26.7 C
Jakarta

Terorisme Internasional Menghantui NKRI, Bagaimana Memberantasnya?

Artikel Trending

Milenial IslamTerorisme Internasional Menghantui NKRI, Bagaimana Memberantasnya?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Tertangkapnya empat warga negara asing (WNA) asal Uzbekistan yang diduga terlibat tindak pidana terorisme di NKRI memunculkan sejumlah pertanyaan. Selain teka-teki tentang apa saja propaganda yang mereka lakukan, pertanyaan yang tak kalah penting ialah mengapa mereka menjadik negara ini sebagai target operasi. Di tengah komentar sinis sementara kalangan yang tidak percaya terorisme, kabar tersebut menghentak kesadaran; sedekat itukah ancamannya?

Berdasarkan siaran pers, tiga dari empat WNA Uzbekistan tersebut terlibat gerilya terorisme melalui propaganda di media sosial dan merupakan bagian dari organisasi teror Internasional. BA alias JF (32), OMM alias IM (28), BKA (40), dan MR (26). Secara bertahap, keempatnya tiba di negara ini dua bulan lalu, dan berupaya mencari orang-orang yang memiliki pemahaman serupa dengannya di Indonesia dalam rangka melaksanakan aksi teror.

Densus 88 menemukan mereka terafiliasi dengan kelompok teror Katib al-Tauhid wal al-Jihad (KTJ). Mereka tentu saja bukan kelompok baru. Berafiliasi dengan Al-Qaeida, KTJ beroperasi terutama di Provinsi Idlib, Suriah bersama Hay’at Tahrir al-Sham dan bekerja sama dengan kelompok teroris lain yang ditunjuk seperti Katibat al-Imam al-Bukhari dan Kelompok Jihad Islam. Meskipun belum dijumpai peta jejaringnya, di NKRI, Jama’ah Islamiyah (JI) boleh jadi mitranya.

Selain terlibat dalam kegiatan teroris di Suriah, KTJ juga bertanggung jawab melakukan serangan eksternal, seperti serangan metro Saint Petersburg pada April 2017 silam yang menewaskan 14 penumpang dan melukai 50 lainnya, serta bom mobil bunuh diri di Kedutaan Besar China dan di Bishkek, Kirgistan pada Agustus 2016 yang melukai tiga orang. Pemerintah AS pun melakukan pembekuan aset, larangan perjalanan, dan embargo senjata terhadap KTJ pada pertengahan 2022 kemarin.

Masalahnya, NKRI kemudian menjadi sasaran mereka dengan menjadikan media sosial sebagai modus operandi. Hantu terorisme di negara ini pun bertambah, yaitu kelompok internasional—selain teroris lokal yang selama ini menjadi fokus kontra-terorisme. Apa yang mesti dilakukan negara untuk menjamin keamanan bagi masyarakat pun menjadi sesuatu yang urgen. Sekalipun peringkusan keempat WNA asing tersebut relatif cepat dan sigap, masyarakat butuh keamanan optimal.

Integrasi Para Stakeholders

Beberapa waktu lalu, BNPT RI menggelar RAN-PE Awards yang isinya semacam seremonial dan apresiasi terhadap organisasi-organisasi tertentu yang concern dalam pemberantasan terorisme. Semestinya, itu menjadi sinyal dari keberhasilan perjuangan BNPT dalam kontra-ekstremisme dan kontra-terorisme. Ternyata tidak demikian. Terorisme masih terus menghantui NKRI dan belum menunjukkan kesuksesan BNPT secara maksimal.

Artinya, ada yang perlu dibenahi di situ atau dimaksimalkan. BNPT tidak boleh menjadi lembaga yang elitis dan individualistis. Mereka punya Pentahelix, program yang melibatkan sejumlah elemen masyarakat dalam kontra-terorisme. Mereka juga punya program Kawasan Terpadu Nusantara (KTN) yang menjadi ladang pemberdayaan eks-napiter. BNPT juga kerap melakukan kunjungan ke daerah. Namun, di mana bukti konkret dan integrasi kebijakannya?

BACA JUGA  Menyongsong Ekonomi Indonesia Baru Tanpa Khilafah

Sebagai stakeholder kontra-terorisme, BNPT perlu bergerak di tataran substantif—bukan hanya seremonial belaka. Ini yang belum terpenuhi. Tidak heran jika negara hampir kecolongan dengan ancaman teroris-teroris asing yang mencoba bersarang di NKRI. Integrasi para stakeholders juga perlu dilakukan secara serius dalam kerja-kerja empiris, bukan hanya MoU belaka. Hanya dengan cara begitu, pemberantasan terorisme akan efektif dan maksimal.

Dalam penangkapan teroris kemarin, yang muncul ke publik hanya Densus 88. Padahal, semestinya, jumpa per terkait tidak hanya diwakili satu lembaga, tetapi banyak lembaga yang bergerak secara sigap dan sistematis. Para stakelholders ibarat satu bagian tubuh yang harus bergerak secara terstruktur dengan bagian tubuhnya. Seperti seseorang tidak akan bisa mengayuh sepeda dengan satu kaki, terorisme tidak bisa diberantas oleh satu instansi. Pasti kewalahan.

Integrasi antarlembaga tidak hanya akan berhasil memberantas terorisme internasional, tetapi juga teroris-teroris lokal apa pun kelompoknya. Integrasi tersebut juga perlu menggandeng stakeholder internasional, sehingga kontra-terorisme menjadi program global yang membuat terorisme berhasil diberantas secara total. Taruhlah semacam interpol. Para stakeholders saling bersinergi satu sama lain untuk mengawal ketat keamanan setiap negara.

Pengawalan Ketat

Tidak akan pernah ada kecolongan jika setiap lembaga berintegrasi dalam setiap kebijakan mereka. Sesuatu yang dikawal ketat tidak akan menemukan celah untuk lolos. Para teroris yang melakukan gerilya di NKRI pasti sudah memahami peluang aksi mereka. Kebijakan yang tidak optimal adalah sinyal keberhasilan propaganda. Pada celah itulah, teroris masuk. Terorisme menghantui NKRI karena pemberantasannya dianggap tidak ketat oleh teroris itu sendiri.

Ini bisa menjadi evaluasi ke depan. Memberantas terorisme butuh semua upaya yang membuat para teroris tidak lagi punya peluang. Karenanya, butuh banyak elemen untuk dilibatkan. Dalam konteks propaganda melalui media sosial, polisi siber dan otoritas terkait juga wajib dilibatkan. Dan yang tak kalah penting juga adalah, semua kinerja pemberantasan tersebut harus riil, bukan hanya hitam di atas putih belaka. Selain elitis, itu tidak akan menyelesaikan apa pun.

Cukuplah empat WNA teroris kemarin menjadi preseden buruk yang tidak boleh terulang. Kelompok teror internasional yang menghantui NKRI boleh jadi banyak, namun upaya negara untuk memberantas mereka harus jauh lebih kuat dari jumlah teroris itu sendiri. Saling berpangku tangan antarlembaga terkait merupakan kunci utama. BNPT, Densus 88, dan stakeholder lainnya harus satu haluan, yaitu mengamankan NKRI dari hantu-hantu terorisme secara militan, sistematis, dan saling bersinergi.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru