29.9 C
Jakarta

Pemutaran Lagu Indonesia Raya: Sentilan untuk Pengusung NKRI Syari’ah

Artikel Trending

KhazanahTelaahPemutaran Lagu Indonesia Raya: Sentilan untuk Pengusung NKRI Syari'ah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Ada yang bilang bahwa cinta bermula karena kebiasaan. Kebiasaan bertemu, biasa bersama, dan itu yang menumbuhkan rasa cinta terhadap sesuatu. Cinta yang dimaksud tentunya tidak hanya pada konteks relasi sesama manusia, kecintaan terhadap negara. Indonesia, misalnya. Menjadi salah satu term yang berbentuk diskusi panjang. Meski demikian, ekspresi untuk meningkatkan rasa cinta (red:nasionalisme) tersebut bagi setiap orang berbeda.

Saya sepakat bahwa pemberlakuan kebijakan untuk memutar lagu Indonesia Raya oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, sejak 20/05/2021 kemarin di tempat-tempat umum, secara tidak langsung akan meningkatkan kecintaan kita terhadap NKRI. Kegiatan sederhana ini mungkin cukup bisa dibilang tidak serius, ataupun mendapatkan berbagai respon negatif dan menuai kritikan.

Akan tetapi, tanpa kita sadari kebiasaan mendengarkan lagu kebangsaan ini mengingatkan saya pada perjuangan panjang Indonesia meraih kemerdekaan, perjuangan para kiai, santri dan seluruh pahlawan  yang gugur melawan penjajah. Kita perlu memupuk kesadaran semacam ini kepada para anak-anak untuk terus memiliki kesadaran, bahwa Indonesia tidak diraih secara gampang tanpa perjuangan yang merelakan harta, benda kerugian materil dan moril bahkan nyawa.

Kelompok Penolak Nasionalisme

Seiring dengan berkembangnya zaman, pengetahuan yang bisa diakses secara luas, tanpa kita sadari, banyak sekali narasi yang hadir untuk menciutkan rasa kecintaan kita terhadap Indonesia. Nasionalisme yang harusnya kita pupuk dalam diri dalam setiap waktu, justru terbantahkan dengan narasi-narasi agama oleh para kelompok yang membawa kepentingan.

Bagi masyarakat Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, penolakan atas nasionalisme dengan berdalih bahwa tidak sejalan dengan aturan Islam, tentu sangat tidak masuk akal dan menegasikan perjuangan Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Ahmad Dahlan, dan kia-kiai yang lain yang berada di garda depan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Narasi semacam ini marak terjadi dan kita dengarkan oleh para ustad-ustad kekinian.

Anak muda, masyarakat yang mendengarkan tanpa didasari dasar keilmuan sejarah, nasionalisme yang kuat kepada Indonesia, dan haus akan ilmu agama tanpa didasari pengetahuan agama, akan tergerus oleh pemahaman yang demikian. Ini banyak terjadi dewasa ini para milenial yang menolak cinta terhadap NKRI, mendengungkan NKRI bersyariah, dll.

BACA JUGA  Melihat Gerakan Perempuan Akar Rumput dalam Upaya Pencegahan Radikalisme

Berdalih bahwa Indonesia tidak sejalan dengan spirit perjuangan Islam, justru merupakan penolakan yang tidak masuk akal. Apalagi mempermasalah relasi negara dengan Islam. Para pahlawan yang gugur adalah orang yang memiliki pengetahuan keislaman yang kuat dengan tirakat yang luar biasa. perumusan pancasila, tidak semata-mata dirumuskan begitu saja. Beberapa aspek pluralitas menjadi dasar perumusan pancasila bagaimana menerapkan sistem yang pas untuk negara yang majemuk seperti Indonesia.

Menurut Kiai Afifudin Muhajir soal pandangannya Islam dan Negara, setidaknya kita memahami bahwa tidak ada aturan tetap kenegaraan yang valid oleh Islam. Pada masa kepemimpinan Khulafaur rasyidin, nilai-nilai yang diterapkan pada masa kepemimpinannpun mengandung nilai demokrasi.

Kiai Afif dalam pandangannya menyebutkan bahwa Pancasila adalah dasar negara yang moderat. Meskipun banyak yang menentang Pancasila dengan alibi non-islami atau tidak syar’i. Beliau berargumen bahwa Pancasila memang bukan syari’at akan tetapi sila demi sila didalamnya tidak bertentangan dengan syari’at. Pancasila dirumuskan dengan melihat kemajemukan pada diri Indonesia.

Ini tentu menjadi perdebatan panjang pada kalangan yang menolak dan anti terhadap sistem kenegaraan yang diterapkan di Indonesia. Apalagi mempersoalkan relasi ketuhanan secara individual dalam berbangsa dan bernegara.

Bagaimana Sikap Kita?

Sebagai anak muda yang tidak pernah merasakan perjuangan melawan penjajah dengan gencatan senjata, pengorbanan fisik dan tenaga. Era yang kita rasakaan saat ini sangat berbeda dengan dahulu. Kondisi medan perjuangan kita saat ini sangat berbeda dengan masa peperangan. Hari ini kita mengisi kemerdekaan dengan berbagai ekspresi yang diwujudkan.

Tentunya mengisi kemerdekaan bukan lantas menghakimi bentuk kenegaraan yang tidak sejalan dengan Islam, dengan kepunyaan ilmu agama yang bernasab pada kelompok-kelompok agamis kekinian.

Kita butuh menjadi generasi yang membangun citra Indonesia yang positif, anak muda yang berperan dalam passion yang dimiliki, fokus dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Bukan lagi mempersoalkan sisi keislaman yang kita miliki. Sejalan dengan itu, memupuk rasa nasionalisme terhadap Indonesia bisa dilakukan dengan berbagai cara. Tetapi paling tidak, kebijakan pemutaran lagu Indonesia Raya, menjadi salah satu aspek sederhana yang bisa kita dengarkan setiap hari untuk memupuk kecintaan terhadap negara Indonesia.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru