35.7 C
Jakarta

Optimalkan Kontra-Terorisme, Prodi Kajian Terorisme SKSG-UI Bentuk Asosiasi

Artikel Trending

AkhbarNasionalOptimalkan Kontra-Terorisme, Prodi Kajian Terorisme SKSG-UI Bentuk Asosiasi
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Program Studi Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) mengadakan kegiatan Pembentukan Asosiasi Akademisi dan Praktisi Terorisme Indonesia pada Sabtu (28/10) kemarin. Acara berlangsung sejak pukul 13.00 s.d. 16.00 WIB di Gedung IASTH UI Lt.5, Kampus UI Salemba, Jl. Salemba Raya No. 4, Jakarta Pusat.

FGD tersebut dihadiri oleh sejumlah akademisi dan praktisi terorisme tanah air, di antaranya Muhamad Syauqillah selaku Kaprodi KT SKSG UI, Prof. Asep Usman Ismail, Sri Yunanto, Stanislaus Riyanta, Ihsan Malik, Noor Huda Ismail, dan sejumlah perwakilan dari asosiasi terkait pemberantasan terorisme, baik dari Kementerian/Lembaga maupun NGO.

Kaprodi Kajian Terorisme Muhamad Syauqillah dalam sambutannya mengatakan, rencana mendirikan asosiasi akademisi dan praktisi terorisme merupakan salah satu agenda Prodi yang sudah tercanangkan sejak lama. Ia berharap, asosiasi tersebut menjadi wadah kesinambungan antara akademisi dan praktisi dalam diskursus kontra-terorisme.

“Organisasi ini sebetulnya diskusinya sejak lama. Kami melihat perlu ada yang menaungi akademisi-praktisi terorisme. Ini akan menambah kapasitas semua, sehingga terorisme dan penanggulangannya ke depan berbasis akademik. Selain itu, pengalama praktisi memberikan suasana berbeda dalam kontra-terorisme di Indonesia,” ujar Syauqillah.

Ia juga menuturkan, diskursus kontra-terorisme tidak dapat dilakukan serampangan dan sporadis, melainkan dilakukan oleh ahli yang memiliki basis teoretis secara akademik atau memiliki pengalaman praktis di bidang terkait.

“Asosiasi ini terbuka untuk siapapun yang concern dalam isu radikalisme-terorisme. Ke depan perlu ada pendidikan yang kita bangun melalui kolaborasi antarelemen, sehingga menjadi lebih baik. Ini menjadi benchkmark bagaimana asosiasi ini berjalan,” imbuhnya.

Menanggapi itu, dosen Prodi Kajian Terorisme Prof. Asep Usman Ismail mengatakan, asosiasi ini perlu identifikasi. Praktisi bidang ini menyangkut bidang apa saja, menurutnya, harus jelas, sehingga semuanya bisa terakomodasi dan terwadahi dalam asosiasi ini. Apalagi, asosiasi serupa sudah ada yang membentuk di luar SKSG-UI, maka asosiasi yang diinisiasi SKSG ini mesti istimewa.

“Kita harus memiliki kisi sempurna sehingga kita bisa memberikan penguatan dan perspektif yang lebih tajam. Alasannya, kalau kita asyik dunia praktisi, kita kaya data tapi minim filosofi ilmu, kerangka metodologi, dan riset-riset yang menopang pengayaan kerangka teoretis. Akademisi perlu pencerahan praktisi, dan sebaliknya praktisi perlu juga memberi sisi empiris yang digelutinya.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu juga menegaskan, hari ini zamannya kolaborasi. Ia berharap, asosiasi yang akan dibentuk ke depan menjadi rumah bersama. “Ini memadukan dua sayap: akademisi dan praktisi. Maka wadah ini bukan hanya menghimpun, tapi perlu ada langkah-langkah, perlu ada program riset bersama yang berkesinambungan. Asosiasi menjadi rumah para akademisi sekaligus para praktisi. Saling menguatkan saling berbagi,” tegasnya.

Senada dengan Prof. Asep, dosen Prodi Kajian Terorisme yang lain, Ikhsan Malik mengapresiasi rencana pembentukan asosiasi tersebut. Menurutnya, akademisi dan praktisi memang tidak bisa bekerja secara sendiri-sendiri. Harus terintegrasi, harus membuang ego sektoral, dan kooperatif dalam diskursus terorisme dan penanggulangannya untuk hasil yang komprehensif.

BACA JUGA  Cegah Kekerasan dan Radikalisme, Moderasi Beragama Harus Masif di Dunia Maya

“Praktisi dituntut problem solving, namun akademisi memerlukan pendalaman, penjelasan, dan pengkajian. Ini kombinasi antara problem solving dan pengkajian. Asosiasi ini bisa menjadi titik temu akademisi dan praktisi. Saya melihat sekarang forum untuk melakukan diskusi pendalaman ini semakin menghilang, karena ego sectoral-legalistik. Ini kita kesampingkan demi tujuan bersama dalam asosiasi ini,” ujarnya.

Kendati pada mendukung, rencana membentuk asosiasi akademisi-praktisi terorisme juga mendapat masukan dari praktisi terkait.

Noor Huda Ismail, misalnya, alumni Ngruki yang telah dua dekade bergelut dalam diskursus terorisme. Ia mengaku senang dengan inisiatif Prodi Kajian Terorisme. Sebab, isu terorisme akan terus bergeser dan memunculkan jenis baru yang membuat UU formalistis saja tidak akan cukup. Ia juga menekankan filtrasi kelaikan dalam asosiasi ini.

“Asosiasi ini perlu kriteria tertentu, sehingga siapa yang layak atau tidak itu perlu dipertimbangkan. Selain itu, saran saya, bagaimana ego sektoral dibuang, sehingga antara akademisi dan praktisi bersama-sama. Masuk di sini harus mengilangkan ego tersebut. Ini memang susah karena berkenaan dengan policy, maka asosiasi ini dapat menjadi tempat meruntuhkan ego sektoral tadi,” ujar Huda.

Praktisi lainnya, Jindar Muttaqin, yang juga bergelut di bidang terorisme selama dua dasawarsa, juga menanggapi rencana pembentukan asosiasi ini. Menurutnya, penanganan terorisme di Indonesia selama ini berorientasi ke penegakan hukum. Peran negara lebih besar daripada peran masyarakat. Padahal, terorisme itu lebih berada dalam tatanan masyarakat sejak negara ini berdiri, mulai dari NII di era Orde Lama hingga ISIS di era Reformasi.

“Kemunculan terorisme bersifat fluktuatif, setiap dekade muncul berbagai kelompok. Sekarang masa melandainya terorisme, maka ini masa bagi para cendekia untuk bergerak. Asosiasi ini penting. Ini lebih beradab, karena lebih multi-disiplin dan tidak melulu pendekatan kekuasaan, melainkan wisdom,” tegasnya.

Muttaqin juga menuturkan, penanganan terorisme ke depan mesti bergeser tidak melulu pada aktor, melainkan ideologi. Menurutnya, asosiasi mesti menggeser cara penanggulangan. Selama ini cenderung ke aktor, yakni pelaku teror, tapi pelibatan akademisi pola penanganannya harus di ranah ideologi.

“Kita harus bangkit, untuk mendamaikan dari segi ideologi. Bagaimana syariat Islam berdamai dengan sistem hukum di Indonesia, ini harus dikaji mendalam dan menjadi tugas akademisi. Saya berharap asosiasi ini bisa memfasilitasi kajian ideologi, sehingga apa yang dilakukan bisa bersinergi dengan program pemerintah. Pendekatan negara lebih dominan kepada kekuasaan, asosiasi ini perlu memberi masukan dalam penanganan ideologi,” tambahnya.

Selain masukan-masukan tersebut, FGD pembentukan asosiasi kemarin juga mendapat saran konstruktif ihwal rencana ke depan. Misalnya, masukan tentang perlunya melihat pengalaman asosiasi yang lain, kriteria anggota, hingga outcome asosiasi. Masukan lainnya ialah perlunya pembentukan tim kecil yang menyiapkan struktur, yang tim kecil itu kemudian membawa forum musyawarah untuk berdirinya Asosiasi Akemisi-Praktisi Terorisme di Indonesia oleh Prodi Kajian Terorisme SKSG UI. (Khr)

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru