28.8 C
Jakarta

Toleransi, Adakah Batasannya?

Artikel Trending

KhazanahOpiniToleransi, Adakah Batasannya?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Toleransi adalah nilai dasar yang berfungsi sebagai landasan untuk kehidupan sosial yang harmonis dan inklusif. Istilah yang berasal dari Barat ini, secara praktik, mengarah pada diberikannya hak secara penuh kepada orang lain untuk berpendapat sekalipun salah (Malik Toha, 2012).

Konsep toleransi menekankan pentingnya menghormati perbedaan dan memberikan ruang bagi keberagaman dalam masyarakat. Namun, apakah ada batasan dari toleransi? Di tengah kompleksitas dan tantangan dalam kehidupan multikultural, diskusi tentang batasan toleransi ini menjadi relevan.

Toleransi, secara konseptual, adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan penghormatan dan pengakuan terhadap perbedaan, baik dalam hal agama, budaya, suku, gender, atau pandangan politik. Ia mencakup kesediaan untuk mengakui hak-hak dan martabat setiap individu, serta memberikan ruang untuk keberagaman atau pluralitas. Toleransi adalah fondasi dalam menciptakan masyarakat yang inklusif, harmonis, dan damai.

Secara lebih kompleks, Rainer Forst, seorang filsuf politik menganggap toleransi sebagai sikap, bukanlah suatu nilai. Mulanya, toleransi ialah sikap atau attitude yang nantinya memerlukan sandaran nilai (Forst, 2013). Di sini ia mengandaikan bahwa toleransi harus memandang suatu konteks. Sulit diterima jika perbuatan represif aparat pemerintah dianggap toleran.

Mengenali Batasan Toleransi

Melalui bukunya yang luar biasa, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Zuhairi Misrawi mengatakan bahwa toleransi niscaya dilakukan oleh siapa saja yang mengaku beriman, berakal dan mempunyai hati nurani (Esposito, 2010). Meskipun toleransi adalah sikap yang sangat dihargai, ada situasi di mana batas-batas toleransi mungkin diperlukan. Pertimbangan untuk menentukan batas-batas toleransi mencakup sejumlah hal.

Pertama, toleransi terhadap intoleransi. Toleransi terhadap orang yang intoleran dan ekstrem mungkin dapat membuka pintu bagi penindasan terhadap kelompok-kelompok minoritas dan menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi mereka. Dalam situasi seperti ini, batas toleransi perlu ditegaskan untuk melindungi nilai-nilai inklusivitas dan menghindari penyebaran radikalisme.

Kedua, ancaman terhadap hak asasi manusia (HAM). Toleransi tidak dapat digunakan sebagai dalih untuk melanggar hak asasi manusia. Batas toleransi harus ditetapkan ketika tindakan atau pandangan mengancam hak-hak dan martabat manusia.

Ketiga, ketidakadilan dan diskriminasi. Toleransi tidak boleh membuka pintu bagi diskriminasi dan ketidakadilan terhadap kelompok tertentu. Batas toleransi harus ditegaskan untuk melindungi keadilan sosial dan kesetaraan hak.

BACA JUGA  Antara Muhammadiyah dan NU: Belajar Memahami “Wajah” yang Lain

Keempat, ancaman terhadap keamanan nasional. Toleransi terhadap aktivitas atau pandangan yang mengancam keamanan nasional juga perlu ditentukan batasnya untuk melindungi kepentingan bersama.

Kelima, toleransi terhadap kekerasan. Toleransi terhadap kekerasan atau tindakan kejahatan juga harus memiliki batas yang jelas, karena kekerasan tidak boleh diterima dalam masyarakat yang beradab.

Tantangan Batas Toleransi

Menetapkan batas toleransi merupakan tantangan yang kompleks dan subjektif. Beberapa tantangan dalam hal ini, seperti konteks dan kultur. Batas toleransi mungkin bervariasi tergantung pada konteks dan budaya masyarakat. Apa yang dianggap intoleran di satu budaya, boleh jadi dianggap toleran di budaya lain (Forst, 2013).

Selain itu juga ketidakadilan dan keberpihakan. Ketika menetapkan batas toleransi, ada risiko ketidakadilan dan keberpihakan terhadap kelompok tertentu. Pengambilan keputusan harus memperhatikan perspektif yang beragam, dan tidak memihak pada satu kelompok. Bahwa akan salah jika salah satu pihak mengintervensi pihak lain.

Ada juga perubahan nilai dan pandangan. Batas toleransi memiliki sifat dinamis yang sangat mungkin untuk berubah seiring waktu karena perubahan nilai dan pandangan masyarakat. Hal ini menuntut adanya dialog dan refleksi terus-menerus untuk menghadapi perubahan ini dengan bijaksana.

Toleransi sebagai Proses

Dalam menghadapi kompleksitas dan tantangan dalam menetapkan batas toleransi, penting untuk memahami toleransi sebagai proses. Toleransi bukanlah kondisi statis yang tetap sama dalam berbagai situasi dan konteks. Sebagai gantinya, toleransi adalah prinsip yang harus diperkuat dan dikembangkan melalui pendidikan, dialog, dan kesadaran kolektif.

Memahami toleransi sebagai proses berarti bahwa batas toleransi harus terus direfleksikan dan ditinjau ulang secara kritis. Proses ini melibatkan semua pihak dalam masyarakat, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, kelompok masyarakat, dan individu, untuk berpartisipasi dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan menghormati perbedaan.

Overall, oleransi adalah nilai yang penting dan mendesak dalam membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis. Meskipun toleransi sangat dihargai, batas-batasnya perlu diperhatikan dalam situasi-situasi tertentu yang mengancam nilai-nilai inklusivitas, keadilan, dan keamanan.

Menetapkan batas toleransi merupakan tantangan kompleks yang memerlukan pemahaman dan dialog terus-menerus. Lebih dari itu, toleransi harus dipahami sebagai proses yang terus berkembang melalui upaya bersama seluruh masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang menghormati perbedaan dan menghadapi tantangan kompleks dalam kehidupan multikultural.

Satrio Dwi Haryono
Satrio Dwi Haryono
Pegiat Komunitas Dianoia. Minat pada kajian kefilsafatan, keislaman, dan kebudayaan.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru