26.1 C
Jakarta

Serial Pengakuan Mantan Teroris (LII-IV): Kisah Machmudi Hariono dari Merakit Bom hingga Dampingi Eks-Napiter Lain Buka Usaha

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Mantan Teroris (LII-IV): Kisah Machmudi Hariono dari Merakit Bom hingga...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Terorisme bukanlah isu yang baru terdengar pada era mutakhir ini. Sudah lama isu ini mengemuka di jagat Nusantara. Hal ini bermula dari pengeboman Bali yang dilakukan oleh Amrozi dan kawan-kawan.

Selepas Amrozi dan kawan-kawan dihukum mati, terorisme makin bertambah. Banyak warga Negara Indonesia terpapar paham membahayakan ini. Meski begitu, ada sebagian yang bertobat.

Salah seorang yang bertobat dari terorisme adalah Machmudi Hariono alias Yusuf. Sekarang ia tinggal di Jatisari, Gisikdrono, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang.

Hariono terpapar terorisme berawal dari keinginannya menjadi relawan di Ambon-Poso. Di sana ia berkeinginan bisa belajar militer dan sebagainya, meskipun dalam perjalanannya, akhirnya mendapat latihan militer.

Selepas dari Ambon-Poso, Hariono berangkat ke Filipina untuk menjadi kombatan perang. Di negara tersebut, kemampuannya dalam menggunakan senjata dan bom semakin terlatih. Setelah itu, ia memilih kembali ke Surabaya, Jawa Timur, lantaran situasi sudah kondusif pada Juli tahun 2002.

Pada saat terjadinya Bom Bali 1 Hariono pergi dari Surabaya ke Kota Semarang. Ia pergi ke Semarang bersama tiga temannya dengan dimodali oleh seseorang, sebesar Rp 20 juta. Hariono ke Semarang adalah untuk memulai lembaran hidup baru. Sebab, dari kejadian Bom Bali I, ia mulai meragukan aksi jihad yang dilakukan lewat terorisme.

Hariono merasa jihad yang dilakukan teroris berlebihan yang diaplikasikan lewat jihad yang menghalalkan aksi terorisme untuk membunuh, karena pembunuhan dalam Islam sangat dilarang.

Hariono bersama teman-temannya mengontrak rumah di Jalan Sri Rejeki Kalibanteng Kidul, Semarang Barat, pada Januari 2003 sembari berjualan sandal dan sepatu. Tak tahunya, ada pemodal yang menitipkan barang-barang di dalam koper besar agar disimpan di rumah tersebut.

Begitu koper dibuka, isinya adalah barang-barang berupa bahan peledak, peluru, dan sebagainya. Lebih terperinci, 88 TNT, 90 butir high empolsive, 750 kilo bahan peledak dan selebihnya peluru, kabel ledakan, 1.000 detonator, dan lainnya.

Satu bulan sebelum bom JW Marriot 1, Hariono ditangkap Densus 88 dengan dakwaan terlibat Bom Bali I karena barang tersebut merupakan sisa dari bahan bom Bali I. Hariono beserta teman-temannya dijebloskan ke dalam penjara karena digolongkan dalam kasus terorisme. Jaksa menuntut 20 tahun penjara namun vonis yang dijatuhkan 10 tahun.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXXVII): Aksi dan Dukungan terhadap Eks Napiter Salsa Bangkit dari Stigma Teroris

Pada tahun 2009, Hariono keluar dari penjara dan kedua temannya memilih menjalani hidup baru, kembali dan berjanji tidak mau terlibat pada jaringan teroris. Hariono sendiri memilih kembali ke Semarang dan berkeluarga. Sedangkan temanya yang lain, berpencar ke daerah lain.

Hampir yang dirasakan Hariono selepas keluar dari penjara adalah persoalan ekonomi. Ia tidak mendapat pekerjaan. Meski pada akhirnya ia mendapatkan pekerjaan di restoran namun label sebagai teroris masih lekat padanya. Namun, karena kesungguhan untuk kembali hidup normal dan berkeluarga, berbagai kendala itu ia hadapi.

Hingga Hariono mampu mendirikan bisnis restoran sendiri dengan menu utama iga bakar. Namun, usaha tersebut hanya berjalan tiga tahun dan kini dia banting setir, berusaha dalam bidang rental mobil. Bisnis yang didirikan oleh Hariono tersebut seakan hanya berguna buat dirinya sendiri.

Hariono berpikir keras bagaimana punya kegiatan yang dapat bermanfaat kepada orang banyak, termasuk mantan teroris. Maka, ia mendirikan Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani) bersama lima temannya yang lain. Kelimanya adalah Badawi Rahman, Nur Afifudin, Sri Pujimulyo Siswanto, Hery, dan Wawan.

Program Persadani mulai berjalan. Berbagai program pelatihan ekonomi sudah dilakukan, semisal ternak lele dan pembuatan sabun. Usaha lain juga berjalan, misalnya menjual bubur kacang ijo, kebab, pertanian dan pangan yang sudah berjalan di Kota Solo.

Sebagai penutup, Hariono memang memiliki masa lalu yang tidak baik. Tapi, ia mampu mengubahnya, sehingga ia mampu menjadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak, termasuk kepada mantan teroris.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini disadur dari cerita Machmudi Hariono yang dimuat di media online TribunBanyumas.com

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru