31.8 C
Jakarta

Polarisasi Masyarakat Indonesia dan Kekuatan Israel; Sebuah Telaah

Artikel Trending

KhazanahOpiniPolarisasi Masyarakat Indonesia dan Kekuatan Israel; Sebuah Telaah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Ketika Federasi Sepakbola Dunia/Fédération Internationale de Football Association (FIFA) merilis pernyataan resmi pada hari Rabu, (29/3/2022) pukul 22.00 WIB melalui website official informasi tentang pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 (World Cup U-20) tentu memunculkan reaksi masyarakat Indonesia kecewa terhadap putusan tersebut. Alasan FIFA membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah dengan alasan mengacu pada insiden tragedi Kanjuruhan pada Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan Malang.

Putusan tersebut menjadi pertanyaan yang terbayang dalam pikiran saya, apakah memang benar demikian? Pasalnya, rilis dari FIFA tentang pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah tentu netizen Indonesia dibuat bingung. Masyarakat Indonesia terpecah belah dalam menanggapi fenomena tersebut, baik kalangan politisi, akademisi, hingga obrolan warga negara di beberapa warung kopi.

Dengan merespon keterbelahan persepsi masyarakat Indonesia, mengacu pada pemberitaan resmi pertemuan Presiden FIFA Gianni Infantino dan Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Erick Thohir. Semoga saja ittikad baik FIFA kepada Pemerintahan Republik Indonesia era Presiden Joko Widodo dan setelahnya, berkelanjutan dalam membangun transformasi sepakbola Indonesia dapat terwujud dan mengarah yang lebih baik. Dan tak lupa kita sebagai anak bangsa Indonesia, dengan satu visi dan misi adalah bagaimana sepakbola Indonesia bisa maju disertai dengan dorongan semangat Nasionalisme.

Dalam alam fikir saya, terdapat beberapa hal yang mengganjal atas pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah oleh FIFA dengan alasan klasiknya yakni keraguan atas keamanan, hal ini berkaca pada tragedi Kanjuruhan.

Padahal, FIFA berencana melakukan pengundian/drawing di Bali, Karena menunggu persetujuan dari Pemerintahan Provinsi Bali melalui Gubernur I Wayan Kosteryang belum menerbitkan izin penyelenggaraan undian peserta yang lolos ke piala dunia U-20 karena melibatkan Israel sebagai peserta, Hal ini berdasarkan pada amanat konsitusi negara Republik Indonesia yakni mendukung Palestina sebagai negara yang merdeka & berdaulat secara de facto maupun de jure.

Hal senada juga dilontarkan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengenai kekecewaannya terhadap FIFA membatalkan Indonesia sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U-20 dan meloloskan Israel sebagai peserta. Dalam pemberitaan media Internasional hingga saat ini, pemerintahan Israel melalui Perdana Menteri baru, Benjamin Netanhanyu melakukan gerakan sporadis, dehumanisasi, tindakan represif terhadap bangsa Palestina dengan menggunakan instrumen negara.

Internasional seperti negara Uni Eropa, Britania Raya, United State, hingga negara yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara/North Atlantic Treaty Organization(NATO) memilih untuk diam dan tak berkomentar atas perlakuan Israel terhadap Palestina.

Jelas, konstitusi Indonesia dalam Politik Luar Negeri Bebas Aktif, menciptakan perdamaian abadi dan keadilan sosial harus ditegakkan. Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto menawarkan opsi alternatif yakni penyelenggaraan pertandingan Israel di luar Negara Indonesia, lebih tepatnya di Singapura.

Hal ini selaras dengan narasi sejarah yang dibangun oleh Bung Karno penolakannya terhadap Israel seperti halnya Timnas Indonesia menolak bertanding melawan Israel pada play-off Piala Dunia pada tahun 1958 Swedia. Selain itu juga Bung Karno melarang keikutsertaan Israel mengikuti Asian Games 1962 di Jakarta.

Secara yuridis-normatif melalui Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia No. 3 Tahun 2019 tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintahan Daerah, dalam Bab X (Hal Khusus) Huruf (B) No. 150 menerangkan selama Israel menjajah atas wilayah dan bangsa Palestina, maka Indonesia tidak ada hubungan diplomatik. Namun, dengan kekuatan Israel didukung oleh Negara Super Power, saya meyakini bawa lobby Israel dalam konstalasi politik global sangatlah kuat, terutama dalam sektor sepakbola, yang kemungkinan besar keterbelahan akan terjadi.

Meskipun demikian, lolosnya Israel mewakili Eropa dalam keikutsertaan Piala Dunia U-20 2023 adalah menjadi runner-up/juara 2 dalam event UEFA European Under-19 Championship 2022 di Slovakia, dan dikalahkan oleh Inggris sebagai juara umum dengan skor 1-3.

Standar Ganda FIFA & Kekuatan Israel

Kejanggalan FIFA dalam menetapkan kebijakan mengatur dan mengeksekusi sepak bola harus di soroti lebih tajam dimata dunia karena ketidakberimbangan dalam menentukan sikapnya yang obyektif. Misalnya FIFA memberikan sanksi kepada Rusia dan Belarusia berupa dianulirnya keikutsertaan play off Piala Dunia 2022 Qatar hingga tidak dilibatkannya klub asal Rusia untuk mengikuti event Liga Champions Eropa dan sejenisnya, hal ini dikarenakan tindakan Invasi Rusia terhadap Ukraina, dan mendapatkan kecaman oleh beberapa negara Uni Eropa, Amerika Serikat dan sekutunya.

BACA JUGA  Film Horor Berlatar Agama, Seberapa Berbahaya?

Namun, hal ini berbeda dengan Israel dengan kebijakan yang mempersekusi bangsa Palestina, justru sebaliknya, tidak adanya sanksi yang diberikan FIFA oleh negara zionis tersebut. Bahkan, berdasarkan penelusuran informasi terkini, Israel melalui tentaranya melakukan penyerangan brutal pada Piala final Piala Palestina, Yasser Arafat Cup yakni pertandingan antara Balata FC vs Jabal al-Mukaber, pada Kamis (30/3) di Stadion Faisal al-Hussaini, sebagaimana media luar negeri, Inside World Football mewartakan.

Sehingga, saya meyakini bahwa FIFA dalam menjalankan tugasnya tidak independen, serta saya menduga ada aktor dari eksternal baik state maupun non state yang mempengaruhi hingga mengintervensi FIFA secara politik internasional, sehingga berpotensi tidak menjalankan fungsinya dengan baik yakni penyelenggaraan sepak bola.

Hal senada juga komentar dari legenda sepak bola Mesir (2001-2013), Mohamed Aboutrika dalam laporan Palestine Chronicle,  menyayangkan sikap FIFA tidak menindak tegas terhadap Israel atas penjajahannya terhadap Palestina sejak tahun 1948.

Dalam hal inilah, saya menilai bahwa kekuatan Israel dalam konstalasi politik global tidak dapat diremehkan. Mengapa? Sejak adanya deklarasi Balfour pada 2 November 1917, Inggris sebagai negara imperium menjanjikan orang Yahudi untuk mendapatkan tanah yang dijanjikan di Palestina, yang sebelumnya dominan penduduknya yakni bangsa Arab. Tentunya, kekuatan Israel tidak sendirian, melainkan ada donatur untuk mempertahankan Israel sebagai negara, salah satunya yakni Amerika Serikat.

Salah satu tujuan kepentingan Amerika Serikat kepada Israel adalah dengan menciptakan nilai – nilai demokrasi di Timur Tengah, yang dinilai cenderung otoriter dan teokratis. Oleh karena itulah, negara paman sam memberikan suntikan dana kepada Israel. Meskipun demikian, bahwa konsepsi Amerika Serikat dengan gagasan demokrasi adalah utopis, karena mendukung Arab Saudi sebagai negara kerajaan (non-demokrasi) dengan motif untuk membendung pengaruh Iran rezim Ayatullah Khomaini menguasai Timur Tengah pasca Revolusi Islam Iran pada tahun 1979.

Sebelumnya, sejarah mencatat, PBB dalam Resolusi 181 pada 29 November 1947 membagi dua negara teritorial yakni Israel sebagai Negara Yahudi dan Palestina sebagai Negara bangsa Arab. Namun seiring sejak deklarasi kemerdekaan Israel sebagai negara pada 14 Mei 1948 melalui kemenangan peperangan dengan bangsa Palestina.

Israel berhasil memperluas batas wilayah negaranya hingga melebihi batas wilayah yang ditentukan oleh Rencana Pembagian Palestina. Sejak saat itu, Israel terus menerus berseteru dengan negara-negara Arab tetangga, menyebabkan peperangan dan kekerasan yang berlanjut sampai saat ini.

Jangan Terprovokasi

Sebagai pengantar bahwa genealogi Israel tidak terlepas dari kepentingan negara super power/imperium pada abad ke-20, maka selayaknya masyarakat Indonesia harus jernih dalam menilai, tantangan kita adalah konsistensi menjalankan amanat konstitusi yakni menciptakan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Meskipun demikian, bagi masyarakat Indonesia, sepakbola adalah bagian dari persenyawaan dari perwujudan Nasionalisme, mendukung tim kebanggaan nasional Indonesia muda tampil pada ajang piala dunia U – 20.

Bukan berarti, putusan tersebut mengabaikan atau menguburkan mimpi untuk tampil dalam ajang sepakbola bergensi. Jangan mudah terprovokasi dengan informasi yang belum diketahui sebab akibatnya, mari mendiskusikannya untuk mengambil benang merah hingga menghasilkan kesimpulan yang rekomendatif-solutif. Dalam hal inilah, saya rasa amat pemerintah masih dalam proses lobi kepada FIFA, agar sepakbola Indonesia tidak di sanksi.

Apalagi menjelang hajatan demokrasi Pemilu 2024, jangan sampai masyarakat Indonesia terpecah belah hingga memunculkan narasi yang bersifat sentimen-reaksioner. Saya bersepakat dengan narasi yang dibangun oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dalam pernyataan resminya melalui Kementerian Sekretariat Negara, bahwa olahraga jangan dicampuradukkan dengan politik. Namun realitasnya adalah FIFA sebagai lembaga penyelenggara Sepak Bola di Dunia telah berpolitik dengan ‘kedok’ event sepakbola.

Dalam hal inilah, kemungkinan besar ada politik adu domba “Devide et Impera” melalui sepakbola. Konstitusi kita mau dibenturkan dengan olahraga dengan mengikutsertakan Israel sebagai peserta, namun FIFA abai bahwa perlakuan Israel terhadap kemanusiaan bangsa Palestina bukan hal yang wajar, sebagaimana FIFA memberikan sanksi terhadap Rusia dengan alasan invasi terhadap Ukraina.

Aji Cahyono
Aji Cahyono
Saat ini mengenyam pendidikan di Magister Kajian Timur Tengah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Sebelumnya mengenyam Sarjana di Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Kesehariannya saat ini menulis kolom atau opini seputar atau isu aktual, serta mengkaji dalam perspektif akademik secara konstruktif.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru