35.1 C
Jakarta

NKRI sebagai Pahlawan Kemanusiaan untuk Palestina

Artikel Trending

Milenial IslamNKRI sebagai Pahlawan Kemanusiaan untuk Palestina
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Tanggal 10 November merupakan hari yang bersejarah. Hari Pahlawan Nasional. Dirayakan setiap 10 November untuk memperingati pertempuran Surabaya antara milisi nasionalis NKRI dengan Sekutu: Britania Raya dan Belanda, yang merupakan konflik bersenjata skala besar pertama antara Indonesia dan pasukan asing pasca-Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Pada hari inilah, Bung Tomo dan Kiai Hasyim Asy’ari, juga para santri, Bersatu melawan penjajah.

Terekam detail dalam sejarah, pada waktu itu, masyarakat tidak begitu patuh pada pemerintah. Mereka lebih patuh dan taat kepada para kiai, sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran tersebut tidak sebentar, namun berlangsung sekitar tiga minggu.

Kegigihan perjuangan pahlawan NKRI untuk mempertahankan kemerdekaan tanah air merupakan sesuatu yang wajib selalu diingat, dikenang, dan diteladani. Negara-negara Barat dan agenda kolonialisme mereka tidak boleh mendapat tempat sejengkal pun. Komitmen demikian kemudian tercantum dalam pembukaan UUD 1945:

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Pertanyaannya, apakah amanat konstitusi ini sudah terealisasi? Jawabannya adalah iya. NKRI hari ini menjadi pahlawan kemanusiaan untuk Palestina, yang negaranya tengah dijajah Israel dan rakyatnya tengah digenosida demi agenda zionisme. Rakyat Palestina dibantai namun dunia diam, termasuk negara-negara Arab yang bungkam tak berdaya seperti kecoak. Namun NKRI, teguh berdiri bersama Palestina, dan membantu kebutuhan para rakyat Palestina.

Apakah tidak berisiko? Jelas ada risikonya. Rumah Sakit Indonesia di Gaza, baru-baru ini, dibombardir sebelas misil Israel. Tidak akan lama lagi, gedung RS tersebut juga akan dibom dengan alasan tak berdasar: menampung Hamas. Namun, NKRI akan konsisten untuk menjadi pahlawan kemanusiaan untuk Palestina. Dan sikap teguh semacam itu perlu diapresiasi, sebab menjadi manifestasi dari aktualisasi Hari Pahlawan yang penting. Penjajahan harus dihapus. Zionis harus dilawan!

Aktualisasi Hari Pahlawan

Posisi NKRI untuk menjadi pahlawan kemanusiaan untuk Palestina telah berlangsung sejak lama. Tentu, dasarnya adalah amanat UUD 1945. Negara ini sudah merasakan betul bagaimana dijajah berabad-abad, dan bagaimana kedaulatan merupakan sesuatu yang perlu diperjuangkan hingga titik darah penghabisan. Tanpa jiwa-jiwa patriotisme, kemerdekaan adalah angan belaka. Sama halnya juga dengan Palestina yang tengah dicengkeram penjajahan zionis Israel.

Wujud sikap NKRI juga banyak. Beberapa waktu lalu, Menlu RI Retno Marsudi berpidato dengan tegas di PBB ihwal sikap Indonesia dan tuntutan terhadap petinggi PBB—kendati mereka bergeming soal gencatan senjata di Gaza. NKRI tak gentar melawan matinya nurani dan matinya kemanusiaan di Barat, serta standar ganda mereka, hipokrasi mereka, tentang perang dan terorisme. Langkah Menlu RI adalah aktualisasi Hari Pahlawan yang wajib diapresiasi secara nasional.

Selain itu, belum lama ini, NKRI menggalang dana lebih dari empat puluh miliar, yang merupakan gabungan dari filantropi Muhammadiyah, BAZNAS, dan lainnya, untuk bantuan kemanusiaan di Gaza. Kendati prosesnya susah karena Israel mempersulit akses bantuan kemanusiaan, itu merupakan sumbangsih penting negara ini sebagai pahlawan bagi Palestina. Dalam konteks penjajahan oleh Israel Palestina, NKRI telah memompa spirit perlawanan rakyat Palestina.

BACA JUGA  Kapitalisme: Jurus Aktivis Khilafah untuk Mendegradasi NKRI

Baru-baru ini juga, Menhan RI Prabowo Subianto menyerahkan beasiswa Kemhan RI kepada 22 mahasiswa Palestina. Mereka akan menjadi calon kadet mahasiswa Universitas Pertahanan RI, dan masuk beberapa program studi. Ada yang di Jurusan Kedokteran, empat orang. Kemudian ada dua orang di Jurusan Farmasi. Habis itu ada yang Jurusan Teknik, baik Teknik Listrik, Teknik Mesin, dan Teknik Informatika. Tahun depan, kata Prabowo, akan ditambah jumlahnya.

Langkah tersebut merupakan serangkaian aktualisasi Hari Pahlawan di NKRI. Palestina dibela bukan karena masyarakatnya Muslim, melainkan karena penjajahan memang wajib dilawan bersama, juga sebagai wujud solidaritas kemanusiaan. Jadi, selain aksi damai beberapa hari lalu, NKRI senantiasa berdiri bersama Palestina melawan penjajahan, genosida, dan zionisme. Konsistensi dan aktualisasi tersebut sama halnya dengan yang NKRI lakukan untuk melawan terorisme.

Palestina dan Kemanusiaan Kita

Tentu, beberapa kalangan di negara ini ada yang pro-Israel. Alasannya, mereka tidak suka Hamas dan menuduhnya sebagai teroris. Entah karena mereka dibayar Israel untuk menjadi buzzer zionisme atau memang karena rasa kemanusiaannya mati, mereka mendukung genosida di Palestina. Keadaan demikian benar-benar ironis, dan kontras dengan amanat konstitusi. Mereka mencederai perjuangan pahlawan yang mengusir penjajah dengan cara mendukung penjajahan itu sendiri.

Padahal, untuk mendukung Palestina tidak dibutuhkan sentimen agama. Tidak juga perlu memahami sejarah okupasi Israel pasca-pengusiran mereka dari Eropa. Tidak perlu juga pemikiran kritis bahwa zionisme bertentangan dengan HAM dan demokrasi. Hanya perlu menjadi manusia untuk berempati pada perjuangan rakyat Palestina. Sayang sekali bahwa beberapa kalangan di NKRI, dan di antara mereka ada juga yang kaum intelektual, yang justru mendukung Israel.

Sebut saja Arrazy Hasyim dan Raiyadh Bajrey. Yang satu mengaku Aswaja, yang satu lagi dedengkot Wahabi. Keduanya mengkritik Hamas dan menunjukkan sikap yang antipasti terhadap perjuangan Palestina. Yang tidak banyak orang tahu adalah, Raiyadh Bajrey itu Wahabi, dan mereka memang pro-zionis. Lihat saja Arab Saudi hari ini. Mereka bungkam atas Palestina dan lebih memilih memerangi Houti Yaman. Gahar ke sesama Arab-Islam, tapi melempem ke zionis-Yahudi.

Apakah NKRI perlu dalil lebih kuat untuk membela Palestina? Tidak. Arrazy dan Bajrey tidak lebih dari kecoak yang tunduk di hadapan penindasan dan kolonialisme. Mereka tidak pernah berpikir, apakah jika Hamas tidak ada, Palestina masih akan berdiri? Sekalipun kelompok Hamas adalah milisi, paling tidak mereka selama ini mati-matian mempertahankan Palestina. Tapi, terlepas dari seluruh alasan politis itu, sejatinya Palestina hanya butuh satu hal, yaitu empati kemanusiaan kita: Indonesia.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru