27.5 C
Jakarta

Terorisme di Iran Tewaskan 100 Orang, Indonesia Wajib Siaga!

Artikel Trending

Milenial IslamTerorisme di Iran Tewaskan 100 Orang, Indonesia Wajib Siaga!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Belum sepekan di tahun 2024, dunia sudah digegerkan kabar memilukan dari Iran. Hampir 100 orang tewas dalam aksi teror di Kerman, Rabu (3/1) kemarin. Kerman merupakan tempat kelahiran dan makam Mayjen Qassem Soleimani, pahlawan nasional Iran dalam perang melawan terorisme. Kedubes Iran di RI mengutuk keras terorisme. Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan pemerintah Xi Jinping di China juga sampaikan belasungkawa.

Pemerintah Iran menganggap AS dan Israel sebagai dalang teror tersebut. Namun, pada saat yang sama, ISIS mengklaim bertanggung jawab. Dua anggotanya mengaktifkan rompi bahan peledak di antara ribuan orang yang tengah berkumpul untuk memperingati kematian Solemaini yang tewas karena serangan AS di Irak tahun 2020 lalu. Klaim ISIS semakin didukung AS sebagai alibi, dengan hujah bahwa ISIS adalah teroris Sunni yang memang bermusuhan dengan Syiah di Iran.

Terorisme di Iran kemarin bukan hanya memilukan, tapi juga meresahkan hingga menarik dikaji. Pasalnya, dua ledakan bom yang terjadi pada peringatan pembunuhan Soleimani itu terjadi satu hari setelah serangan Israel yang menewaskan pemimpin nomor dua Hamas, Saleh al-Aruri, di pinggiran selatan ibu kota Lebanon, Beirut, yang merupakan basis gerakan Hizbullah yang didukung Iran. Secara geopolitik, teror di Iran lebih daripada sekadar serangan ISIS belaka.

Yang jelas, Islam bukan teroris. Serangan di Iran tidak bisa dipandang sebagai konflik kelompok Sunni vs Syiah. AS dan Zionis juga tidak dapat diterima penyangkalannya, mengingat keduanya adalah negara adidaya yang perusak. AS dan Israel memang teroris yang sebenarnya. Jika peristiwa kemarin hendak dikaitkan dengan genosida Palestina oleh Zionis, maka Indonesia harus ekstra waspada. Mengapa? Karena Indonesia juga kencang sekali bela Palestina.

Bukan mustahil, AS dan Zionis melakukan transaksi dengan ISIS untuk melakukan aksi teror—melalui jaringan mereka di kawasan target. Permusuhan Sunni-Syiah sebatas alibi belaka. Di Indonesia dengan tensi konflik yang sama tinggi, strategi dapat juga dipakai oleh Zionis sebagai balasan karena negara ini mendukung Palestina. Singkatnya, hari ini ada kecenderungan terorisme menggunakan tangan Muslim, mengatasnamakan Islam, padahal itu berasal dari musuh Islam itu sendiri.

Islam Bukan Teroris

Islam bukan teroris. Tetapi AS dan Zionis tidak akan percaya. Ini sama dengan mengatakan bahwa merekalah teroris sebenarnya, namun mereka menyangkal dengan segala cara. Hari ini “terorisme” kerap menjadi alat politisasi global untuk mendiskreditkan Islam, melegalisasi islamofobia, bahkan membenarkan genosida terhadap masyarakat sipil. Apa yang terjadi di Palestina, juga apa yang AS lakukan terhadap negara-negara Timur Tengah, adalah sejagat bukti.

Menjadikan Islam sebagai “objek” kajian terorisme, misalnya untuk menunjukkan wasatiah sebagai esensi ajaran, cenderung mirip dengan menjadikan perempuan sebagai objek kajian feminisme. Paradigmanya sama, menuduh Islam tidak mendukung kesetaraan. Padahal, Islamlah yang mengangkat derajat perempuan, dan kultur patriarki-misoginis justru adalah kultur negara-negara Barat. Hanya karena peradaban Islam mundur, ia jadi tersorot dari segala arah.

BACA JUGA  Menangani Radikal-Terorisme: Spirit Nasionalisme yang Tak Banyak Diminati

Sebagai contoh, kemarin juga, bersamaan dengan terorisme di Iran, seorang imam masjid di AS tewas ditembak orang tak dikenal. Setelah dibawa ke pengadilan, jaksa menganggapnya bukan terorisme, melainkan efek anti-Semitisme. Nonsense, bukan? Tapi itulah yang terjadi sekarang. Kalau korbannya non-Islam, ia akan disebut terorisme. Namun jika korbannya Muslim, ia tidak disebut terorisme. Terorisme dituduhkan sebagai ulah Islam saja. Jelas ini stigma yang fatalistis.

Terorisme, dengan segala muatan politisnya, sama sekali bertentangan dengan Islam. Jika ISIS menyerang Iran atas alasan Syiah, sulit untuk menerima bahwa AS dan Zionis tidak mendalangi itu di belakang. Faktanya, stigma bahwa “Islam agama teroris” merupakan senjata terampuh untuk memecah-belah Islam, membuat masyarakat Muslim tidak pernah bersatu untuk melawan musuh sebenarnya, yaitu AS dan gerakan zionismenya.

Politik Terorisme

Itulah yang disebut sebagai politik terorisme. Teroris yang melakukan teror karena kesalahan memahami Al-Qur’an itu ada. Memang ada. Tidak bisa disangkal. Tetapi teroris yang sengaja digerakkan untuk merusak Islam dari dalam, yang pelaku sebenarnya adalah Zionis, itu juga ada dan sama-sama tidak dapat disangkal. Dalang terorisme di dunia itu AS, dan ketika teroris menyerang AS, itu tak lebih dari gerah propagandanya sendiri.

Untuk itu, Indonesia jangan sampai di-Iran-kan. Dengan kebijakan politik non-blok dan konsistensinya membela Palestina, negara ini jelas berada dalam ancaman terorisme yang bisa terjadi kapan saja. Apalagi, Indonesia tengah memasifkan kerja sama dengan China, rival AS. AS kemungkinan tidak akan tinggal diam. Dan terorisme, sebagai tumpangan politik, akan dipakai mereka sebagaimana yang dilakukannya di Timur Tengah. Indonesia harus ekstra waspada!

Di Indonesia, strategi penanganan terorisme cukup komprehensif. Namun demikian, kondisi politik yang tidak bisa ditebak, baik nasional maupun internasional, dapat menyebabkan konflik terorisme serius yang meresahkan negara secara keseluruhan. Tujuannya, misalnya, menciptakan instabilitas sehingga negara ini bertikai dengan warganya sendiri. Untuk kelancaran politik, terorisme kerap dijadikan kambing hitam, maka Indonesia harus mengantisipasinya sebaik mungkin.

Terorisme, sekali lagi, bukan bagian dari Islam, juga tidak dibenarkan syariat. Iran, yang tengah berkabung karena terorisme, jangan sampai meruncingkan permusuhan dan stigma atas Syiah di dunia global. Palestina tengah digenosida dan dunia diam dari kebiadaban AS dan zionisme, kecuali Iran. Lalu hari ini umat Islam tengah diprovokasi dengan terorisme berdalih Sunni vs Syiah. Ini jelas berbahaya. Jika Indonesia tidak bersiap untuk berbenah, dalam waktu dekat bisa terjadi teror serupa.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru