31.5 C
Jakarta

Perbedaan Muhammadiyah dengan NU dalam Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan, Mana yang Benar?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanPerbedaan Muhammadiyah dengan NU dalam Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan, Mana yang...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sudah dari dulu, sejak saya masih kecil (mungkin juga masa orang tua saya) Muhammadiyah memang sering tampil beda dengan Nahdlatul Ulama (NU). Perbedaan yang paling disorot dari Muhammadiyah ini meliputi: tidak baca doa qunut shalat Subuh, tadarus Al-Qur’an dibarengi terjemahan di bulan Ramadhan, dan lain-lain.

Saking bedanya dengan NU, kehadiran Muhammadiyah di wilayah Madura menjadi organisasi minoritas. Bahkan, pengikut-pengikut Muhammadiyah cenderung dianggap sebagai musuh. Karena, bagi orang Madura, Islam yang benar hanyalah NU yang didirikan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Muncul anekdot, jika orang Madura ditanya, “Apa agamamu?” Dijawablah, “NU.”

Terlepas dari perbedaan tersebut, saban tahun hampir Muhammadiyah berbeda dengan NU dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan. Buktinya, pada Ramadhan tahun ini Muhammadiyah mengeluarkan pernyataan bahwa awal Ramadhan jatuh pada hari Senin, 11 Maret 2024. Berbeda, NU menetapkan awal Ramadhan pada keesokan harinya tepatnya hari Selasa, 12 Maret 2024. Lalu ijtihad mana yang paling benar?

Tidak penting hanya berkutat pada benar-salah. Hidup tidak melulu soal hitam-putih. Hidup lebih luas daripada itu. Ijtihad memiliki konsep dasar yang perlu diingat bahwa ijtihad yang salah saja masih mendapatkan pahala sebagai bentuk kesungguhan dalam menghasilkan keputusan hukum. Apalagi, ijtihad itu benar, maka ia mendapatkan dua pahala: pahala benar dan pahal ijtihad.

Perbedaan Muhammadiyah dengan NU dalam penetapan awal dan akhir Ramadhan disebabkan pendekatan yang masing-masing keduanya pergunakan. Muhamadiyah menggunakan hisab, sementara NU menggunakan hilal. Dua pendekatan sudah berbeda, maka sudah pasti hasil yang diperoleh juga berbeda. Kedua pendekatan ini sama-sama benar. Karena, keduanya sudah didasarkan pada ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi.

BACA JUGA  Mengulik Model Lebaran Ketupat di Madura

Penentuan awal dan akhir Ramadhan dengan hisab/hitungan didasarkan pada firman Allah dalam surah Yunus ayat 5:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu).

Ayat tersebut menegaskan bahwa tujuan penciptaan sinar matahari dan cahaya bulan serta penetapan tempat orbit keduanya adalah agar manusia mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Maka, melalui dasar ini disyariatkan kepada manusia agar menggunakan hisab dalam menentukan awal dan akhir bulan Hijriyah.

Sedangkan, untuk penentuan awal Ramadhan dengan menggunakan hilal bisa diperhatikan dari sabda Nabi SAW berikut:
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
Jika kalian melihat hilal (hilal Ramadhan) maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal Syawwal) maka berbukalah. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka perkirakanlah ia.

Maka dari itu, tidak perlu mempersoalkan perbedaan Muhammadiyah dengan NU. Keduanya telah memiliki dasar yang kuat. Dasar ini dapat dijadikan sandaran dalam ijtihad mereka. Apalagi, terkait perbedaan Islam tetap membenarkan argumen: “Perbedaan itu rahmat.” Maksudnya, perbedaan merupakan sesuatu yang baik dan positif. Bahkan, dengan perbedaan ini hidup lebih berwarna.

Sebagai penutup, perbedaan Muhammadiyah dengan NU adalah bukti bahwa Islam itu agama yang terbuka. Islam tidak berpegang pada satu pendapat saja. Di sana dihidangkan aneka ragam ijtihad yang semua memiliki dasar dan sama-sama benar. Tidak perlu menutup diri dari perbedaan. Ingatlah bahwa manusia lahir ke muka bumi saja sebab bertemunya perbedaan antara laki-laki dan perempuan.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru