30 C
Jakarta

Radikalisme Kronis di Jantung BUMN

Artikel Trending

EditorialRadikalisme Kronis di Jantung BUMN
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Tagar #TelkomGagalBasmiRadikalis trending di Twitter sejak Rabu (25/5) kemarin hingga pagi ini. Hal itu berkaitan dengan berita bahwa kelompok teroris Jama’ah Ansharud Daulah (JAD) dibaiat di salah satu masjid Telkom. Dalam sejumlah cuitan, tagar tersebut menyudutkan Telkom sebagai pelestari radikalisme. Menteri BUMN, Erick Thohir pun kena sasaran netizen. Di sini lantas lahir pertanyaan bersama; seberapa kronis penyakit radikalisme menggerogoti BUMN?

Editorial Harakatuna melakukan penelusuran terhadap tagar tersebut dan menemukan dua fakta. Pertama, topik tersebut merupakan topik lama, dan pemberitaan tentang JAD Bandung sebenarnya sudah terjadi lebih dari lima tahun yang lalu. Kedua, moncong narasi tagar tersebut ialah menyudutkan Erick Thohir sebagai Menteri BUMN, dan itu artinya berkaitan dengan politik 2024 mendatang. Dari kedua fakta tersebut, Harakatuna akan mengulas yang pertama saja.

Pembaiatan pengurus JAD di masjid Telkom sebenarnya merupakan kasus lama. Amir Qoriah JAD Bandung Tengah, Sholeh Abdurrahman alias Sholeh alias Abu Pursan alias Kang Sholeh, membaiat Sendi Hidayat sebagai anggota JAD Bandung di masjid Telkom, yakni Masjid Darul Ikhsan, Gegerkalong, Bandung. Baiat tersebut juga sekaligus merupakan baiat JAD terhadap Daulas ISIS di Suriah, menjadikan Abu Bakar Al-Baghdadi sebagai pimpinan tertinggi teroris JAD Indonesia.

Setelah baiat di masjid Telkom tersebut, mereka melakukan persiapan fisik dengan latihan di Gunung Putri, Sumedang dengan tujuan menempa diri agar siap berperang dan berhasil melakukan sejumlah serangan. Pertama, pada 25 Desember 2016 lalu, Rizal, Ivan, Abu Faiz dan Abu Sofi merencanakan membunuh polisi di Pospol Senen, tapi Densus 88 melakukan penangkapan sebelum mereka beraksi. Kedua, Yayat Hidayat berencana melakukan bom bunuh diri.

Namun bom itu meledak terlebih dahulu dan Yayat lari ke Kelurahan Arjuna pada 27 Februari 2017. Yayat melakukan perlawanan sehingga dilumpuhkan dengan timah panas dan tewas. Orang yang membantu membuat bom, Agus Suanto dan Soleh Abdurrahman ditangkap di tempat berbeda. Ketiga, Ichwan Nurul Salam melakukan bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Selatan. Sejumlah warga dan anggota Polisi jadi korban.

BACA JUGA  Strategi Kontra-Radikalisasi Berbasis Keadilan Hukum

Akhirnya Sendi Hidayat bersama 11 orang lainnya ditangkap Densus 88 dan diadili dengan berkas terpisah. Pada 31 Juli 2019 lalu, jaksa menuntut Sendi selama 5 tahun penjara. Atas tuntutan ini, Sendi dijatuhi hukuman 2 tahun penjara oleh PN Jaktim pada 12 Agustus 2019. Pertanyaannya, mengapa Telkom sebagai salah satu BUMN mengakomodasi mereka? Seberapa kronis penyakit radikalisme di jantung BUMN?

Betapa banyak tersiar kabar bahwa BUMN menjadi sarang radikalisme dan ekstremisme. Tidak terhitung pemberitaan, tidak terhitung analisis pengamat, bahwa para radikalis-ekstremis menjadikan BUMN untuk menyebarkan ideologi takfiri. Fakta tersebut meniscayakan refleksi dan evaluasi bersama, terutama oleh stakeholder terkait seperti Densus 88 dan BNPT. Menurut penelaahan Harakatuna, penyakit radikalisme di jantung BUMN bisa didiagnosa dengan memahami dua hal.

Pertama, BUMN sebagai badan yang diisi oleh para alumni kampus umum. Hal ini mengindikasikan satu fakta bahwa para pejabat Muslim BUMN, termasuk yang ada di jajaran Dewa Komisaris Telkom, memiliki wawasan keislaman di bawah rata-rata. Faktanya memang kampus seperti UI, GMN, ITB dan sejenisnya banyak disusupi kader tarbiyah PKS hingga kaum Salafi. HTI juga banyak. Tidaklah mengherankan Telkom dan BUMN lainnya terancam. Mereka potensial untuk jadi radikal.

Kedua, Telkom dan BUMN lainnya merupakan entitas lintas etnis. Di dalamnya ada sejumlah elemen masyarakat, mulai pejabat tertinggi hingga para karyawan. Fakta semacam itu mengundang respons segelintir pihak untuk menyusup di satu sisi, dan di sisi lainnya teralienasi dari kontrol keislaman yang memadai. Di lingkungan BUMN, Islam bukan identitas penting. Situasi yang demikian dimanfaatkan suatu kelompok untuk mendiseminasi transnasionalisme hingga takfirisme.

Kedua hal tersebut menunjukkan kita, masyarakat Indonesia secara umum, seberapa kronis penyakit radikalisme di jantung BUMN. Pada saat yang sama juga menunjukkan kita bahwa pembenahan di lingkungan BUM juga bukanlah perkara mudah. Maka, karena itu, seluruh kontra-narasi perlu diarahkan untuk meminimalisir berkuasanya mereka di tubuh BUMN. Harakatuna siap menunggu tulisan para pembaca yang ingin mengulas radikalisme di jantung BUMN secara detail. Kami tunggu.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru