33.2 C
Jakarta

Kepemimpinan DAR dan Operasi Menumpas Gerakan Intoleran

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuKepemimpinan DAR dan Operasi Menumpas Gerakan Intoleran
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Judul Buku: Super Humble Dudung Abdurachman: Konsep Kepemimpinan New Age Metaverse, Penulis: Raylis Sumitra, Penerbit: PPSN (Pusat Pengkajian Strategi Nasional), Cetakan: Pertama, April 2022, Tebal: xii + 202 halaman, ISBN: 978-979-1024-30-3, Peresensi: Muhammad Muzadi Rizki.

Harakatuna.com – Dalam suatu organisasi (baca: bangsa–negara), seorang pemimpin menempati posisi dan memegang peranan yang vital. Bahwa lebih harmonis atau tidaknya, damai atau tidaknya, maju atau tidaknya, tergantung dari kinerja pemimpin itu sendiri. Karena itu, menjadi pemimpin bukan perkara mudah.

Pemimpin harus mempunyai keahlian di bidangnya, pemberian tugas atau wewenang kepada yang tidak berkompeten akan mengakibatkan sistem tata kelola berjalan semrawut. Kepemimpinannya mudah sekali terpengaruhi orang lain.

Banyak pakar menyebutkan, di samping cerdas, idealitas pemimpin seyogianya humanis serta tegas. Dengan sifat ini, ia menjadi sosok yang arif dan proporsional. Bila salah, katakan salah. Pun jika ada yang berusaha menormalisasi penyimpangan, akan ditindak sesuai aturan yang berlaku—tak pandang bulu.

Gaya kepemimpinan ini mampu membuat keputusan yang bijak berlandaskan pada prinsip-prinsip moral dan etika luhur. Semua entitas diperlakukan setara, adil, dan mendorong terciptanya lingkungan yang inklusif.

Salah satu pemimpin yang memiliki karakter di atas adalah Dudung Abdurachman (DAR). Dudung Abdurachman adalah seorang jenderal bintang empat, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). Karier Dudung menyandang pangkat bintang empat terbilang moncer.

Sejak tiga tahun lalu, nama Dudung naik daun menjadi perbincangan publik dan mengisi wacana kepemimpinan nasional. Kendati demikian, ia tidak lantas congkak. Alumni Akademi Militer 1988 ini tetap mengedepankan sikap aslinya yaitu humble (rendah hati).

Dalam buku Super Humble Dudung Abdurachman: Konsep Kepemimpinan New Age ‘Metaverse’, Raylis Sumitra mengungkapkan bahwa DAR adalah figur yang berkepribadian rendah hati.

Jauh dari kesan ‘angker’ seorang Jenderal. Berdasarkan analisisnya, DAR hadir sebagai atasan yang tidak berpaku pada ‘doing the things right’, tetapi ‘doing the right things’ dengan memberikan ruang bertumbuh, dukungan emosional, dan moral untuk anggota timnya (hlm. 17).

Mereka yang mengenal sosok DAR baik sipil maupun militer juga afirmatif; sikap kepemimpinannya sejak dulu hingga kini tetap sama dan tak ada yang berubah. Tetap sederhana. Tetap rendah hati. Pemimpin yang membuat anggotanya menjadi senang berinteraksi.

Maka tak ayal, pemindahan tempat kerja bertugas tidak menyurutkan jalinan interaksinya lost contact. Bila kedapatan ada yang menghubungi dan meminta bantuan, dengan sigap ringan tangan dan langsung dibantu.

Kepemimpinan DAR menekankan aspek komunikasi yang terbuka dan saling kolaboratif. Setiap akan menjalankan tugas, Dudung tak pernah alpa melibatkan para purnawirawan TNI AD untuk memberikan arahan, masukan, dan bimbingan.

Baginya, hal ini penting supaya prajurit TNI, sebagai komponen utama pertahanan negara, tetap tegak lurus merah putih, tidak keluar dari norma. Apalagi, sebentar lagi memasuki tahun politik yang mana akan banyak kepentingan politik baik dari golongan maupun kelompok yang dapat memecah belah NKRI (hlm. 148).

Bagi Purnawirawan TNI Jenderal AM Hendropriyono, berdasarkan tinjauan empiris dan pengamatan intelegensi selama berkiprah di militer, sosok Dudung memiliki sisi keistimewaan tersendiri. Hendropriyono mengenal sosok Dudung pertama kali saat kunjungannya di Timor Timur. Kala itu, Hendropriyono berpangkat brigadir jenderal, sedangkan Dudung berpangkat kapten.

Sesaat setelah pertemuan, Hendropriyono mem-profiling Kapten Dudung secara langsung. Menurutnya, terdapat sikap yang menonjol pada diri kapten Dudung, yaitu rendah hati. Sifat ini tak boleh dianggap sepele, karena di balik kerendahan hatinya, ada potensi luar biasa yang dimiliki.

Hal ini terlihat dari gelagat tindak-tanduk, lalu cara berkomunikasi kapten Dudung dinilai telah menunjukkan kecapakan dalam memimpin. Hendro memprediksi, bakal jadi pemimpin hebat di republik ini.

BACA JUGA  Hadis-hadis tentang Politik Kebangsaan; Sebuah Telaah

Dan, benar saja. Saat menjabat Pangdam Jaya Jayakarta, Jakarta, Mayjen Dudung menorehkan tinta emas berkat kepiawaian dalam memimpin menghadapi serangkaian peristiwa pelik.

Setidaknya di tahun yang sama (2020), ada dua peristiwa yang jika dibiarkan mampu memengaruhi dan memantik pergerakan massa. Pertama, deklarasi tanpa izin di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. Kedua, melawan ormas intoleran berjubah agama.

Ihwal kejadian di TMP, permasalahannya bermula saat Gatot Nurmantyo dan rombongan melayangkan surat izin nyekar ke Kementerian Sosial. Namun, lantaran kondisinya sedang pandemi Covid-19 jadi tidak diizinkan. Alih-alih patuh, mereka tetap ngotot berziarah.

Singkat cerita, keesokannya pun datang berbondong-bondong. Aparat setempat menawarkan jalan tengah memperbolehkan masuk ke makam dengan skema bergiliran 30 orang per kelompok. Setelah diperbolehkan, yang terjadi malah dimanfaatkan dan berujung deklarasi dukungan terhadap Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). 

Hal ini menimbulkan kerumunan massa tak terelakkan. Aparat TNI dan Polisi yang bertugas meminta untuk bubar, karena waktu itu masih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kelompok massa tidak mengindahkan. Aparat kemudian tak ada pilihan selain mengambil tindakan tegas dengan sedikit paksaan. Alhasil, terjadilah keributan. Namun itu semua tak berlangsung lama, situasi berhasil diredam dan kembali kondusif (hlm. 121).

Peristiwa berikutnya, terkait perununan baliho Habib Rizieq Shihab. Saat itu, baliho Rizieq bertebaran tanpa izin di berbagai penjuru ibukota. Satpol PP yang sudah menertibkan, malah digeruduk kelompok Front Pembela Islam (FPI) untuk dipasang kembali.

Melihat situasi itu, Mayjen Dudung pasang badan dan memberi ultimatum. Indonesia adalah negara hukum, harus taat kepada hukum. Kalau memasang baliho sudah jelas ada aturannya, bayar pajaknya. Jadi, jangan seenaknya sendiri merasa kelompoknya paling benar.

Menilik jejak digital, yang mana sejumlah aksinya juga meresahkan masyarakat, acap kali melakukan sweeping, hingga menegakkan amar ma’ruf nahi munkar disertai tindakan anarkis dan vigilantis.

Pangdam Jaya, Mayjen Dudung mengusulkan ke pemerintah agar segala kegiatan FPI, termasuk penggunaan simbol dan atribut, dibekukan secara total. Sebab, pembiaran berlarut-larut bakal menjadi ancaman negara yang ujungnya disintegrasi bangsa. 

Gebrakan Dudung menggemparkan jagat nasional dan berefek panjang. Tampak sekali terjadi perubahan konstruksi sosial setelah kejadian tersebut. Elite dan publik pun terbangun dari dilema menghadapi gerakan kelompok garis keras islamisme.

Aparatur Negara yang mula-mula menutup sebelah mata atas perilaku intoleransi itu, mulai melakukan penindakan tegas menutup ruang geraknya (hlm. 156). Pada Rabu (30/12/2020) terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan FPI.

Rentetan tindakan tegas, berani dan penuh resiko yang diambil Dudung Abdurachman, mengantarkan pada pemberian apresiasi dari Presiden Jokowi. Selang enam bulan, tepatnya pada Selasa (25/5), Dudung naik jabatan menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis (Pangkostrad).

Tak berhenti di situ. Di tahun yang sama, karier Dudung kian melambung tinggi didapuk orang nomor satu di tubuh Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Pangkat yang tadinya letnan jenderal berubah naik jadi jenderal bintang empat.

Buku terbitan PPSN ini mengupas secara komprehensif tentang Dudung Abdurachman (DAR), utamanya strategic leadership style. Buku ini sangat cocok sebagai rujukan bagi generasi muda untuk mengantarkan kelak menjadi seorang pemimpin sejati.

Pemimpin yang tidak bisa disetir dan mampu melepaskan diri dari tekanan politik fragmentatif. Indonesia butuh lebih banyak sosok DAR yang lain, yang tahan banting memberangus pengganggu stabilitas nasional. Sudahkah kita siap hadir sebagai jawaban atas kebutuhan itu?

Muhammad Muzadi Rizki
Muhammad Muzadi Rizki
Senang berliterasi, membahas persoalan moderasi, keberagaman, dan kebangsaan.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru