27.8 C
Jakarta

Mungkinkah Aktivis Khilafah Berhenti Memperjuangkan Tegaknya Pemerintahan Islam?

Artikel Trending

KhazanahTelaahMungkinkah Aktivis Khilafah Berhenti Memperjuangkan Tegaknya Pemerintahan Islam?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Beberapa waktu belakangan ini, saya selalu membaca narasi yang disebarkan oleh salah satu media online, yang dikelola oleh para aktivis khilafah, Muslimahnews.net. Bacaan serupa saya tambah dengan keberadaan buletin “Kaffah” yang setiap hari Jum’at beredar luas. Kalau dulu saya bisa temukan di beberapa masjid di Yogyakarta, ketika secara tidak sengaja untuk melaksanakan sholat Ashar, di waktu Jum’at. Hari ini kita sudah bisa menemukan melalui sebaran grup Whats’App. Buletin “Kaffah” kini berubah menjadi digital. Semua bisa akses dan bisa membaca narasi propaganda untuk menegakkan sistem pemerintahan Islam di Indonesia.

Perjuangan para aktivis khilafah tidak berhenti sejak zaman dahulu. Dari sebelum internet ada, sampai hari ini masih terus berjuang untuk menyebarkan narasi propaganda. Strateginya-pun berkembang. Semua dilakukan secara totalitas untuk menegakkan khilafah di Indonesia. Fakta ini menjadi salah satu alasan mengapa perjuangan untuk menyebarkan kontra-narasi, dan perang melawan radikalisme, perlu terus disuarakan. Sebab dari masalah inilah, tantangan kebangsaan yang dimiliki oleh Indonesia, terus ada.

Indonesia adalah Ruang Besar untuk Ditempati Bersama

Karlina Supelli, salah satu tokoh perempuan yang memiliki andil besar terhadap perkembangan ilmu sains di Indonesia, mengungkapkan bahwa pembentukan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), bukan hanya merupakan peristiwa politik yang mengubah penataan wilayah yang semula di bawah administrasi Hinda-Belanda. Pembentukan tersebut merupakan peristiwa kebudayaan yang menyangkut perubahan identitas. Apa artinya? Perubahan ini dilihat berdasarkan prinsip kesukuan, keagamaan dan tata kelola kerajaan lokal, cita-cita NKRI mengarahkan penduduknya ke makna kebangsaan yang bersatu berdasarkan prinsip kewarganegaraan. Perubahan ini setidaknya bisa dilihat dari dua aspek, di antaranya:

Pertama, ke-Indonesia-an mengandung makna kesetaraan manusia dan kesamaan dalam komunitas politik nasional. Sehingga dalam makna ini, manusia senantiasa dituntut untuk sadar bahwa dengan manusia lainnya, tidak ada perbedaan, karena berada dalam satu ruang kebangsaan. Kedua, pengertian sosiokultural seperti kemajemukan budaya dan suku, keragaman agama, keadilan sosial dan lain-lain masuk ke dalam bingkai civic.

Penjabaran tersebut semakin diperluas dengan perdebatan tentang keberadaan agama dalam sebuah negara. Mungkinkah bahwa negara Indonesia merupakan negara agama? Jawaban dari pertanyaan tersebut ditampung dalam sila pertama dalam Pancasila. Keberadaan sila pertama dapat menampung segala jenis identitas keagamaan yang melekat dalam diri bangsa Indonesia.

BACA JUGA  Memahami Female Breadwinner Melalui Kacamata Sosial

Akankah Mereka Berhenti?

Ini adalah pertarungan ideologi, yang cukup kompleks. Artinya, ideologi khilafah yang dianut oleh para aktivis tersebut, tidak hidup para ruang yang hampa. Ada ribuan, bahkan jutaan manusia yang setiap hari, terus meyakini bahwa ideologi ini akan menyelamatkan Indonesia dari kesengsaraan, sehingga Indonesia apabila menerapkan sistem pemerintahan khilafah, akan jaya. Dan kita, semua pembaca, semoga tidak memiliki pemikiran serupa, agar bisa menebarkan virus perdamaian dan keramahan tentang agama, tanpa perlu berdebat tentang agama dan negara.

Semestinya kita perlu belajar dari negara-negara Timur Tengah, yang sudah hijrah menjadi negara Islam, yang menganut sistem pemerintahan Islam. Apakah kemakmuran yang tercipta? Bahkan untuk berbicara tentang konsep kemakmuran saja, kita memiliki banyak perspektif tentang hal itu. Praktik di lapangan, negara-negara yang menerapkan pemerintahan Islam, terjadi perang saudara terjadi dimana-mana. Pemerintah bersifat otoriter. Tidak ada HAM, sebab semua peraturan harus ditegakkan secara disiplin berdasarkan aturan Islam. Bukankah ini berarti potret bahwa ajaran Islam sangat tidak memanusiakan manusia? Padahal jauh dari praktik tersebut, Islam adalah ajaran agama yang rahmat, yang memberikan ruang kebebasan bagi penganutnya.

Mematikan satu perjuangan para aktivis khilafah, berarti menghidupkan 1000 perjuangan yang mereka lakukan. Tapi ini bukan berarti kita tidak wajib untuk berdiam diri, sehingga tidak ada upaya untuk melakukan apapun.

Apa yang bisa kita simpulkan? Perjuangan untuk melakukan kontra-narasi, memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak memiliki pemikiran yang sama untuk menyuarakan tegaknya sistem pemerintahan Islam adalah kewajiban yang dilakukan oleh kita semua, anak muda, seluruh elemen masyarakat. Kita perlu memahami secara radikal bahwa esensi untuk menjaga NKRI, salah satunya menjaga dari ideologi yang dapat merusak tatanan bangsa Indonesia. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru