26.6 C
Jakarta

Salah Paham tentang Moderasi Beragama: Proyek Kapitalis hingga Tuduhan Penyimpangan Agama

Artikel Trending

KhazanahTelaahSalah Paham tentang Moderasi Beragama: Proyek Kapitalis hingga Tuduhan Penyimpangan Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Di tengah banyaknya isu-isu tentang toleransi, moderasi beragama menjadi salah satu topik yang diserang. Salah satu kasus yang paling banyak ditentang yakni, pernikahan beda agama yang dilakukan oleh Ayu Kartika, salah satu stafsus millenial. Fenomena tersebut dinyinyir oleh kelompok-kelompok new born muslim, melalui tulisan-tulisannya di muslimahnews.net.

Mengapa saya sebut sebuah sindiran? Sebab narasi yang digaungkan oleh kelompok tersebut, tidak lain adalah, konsep moderasi beragama yang digaungkan oleh pemerintah disinyalir sebagai penyebab dari banyaknya kemungkaran yang terjadi di Indonesia, proyek kapitalis yang menyebabkan Islam jauh dari ideal, hingga tuduhan-tuduhan lainnya.

Rusaknya citra Islam

Kalau kita pahami, wujud dari beragama dengan hidup dalam ruang lingkup sosial adalah toleransi. Gagal paham tentang toleransi tentu sangat banyak, termasuk kemudian diartikan sebagai meleburkan setiap ajaran agama kepada pada agama lain. Padahal kenyataannya tidak demikian. Sebab yang kita hargai adalah pilihan orang lain tentang memilih agama, dan bergabung dengan kelompok agama tertentu. Masalahnya adalah, bisakah orang-orang yang menganut agama/kelompok agama tertentu tidak mengklaim kebenarannya kepada orang lain? Mengapa hal itu bisa terjadi, ada beberapa faktor, diantaranya:

Pertama, eksklusivitas dalam beragama. suatu agama akan rusak citranya, ketika penganutnya tidak mau memiliki hubungan dengan penganut agama lain. Klaim kebenaran kepada agamanya sendiri harus ada pada setiap penganut agama. Akan tetapi, hal itu tidak boleh menjadi kampanye kepada penganut agama lain. Apabila itu dilakukan, maka sikap eksklusif tersebut berbahaya pada tatanan sosial.

Kedua, taqlid buta (ketaatan buta). Ketaatan buta ini dimiliki oleh seseorang dalam melakukan spiritualitas agama. Dalam konteks ini, apa yang dilakukan oleh Fitri bisa kita sebut sebagai perilaku taqlid buta. Hal itu karena, ia menghalalkan segala cara akan sakit hatinya, tanpa melihat apa saja kesalahan yang dilakukan oleh pemimpinnya sehingga menyebabkan dia dipenjara.

Ketiga, merindukan zaman ideal. Sebagian kelompok agama merindukan zaman ideal, dimana semua penduduk di dunia ini harus beragama seperti dirinya. Khayalan semacam itu akan menyebabkan gesekan pada antar kelompok beragama

Keempat, tujuan yang membenarkan pelbagai cara. Jika melihat munculnya kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam, sebenarnya hal itu juga menjadi cara bahwa, mereka melakukan apapun agar tujuan mereka tercapai. Mereka menentang pemerintah yang sah, menyalahkan pemerintah yang sah serta menyerukan kembali ke Islam dengan cara apapun. Kelima, bungkus religiusitas, selalu menarik untuk dikampanyekan.

BACA JUGA  Apa yang Dilakukan oleh Aktivis Khilafah pada Pemilu 2024?

Faktor-faktor tersebut dimiliki oleh new born muslim dalam melihat keberagaman yang ada di Indonesia. Terlebih, banyaknya kasus yang berkaitan dengan isu-isu toleransi, beberapa kelompok menyudutkan bahwa, pemerintah anti terhadap Islam, serta tidak bisa membedakan antara Islam kaffah yang harus ditegakkan untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran.

Indikator moderasi beragama

Moderasi beragama tidak mengurusi agama yang sudah final, akan tetapi aktualisasi/ekspresi beragama yang ditampilkan oleh seseorang. Sejalan dengan itu, kita memahami bahwa, setiap orang beragama memiliki keyakinan, klaim kebenaran, serta doktrin yang menjadi acuan dalam melaksanakan ajaran agamanya. Bagaimana hal itu bisa sinkron dengan perbedaan yang ada di Indonesia? Itulah mengapa pentingnya moderasi beragama.

Berdasarkan buku “Moderasi Beragama” yang diterbikan oleh Kementerian Agama RI tahun 2019, menjelaskan bahwa, ada beberapa indikator dalam pelaksanaan moderasi beragama, diantaranya: komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan tradisi.

Bagaimana hal itu bisa dilakukan? ekspresi keberagamaan yang ditampilkan oleh masing-masing penganut agama berbeda-beda. Beberapa kelompok yang menyebutkan bahwa dirinya berislam secara kaffah, gagal memaknai moderasi beragama sebab terdoktrin untuk mengubah sistem negara yang sudah final. Kelompok new born muslim ini berkhayal terwujudnya Islam yang ideal sesuai dengan pemahamannya.

Komitmen kebangsaan berarti tetap berkhidmat kepada NKRI serta pemerintah yang sah, dan Pancasila sebagai dasar negara. Nasionalisme ini penting untuk dimliki oleh generasi muslim. Apalagi, generasi muslim merupakan generasi yang akan menjadi pemimpin Indonesia di masa yang akan datang. Apabila kita memperjuangkan tegaknya negara khilafah, bagaimana Indonesia di masa yang akan datang? Semuanya pasti berebut untuk merasa paling Islam yang ideal.

Moderasi beragama adalah sebuah cara yang bisa kita terapkan untuk memaknai perbedaan, menghargai setiap masing-masing pilihan pada setiap orang dengan tidak mencampurkan akidah yang kita miliki.

Sumber bacaan:

Ratu Vina Rohmatika, Fanatisme Beragama Yes, Ekstrimisme Beragama No Upaya Meneguhkan Harmoni Beragama Dalam Perspektif Kristen, “Al-Adyan, Volume 13, No. 1, Januari-Juni, 2018

https://muslimahnews.net/2022/03/28/3478/?fbclid=IwAR3PeOh4oGiKUG5VEVRYLX0Za0xWlqYu9ofg98bsks4iH5eg1gHEfAsR8Rc

Kementerian Agama RI, “Moderasi Beragama” (Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Gedung Kementerian Agama RI: 2019)

 

 

 

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru