China di Bishkek pada tahun 2016 (Harakatuna.com, 6/04/2023).

Apa Motifnya?

Dengan lolosnya teroris WNA yang bermisi untuk menyebarkan ajaran terorisme, apakah tanda keberlanjutan babak baru terorisme di Indonesia? Lalu mereka berjejaring dengan “siapa” di Indonesia? Memiliki motif apa?

BACA JUGA  Mewaspadai Dampak Serangan Iran-Israel di Indonesia

Saya rasa ini yang harus dipecahkan oleh negara. Okelah, dengan alasan karena Indonesia adalah negara yang mudah dimasuki, tapi bukankah negara lain begitu sangat mudah untuk dimasuki juga? Atau karena orang Indonesia mudah dirayu untuk berjihad atas nama Allah?

Namun jika alasan-alasan di atas benar, maka negara dan Kementerian Keagamaan punya pekerjaan rumah (PR) baru. Jangan sampai moderasi keagamaan yang setiap hari diseminarkan di perguruan-perguruan tinggi, bahkan dimasukkan dalam bentuk program pemerintah tidak berefek kepada keagamaan masyarakat di Indonesia.

Jangan sampai teroris WNA datang ke Indonesia, dan muslim Indonesia menjadi incaran teroris karena lemahnya ajaran atau karena sudah terpapar ajaran radikalisme, tidak tersentuh oleh program moderasi beragama di Indonesia.

Moderasi Untuk Semua

Saya kira, cara hidup untuk rukun, saling menghormati, menjaga dan bertoleransi tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan agama, keyakinan, politik harus berjejak di setiap ormas dan orang. Oleh karena itu, moderasi beragama harus masuk juga ke dalam ormas/kelompok yang dianggap radikal.

Moderasi harus masuk ke dalam setiap kelompok. Jika moderasi diandaikan seperti obat, maka obat itu harus mengobati sebuah penyakit (radikal). Saya kira, jika moderat adalah program pemerintah, maka sudah layak semua orang memliki akses terhadap moderasi itu. Oleh karenanya, penting mensosialisasikan moderasi kepada setiap lini massa umat yang beragam ini.

Jangan biarkan WNA teroris masuk ke Indonesia karena moderasi tidak benar-benar nyata dampaknya ke masyarakat kita. Jika hal tersebut jawabannya, maka sudah saatnya, pemerintah mulai berbenah dan meyakinkan masyarakat untuk mendapatkan akses serupa. Bila ini terlaksana, insyallah Indonesia tidak lagi terjadi permusuhan, kebencian, dan pertikaian, apalagi terorisme.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru