28.8 C
Jakarta

Memahami Literasi Digital untuk Menghindari Kejahatan Phishing

Artikel Trending

KhazanahLiterasiMemahami Literasi Digital untuk Menghindari Kejahatan Phishing
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dalam beberapa dekade, dunia dikepung oleh raksasa teknologi. Semua lembaga, badan pemerintah, bahkan negara, terus melakukan inovasi teknologi untuk menghindari apa yang dinamakan sebagai kejahatan siber. Semua perangkat lunak (software), menjadi sasaran serangan virus teknologi. Meski setiap saat juga diciptakan penangkalnya, antivirus.

Serangan virus ini memang bertujuan untuk merusak data, dan juga pencurian data. Sistem yang telah digunakan dan diciptakan oleh para peretas (hacker), yang tujuannya untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Ini yang sering diistilahkan dengan kejahatan siber. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, meniscayakan pemikiran manusia berimbas juga padahal-hal negatif.

Zaman berubah menjadi apokaliptik, rasionalitas pikiran menjadi pola tingkah laku yang mengiringi perjalanan revolusi zaman. Pada tingkat pemikiran yang sangat bergantung dengan kehebatan teknologi, manusia bagai robot. Penciptaan kecerdasan buatan (artificial intelligence), telah memunculkan karakter baru dalam memanfaatkan kecepatan dan keakuratan teknologi.

Tanpa disadari, kemajuan teknologi ini menciptakan ruang persaingan di antara manusia itu sendiri. Persaingan ini juga, memunculkan berbagai potensi kejahatan. Salah satunya dengan teknik Phising. Pelbagai aplikasi diciptakan untuk mendapatkan keuntungan bisnis yang dapat dikendalikan melalui perangkat lunak (software). Sayangnya, beberapa aplikasi dapat digunakan oleh para peretas untuk memanipulasi keuntungan secara sepihak, modus penipuan lewat aplikasi kian meningkat dan makin marak.

Pertanyaan yang selalu muncul bagi pelanggan dan pengguna aplikasi berbasis teknologi digital, bagaimana melindungi keamanan data pribadi? Karena faktanya, kemampuan robot teknologi mampu menjebol keamanan pengguna dan pelanggan. Kalau pun sistem informasi telah diatur dengan regulasi ITE, ini belum mampu menjamin keamanan data pribadi.

Kembali pada perubahan zaman, yang berorientasi pada kecepatan informasi, maka penyerapan informasi yang dilakukan masyarakat secara bebas, seharusnya diimbangi dengan edukasi yang benar. Betapa banyak berita-berita hoaks yang diterima oleh masyarakat sebagai konsumen, dalam posisi objek penderita. Sistem pengurai teknologi secara sederhana untuk menempatkan sumber-sumber informasi pada ruang sosial yang digunakan oleh siapa saja, yang tujuannya mendapatkan umpan balik sebagai resultan interaksi sosial.

Maka untuk memahami bagaimana kita memanfaatkan dimensi sosial melalui jejaring sosial sebagai alat untuk melakukan interaksi sosial, seharusnya masyarakat selaku pengguna dan konsumen melakukan edukasi dan pemahaman literasi digital.

Karena literasi itu bukan hanya sekedar membaca buku. Di sini perlu digarisbawahi, bahwa kejahatan siber dilakukan melalui perangkat teknologi. Sangat banyak literasi yang digunakan dalam teknologi, yang umumnya diserap dari literasi asing.

Dalam sebuah riset terhadap kemampuan literasi, baik secara lisan dan tulis, pada sampling masyarakat Indonesia, sangat banyak ditemukan masyarakat yang masih rendah kualitas pemahaman literasi.

Masih banyak yang mengasumsikan literasi umum sama dengan literasi digital. Pada segmen usia berjenjang, literasi digital masyarakat masih di tingkat dasar dan menengah. Sehingga dalam penggunaan perangkat teknologi, belum memahami pentingnya keamanan sebagai konsumen teknologi digital.

Transisi, Transformasi dan Edukasi

Secara etimologis (asal-usul kata) istilah literasi berasal dari bahasa latin “literatur” yang artinya orang yang belajar. Ada juga yang menulis sebagai literatus atau littera (huruf). Sementara menurut kamus Merriem-Webster, literasi berasal dari bahasa latin “literature” dan bahasa Inggris “letter”. Literasi adalah kualitas atau kemampuan melek huruf (aksara) yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis.

Ada beberapa pengertian yang menjelaskan tentang literasi, antara lain: literasi merupakan seperangkat keterampilan dalam membaca dan menulis (UNESCO). Sementara menurut National Institute for Literacy, pengertian literasi adalah kemampuan membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah. Dalam pengembangannya, karena makin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), penguasaan literasi juga menjangkau literasi digital.

Ada tiga hal pokok dalam melihat sejauh mana proses literasi digital berperan dan digunakan masyarakat luas, yakni: transisi, transformasi dan edukasi. Dalam sistem pendidikan, bagaimana kita melihat perbandingan pola desain pembelajaran, bahwa transisi ilmu pengetahuan itu juga berkembang.

BACA JUGA  Dinamika Penulisan Puisi di Media Siber

Kemudian, bagaimana proses transformasi ini berjalan sesuai kebutuhan dan tantangan zaman. Kita melihat di beberapa lembaga pendidikan dan lingkungan industri (lapangan kerja), bagaimana sistem kerja dikelola dan ditransformasikan dari teknologi manual menjadi transformasi digital. Dan bagaimana memanfaatkan teknologi dalam sebuah proses edukasi.

Apakah dengan perubahan drastis ini, dalam membaca revolusi sosial, peradaban zaman berubah menjadi sebuah zaman yang diistilahkan dengan Apokaliptik? Teknologi bukan hanya digunakan untuk mencapai tujuan dari prinsip-prinsip keilmuan, tetapi juga digunakan untuk penguasaan dunia dan menjadi lahan kejahatan-kejahatan siber! Bagi orang-orang yang tidak menguasai literasi digital, akan menjadi sasran empuk bagi para peretas data, bagi para pelaku kejahatan teknologi dengan berbagai modus.

Ini tentunya sangat mengerikan, ketika kita melihat dunia ini sudah dikepung oleh raksasa teknologi. Sebab sebuah prinsip kapitalisme modern, adalah melalui penguasaan teknologi. Dan akses ini, semua terhubung dengan siapa saja dan dimana saja, belahan dunia mana pun. Maka, tidak ada pilihan selain berusaha menjaga sistem keamanan data, baik secara pribadi atau kolektivitas (badan, lembaga, dunia usaha dan negara).

Sebagai referensi dalam mengetahui literasi digital, ada beberapa aspek yang perlu diketahui, bahwa literasi digital mencakup kemampuan:

  1. Digital Skill

Kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak, serta system operasi digital dalam kehidupan sehari-hari;

  1. Digital Culture

Merupakan bentuk aktivitas masyarakat di ruang digital dengan tetap memiliki wawasan kebangsaan dan nilai-nilai etika;

  1. Digital Ethics

Kemampuan menyadari, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari;

  1. Digital Safety

Kemampuan masyarakat untuk mengenali, menerapkan, meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi, dan keamanan digital.

Terkait dengan kejahatan teknologi, ada beberapa kasus yang sering kita temukan dan bagaimana seharusnya kita terhindar dari hal-hal tersebut. Secara sederhana, hindari penggunaan teknologi (aplikasi) secara berlebih-lebihan dan masih awam bagi kita. Berusaha mencerna dengan nalar kritis dan pemikiran bijak terhadap isu-isu yang berkembang melalui jejaring sosial.

Kasus kejahatan soceng (social engineering) marak terjadi, karena literasi digital masyarakat Indonesia masih rendah (sumber: Taufin Arifin, Dosen UNS dan Peneliti Center for Fintech and Banking UNS). Akibat rendahnya kemampuan literasi digital sebagian besar masyarakat Indonesia, menjadi celah bagi para pelaku kejahatan teknologi. Salah satunya dikenal sebagai Vishing atau voice phising.

Pada umumnya, para pelaku kejahatan phishing adalah orang-orang yang telah mempunyai kemampuan penguasaan literasi digital dengan mahir. Konsep kerja kejahatan phishing dibantu dengan alat yang menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Ini untuk mendapatkan sumber informasi akurat dari data pribadi korban.

Vishing atau voice phising, menggiring korban untuk memberikan informasi pribadi. Biasanya para pelaku berpura-pura menjadi pihak bank. Phishing adalah upaya untuk mendapatkan informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan. Sistem pengelabuan ini bekerja seperti mesin otomatis, dan sering disebut sebagai robot pintar. Penggiringan mesin otomatis kepada pelanggan, tujuannya untuk memvalidasi data yang dikirimkan pelanggan, selalu dengan cara konfirmasi.

Maka, dengan kian maraknya kejahatan teknologi atau juga kejahatan siber, sangat diperlukan sebuah metoda dalam edukasi kepada masyarakat, khususnya bagi anak-anak usia dini dan usia sekolah. Berikan informasi yang positif dan akurat, dengan cara menghindari isu-isu hoaks yang terselubung melalui HP android, gawai, gadget. Sehingga mengurangi tingkat kejahatan teknologi berkembang lebih pesat.

Karena lembaga pendidikan secara formal, sebagai pusat penyerapan ilmu pengetahuan, maka seyogianya ada penyuluhan secara berkala yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam melakukan edukasi intens untuk menghindari kejahatan-kejahatan teknologi. Sistem pengawasan mandiri oleh orang tua kepada anak, tentang bahayanya kejahatan teknologi juga diperlukan agar kasus-kasus kejahatan teknologi tidak semakin menyebar-luas di masyarakat.

Vito Prasetyo
Vito Prasetyo
Pegiat sastra dan peminat budaya. Mukim di Malang, Jawa Timur.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru