28.2 C
Jakarta

Pemberdayaan Komunitas Lokal dan Social Capital dalam Kontra-Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahOpiniPemberdayaan Komunitas Lokal dan Social Capital dalam Kontra-Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Radikalisme masih menjadi permasalahan sosial masyarakat Indonesia. Hal itu ditandai adanya perilaku radikal seperti sifat intoleran, memaksa perubahan tatanan, dan cenderung menentang hukum positif perlawanan terhadap semua institusi negara. Apabila hal ini tidak segera dihentikan, maka akan berpotensi menjadi masalah besar dari waktu ke waktu.

Tidak hanya menggerogoti Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Lebih jauh lagi paham radikalisme tumbuh di tengah masyarakat melalui celah-celah pendidikan, institusi, politik hingga budaya lokal. Hal ini menjadi mala petaka seandainya tata kelola pemerintahan dan masyarakat dominan berideologi radikal.

Pemerintah dan masyarakat harus saling bekerja sama membuat rumusan strategis untuk menghentikan proses penguatan radikalisme di segala aspek. Pemerintah sebagai penguasa negara tidak boleh hilang kendali atas birokrasinya. Hal itu dikarenakan nilai dan ajaran radikalisme bersifat pemaksaan dan berujung pada aksi terorisme.

Menangkal ideologi ini memang tidak mudah, terlebih jika radikalisme berpijak pada keyakinan. Salah satu usaha menangkal paham ini selain dari institusi agama adalah melalui komunitas lokal. Komunitas lokal dapat mencakup berbagai bentuk organisasi sosial, mulai dari kelompok informal hingga organisasi yang lebih terstruktur dengan kepemimpinan dan kegiatan yang terdefinisi.

Diketahui Indonesia merupakan negara dengan keragaman kekayaan lokal dan budaya nasional yang diakui dunia. Setiap pribadi dalam masyarakat Indonesia tumbuh dari budaya atau adat istiadat yang dianut orang tua dan leluhur. Dari budaya tersebut itulah lahir nilai- nilai budi pekerti luhur yang mengedepankan kebersamaan dan tolong menolong.

Di dalam sebuah komunitas, selalu muncul rasa kebersamaan dan ikatan gotong royong dalam rangka mengindari pertikaian. Kearifan tersebut diwariskan turun temurun oleh leluhur bangsa ini dari generasi ke generasi.

Diketahui radikalisme adalah internalisasi dari budaya luar, maka dengan memperkuat nilai budi pekerti luhur bangsa melalui komunitas lokal dapat menangkal paham berbahaya ini.

Lantas bagaimanakah sebuah komunitas lokal bisa melawan gelombang arus radikalisasi? Marilah kita mulai dengan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Komunitas lokal menjadi garda terdepan dalam memberikan pemberdayaan masyarakat melalui program-program yang menyeluruh sampai lapisan bawah.

Melalui program pendidikan dan pemberdayaan, nilai-nilai keagamaan, budaya, dan nasionalisme, masyarakat dapat memiliki pemahaman yang lebih baik dan tidak mudah terpengaruh oleh paham radikal.

Kedua, komunitas lokal dapat membuat jaringan yang kuat dengan sesame anggotanya. Jaringan ini dapat dimanfaatkan sebagai upaya mencegah dan mendeteksi dini adanya gejala paham radikalisme. Terbentuknya jaringan lokal juga sebagai sarana mencari pengikut dalam memerangi radikalisme.

Ketiga, dalam situasi konflik komunitas lokal dapat berperan aktif sebagai mediator antara masyarakat dan pemerintah secara damai. Adanya efek yang timbul dari radikalisme yang sering membuat kegaduhan, komunitas lokal bisa menjadi jalan strategis dan upaya mediasi masyarakat.

BACA JUGA  Mendidik Anak, Membangun Bangsa: Belajar dari Ibunda Imam Syafi’i

Keempat, dengan memahami karakteristik dan kebutuhan masyarakat kelas bawah, komunitas lokal dapat membuat program-program unggulan. Hal itu dapat mereka wujudkan dalam program berupa pelatihan, diskusi, atau kegiatan positif lainnya yang dapat mengalihkan perhatian masyarakat dari paham radikal.

Kelima, kerja sama dengan stakeholder. Dalam menghadapi radikalisme peran komunitas lokal tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka memiliki potensi yang besar bersama masyarakat untuk melawan paham ini.

Dengan pendekatan yang tepat dan kolaborasi dengan pemerintah serta stakeholder lainnya, komunitas lokal dapat menjadi benteng pertahanan terkuat dalam melawan radikalisme.

Social Capital

Menjadi perhatian bersama bahwa generasi muda adalah sasaran empuk paham radikalisme. Pengarang Wiktorowicz menyebutkan bahwa masa transisi krisis identitas yang terjadi di masa muda memungkinkan terjadinya cognitive opening, yaitu sebuah proses mikro-sosiologis yang mendekatkan mereka pada penerimaan terhadap gagasan baru yang lebih radikal.

Alasan demikian menjadi landasan mereka sangat rentan dan terpengaruh paham radikalisme. Sementara di sisi lain, kelompok radikalisme menyadari bahwa psikologis dan pencarian jati diri pemuda masih belum kuat. Hal ini menjadi celah terlebih generasi muda memiliki karakter seperti tidak cepat puas, mudah marah dan frustrasi atas kondisi sosialnya. 

Mari kita perkenalkan dengan social capital. Social capital atau modal sosial adalah kepercayaan dalam kelompok masyarakat umum yang menghasilkan sebuah kapabilitas atau kemampuan tertentu.

Dalam konteks ini menjelaskan tentang pendekatan berbasis modal sosial (social capital) untuk mencegah perkembangan ancaman radikalisme di kalangan pemuda dengan memanfaatkan tiga dimensi di dalamnya, yaitu kepercayaan (trust), jaringan sosial (networks), dan pranata sosial (social institution).

Social capital muncul dari kondisi masyarakat yang tidak berdiri sendiri melawan arus gelombang zaman radikalisme. Diperlukan adanya kebersamaan dan kerja sama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang berkepentingan untuk mengatasi hal tersebut.

Social capital merupakan bagian dalam kehidupan sosial, jaringan, norma dan kepercayaan partisipan untuk bertindak dalam upaya efektif dalam mencapai tujuan bersama.

Dimensi yang terkandung dalam social capital relevan menjadi penangkal gelombang radikalisme era kini. Karakter yang ditumbuhkan termasuk kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta hubungan sosial dan kerja sama yang erat antara individu dan masyarakat sangat cocok melawan radikalisme. Hal tersebut juga menjadi basis nilai pemberdayaan sosial termasuk dalam penguatan kapasitas organisasi lokal.

Dengan demikian, mari kita cegah radikalisme ini dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan penguatan karakter generasi muda dan konsep pemberdayaan organisasi lokal yang berdasar pada dimensi social capital. Jangan lengah dan tetap waspada, kita tidak tahu paham ini semakin hari muncul melalui gerakan terselubung dan menyimpan titik-titik rawan berbahaya. Lawan!

Yusup Nurohman
Yusup Nurohman
Santri di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru