Harakatuna.com. Semarang – Bertempat di Hotel Ciputra Semarang managed by Swiss-Belhotel, Sabtu (17/12/2022), Dewan Pers menggelar Workshop Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme.
Kegiatan yang diadakan bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tersebut diikuti oleh Pimred Media Cetak, TV, Radio, Siber di Jawa Tengah.
Plt Ketua Dewan Pers Muhammad Agung Dharmajaya berkesempatan membuka acara sebelum para narasumber menyampaikan materinya.
Anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana memaparkan apa yang harus dilakukan media dalam pencegahan radikalisme dan terorisme.
Dia menegaskan, media harus menjaga kepentingan publik jika mengetahui ada tindakan terorisme. Termasuk mencegah supaya tidak terjadi.
“Saat memberitakan aksi terorisme, Pers jangan menginformasikan secara rinci cara cara teroris dalam membuat alat-alat teror seperti cara membuat bom,” tuturnya.
Menurutnya, dalam memberitakan aksi terorisme, akurasi adalah hal yang utama.
“Cek semua informasi dengan benar, visual harus diverifikasi dan diperkuat dari kesaksian, dan legitimasi dari pihak yang berwenang,” tegasnya.
Dalam pemberitaan aksi teror, Yadi meminta Pers hindari melakukan peliputan keluarga, anak atau orang dekat seorang teroris yang tidak terlibat. Sebab, akan berdampak terhadap opini publik.
Selain itu, lanjutnya, Pers jangan melakukan label terhadap agama, etnis atau kelompok tertentu dalam pemberitaan teror.
“Seorang jurnalis yang melakukan peliputan teror harus hati-hati. Nyawa adalah segalanya. Dan, pilihlah narasumber dan pengamat yang kompeten,” tuturnya.
Anggota Dewan Pers lainnya, Totok Suryanto menambahkan tentang peran media dalam menangkal paham terorisme. “Jangan promosikan teroris dan terorisme,” tegasnya.
Mengenai peran negara dalam menangkal paham radikalisme terorisme disampaikan Kasubdit Pengamanan Lingkungan BNPT, Kolonel Setyo Prabowo SH MM.
Ia menyampaikan tugas pokok dan fungsi BNPT menurut UU No 5 Tahun 2018 hingga ciri-ciri orang yang telah terpapar paham radikalisme dan terorisme.
Sementara itu, penyintas BNPT yang merupakan korban aksi terorisme yang dihadirkan dalam acara, Febby Firmansyah menceritakan pengalaman pahitnya menjadi korban serangan terorisme di Hotel Marriot Tahun 2003 di Jakarta. “Saya mengalami luka bakar hingga 45 persen,” tuturnya. (*)