26.8 C
Jakarta

Produksi Narasi Moderat: Upaya Kotra-Radikal yang Efektif di Era Digital

Artikel Trending

KhazanahPerspektifProduksi Narasi Moderat: Upaya Kotra-Radikal yang Efektif di Era Digital
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Kehidupan manusia di zaman modern tidak bisa lepas dari aktivitas digital. Digitalisasi di semua lini kehidupan manusia mengakibatkan perubahan kultur yang dapat mempengaruhi pemahaman dan praktik keagamaan yang berkembang di masyarakat.

Media digital selain bebas untuk diakses oleh semua orang, juga bebas untuk mempublikasi hasil pemikiran dan ideologi tertentu dengan berbagai narasi yang ia buat.

Karenanya, media baru ini kemudian dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk menyebarkan ideologi yang mereka anut, termasuk paham radikal dan intoleran. Hal ini tidak terlepas dari sifat media digital yang memiliki jangkauan penyebaran yang luas serta hanya membutuhkan biaya yang murah.

Meningkatnya literasi digital masyarakat Indonesia dan tingginya penggunaan media internet menjadi alasan tersendiri bagi para oknum untuk menggunakan media digital sebagai sarana penyebaran paham radikal yang dibungkus dengan narasi-narasi keagamaan yang menarik dan persuasif.

Penyebaran paham radikal yang menginginkan perubahan secara frontal sering kali menjadi cikal-bakal munculnya ekstremisme-terorisme di negeri ini. Seperti kasus pembajakan pesawat Woyla Garuda Indonesia tahun 1981 serta serangkaian aksi teror dan bom bunuh diri di Bali, Poso dan lain sebagainya.

Beberapa kasus di atas, setidaknya menjadi alarm bagi kita semua agar selalu waspada terhadap penyebaran paham radikal, terlebih di media digital dan internet. Sikap kewaspadaan ini harus kita iringi dengan aktivitas reaktif terhadap narasi radikal dan intoleran dengan cara memproduksi narasi-narasi yang moderat dan toleran.

Media Digital dan Narasi Radikal

Media sosial sebagai bagian dari digitalisasi banyak digunakan oleh penduduk dunia saat ini. Pada tahun 2020, terdapat 7,7 miliar yang dalam kesehariannya aktif di media sosial. Sedangkan di negara Indonesia sekitar 175 juta jiwa yang setiap harinya berselancar di media sosial.

Beralihnya aktivitas manusia dari interaksi sosial secara nyata ke media sosial, sering kali dimanfaatkan oleh aktor agama dan oknum yang membawa misi paham radikal, intoleran untuk menjadikan media sosial sebagai arena penyebaran.

Penyebaran di media sosial ini kemudian menciptakan kontestasi dengan genre yang bermacam-macam sesuai dengan pemahaman kelompok ideologi tertentu. Misi menyebarluaskannya kepada masyarakat melalui konten atau narasi yang ia buat, seperti media mainstream, dan media dengan afiliasi kelompok tertentu yang kesemuanya membawa konsep dan ideologinya masing-masing.

Sebagaimana temuan dari International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan jaringan Gusdurian menunjukkan bahwa sebagian besar pesan dan narasi yang berkembang di media sosial tidak mengindikasikan moderat. Seperti penggunaan kata-kata kafir, sesat, jihad, musuh Islam dan lain sebagainya.

BACA JUGA  Filter Bubble: Penyebaran Radikalisme Dunia Maya yang Harus Diwaspadai

Melalui platform Facebook juga ditemukan bahwa 884 unggahan menggunakan narasi dan kata kunci radikal. Seperti halnya, narasi bahwa kapitalisme sekuler telah menghancurkan agama, demokrasi adalah sistem yang buruk, dan penegakan syariat Islam. Belum lagi temuan dari Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LAKIP) bahwa sekitar 52% siswa dan mahasiwa telah mengakses dan terkontaminasi virus radikal dan intoleran di atas.

Beberapa temuan di atas, menunjukkan begitu banyaknya narasi radikal, intoleran yang telah berseliweran di media sosial yang dapat berdampak negatif terhadap masyarakat dan para generasi muda selaku generasi penerus bangsa di kemudian hari.

Pentingnya Narasi Moderat di Media Digital

Meningkatkan produktivitas dalam membuat narasi moderat menjadi solusi konkret dalam menangkal masifnya penyebaran paham radikal dan intoleran di media sosial. Hal ini senada dengan konsep konstruktivisme J. Piaget bahwa kebenaran dalam pemikiran dan pemahaman atas sesuatu bukanlah pemberian (given), melainkan dibentuk melalui konstruksi sosial dan pengalaman pribadi seseorang.

Upaya membuat narasi moderat secara masif melalui media digital akan dapat mempengaruhi dan membetuk ide dan pemikiran pengguna untuk selalu memiliki pemahaman dan perilaku moderat di tengah keterbuakaan akses informasi yang saat ini masih banyak diisi oleh narasi yang mengarah pada paham radikal dan intoleran.

Melalui produksi dan memperbanyak konten dengan narasi moderat ini, sudah selayaknya menjadi sebuah pengarusutamaan utama dalam menangkal penyebaran paham radikal dan intoleran di media digital yaitu dengan melibatkan beberapa elemen dan strategi politik.

Pertama, melalui lembaga pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi memiliki keunggulan yaitu selain lebih dekat dan lebih mudah menjangkau kelompok muda yang sering menjadi target penyebaran paham radikal dan intoleran, perguruan tinggi sebagai lembaga yang dihuni oleh para akademisi memiliki SDM yang mumpuni dalam memproduksi konten dan narasi moderat secara intens untuk mengkonstruksi pemahaman masyarakat secara lebih luas.

Kedua, melaluli tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat juga memiliki peluang dan potensi besar dalam membangun pemahaman masyarakat sekitar agar tidak mudah terpengaruh dengan narasi radikal yang berkembang di media digital dan lingkungan masyarakat.

Ketiga, pembekalan literasi digital oleh aparatur negara. Upaya ini menjadi alternatif yang bisa dimaksimalkan dalam agenda kontra-narasi. Melalui pembekalan literasi digital ini, setidaknya menumbuhkan critical thinking pada diri kaum muda dan masyarakat.

Upaya-upaya merongrong keutuhan NKRI melalui penyebaran konten dan narasi di media digital yang mengarah pada paham radikal dan intoleran dapat kita bendung dan antisipasi secara maksimal.

Imam Syafi'i
Imam Syafi'i
Mahasiswa Magister Prodi Interdisiplinary Islamic Studies Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru