28.4 C
Jakarta

Meresensi: Jurus Jitu Belajar Menulis

Artikel Trending

KhazanahLiterasiMeresensi: Jurus Jitu Belajar Menulis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Resensi bukanlah hal yang asing lagi di telinga kita. H. Dalman dalam bukunya yang berjudul Keterampilan Menulis (2016) mengatakan bahwa resensi adalah tulisan ilmiah yang membahas isi sebuah buku, termasuk kelebihan dan kelemahannya untuk diberitahukan pada pembaca. Objeknya tak terbatas pada buku saja, tetapi juga film, drama, ataupun musik. Namun, dalam tulisan ini kita hanya akan berfokus pada ulasan buku saja.

Meresensi sering dianggap sebagai kegiatan yang mudah. Padahal membuatnya dengan baik dan benar sesuai kaidah nyatanya tak segampang itu. Namun, untuk kamu yang sekarang baru belajar menulis, belum saatnya memusingkan hal tersebut. Cukup tulis apa yang ingin ditulis dengan sederhana dan mengalir apa adanya.

Mengulas buku tak pernah ada ruginya. Alih-alih rugi, justru kita mendapat bonus tiga kali lipat, yakni wawasan dari buku yang dibaca, terlatihnya keterampilan menulis, serta mengatasi kendala yang kerap dialami penulis pemula, yakni krisis ide.

Banyak dari mereka yang sering merasa kesulitan memperoleh ide. Padahal, Dee Lestari mengatakan bahwa ide selalu ada di sekitar, tinggal kita bisa menangkap ide tersebut dan mengolahnya menjadi karya atau tidak. Di sinilah kepekaan penulis dibutuhkan. Semakin sensitif, maka semakin banyak ide yang tercerap dan menjadikannya tulisan yang apik.

Selain itu, krisis ide juga disebabkan kurangnya referensi atau bacaan yang kita lahap. Itulah pentingnya membaca sebelum menulis. Ada baiknya kita mengisi dulu sumur ide sebelum menimbanya saat dibutuhkan. Bacaan yang berlimpah akan membuat kita mempunyai banyak stok gagasan dalam kepala, yang sewaktu-waktu dapat dipanggil untuk diracik menjadi tulisan yang menarik.

Belajar Menulis Resensi

Menurut saya, meresensi adalah jurus jitu untuk belajar menulis. Tak hanya mengasah kemahiran merangkai kata, pengetahuan yang didapat dari bacaan bisa menjadi modal untuk berkarya di kemudian hari. Mengulas buku membuat kita tidak perlu bingung untuk mencari ide, karena mempunyai objek yang bisa dibedah dan dikembangkan. Satu hal yang diperlukan adalah kecakapan untuk menganalisis dan menyampaikan opini dengan baik. Hal itulah yang hendaknya kita latih.

Awal menulisnya tak perlu terpaku dengan kaidah atau teori. Cukup tuliskan saja hal-hal yang menurut kita menarik untuk dibahas. Berikan pendapat terhadap buku, lalu tuliskan dari sudut pandang pribadi. Meskipun begitu, jangan lupa untuk menyertakan poin-poin penting yang wajib ada agar ulasan tetap informatif. Poin yang dimaksud yakni identitas, sinopsis, pendapat pribadi, kelebihan, dan kekurangan buku.

Sebelum menulis, kita hendaknya membaca buku yang akan diresensi secara komprehensif dan utuh. Hal ini bertujuan agar tulisan kita benar-benar objektif dan apa adanya. Jangan lupa untuk mencatat hal-hal penting atau kutipan yang akan disertakan. Kemudian segeralah tulis garis besar opini terhadap buku tersebut agar tidak lupa, dan selesaikan saat itu juga bila memungkinkan.

BACA JUGA  Mengalami Writer’s Block? Kenali Ciri-ciri dan Tips Mengatasinya!

Apabila masih kesulitan, cukup bagi ulasan menjadi tiga bagian besar, yakni pembuka, isi, dan penutup. Di bagian pembuka, kepiawaian menulis akan diasah. Kita dipaksa belajar membuka tulisan dengan baik, agar pembaca penasaran dan terus membaca sampai akhir. Perbanyaklah membaca resensi orang lain, maka nanti kita akan menemukan pola atau cara membuka paragraf dengan menarik.

Hal serupa sebaiknya kita lakukan pada bagian isi. Bahaslah buku secara santai, seperti sedang bercerita pada teman karib. Sampaikan garis besar cerita, pendapatmu mengenainya, kelebihan, kekurangan, dan apakah buku itu direkomendasikan untuk dibaca atau tidak. Tulislah apa saja, jangan takut salah. Kalau perlu bagikan ulasanmu di blog atau sosial media, agar bisa dibaca dan diberi kritik dan saran oleh kawanmu.

Seperti kata Edward L. Thorndike, seorang ahli psikologi asal Amerika, bahwa proses belajar adalah tentang trial and error. Tak masalah bila karya pertamamu ternyata banyak salahnya dan tidak sesuai ekspektasi. Toh belajar adalah tentang bagaimana memperbaiki kesalahan, bukannya seketika menjadi benar. Jadi kita harus bersabar dan menikmati prosesnya, karena karya yang baik tak pernah hadir dari sesuatu yang instan.

Manfaat Meresensi

Seperti yang sudah saya tulis di atas, layaknya printer, mengulas buku juga bisa dikatakan all in one. Dari satu kegiatan, kita mendapatkan banyak manfaat. Kita yang selama ini hanya membaca kurang dari dua belas buku dalam setahun, bisa jadi meningkat jumlah bacaannya. Dulu yang membaca hanya sekadar “membaca” saja, kini mulai meresapi isi dan maknanya.

Tak hanya itu, mengulas buku juga berguna untuk mengasah intelektualitas dan sensitivitas penulis. Dalam proses menulisnya, kita dipaksa untuk lebih peka dan kritis terhadap sebuah karya, karena harus memberikan opini dan menilainya. Hal itu akan melatih kita untuk berpikir kritis, objektif, dan tidak judgemental.

Penutup

Imam Syafi’i mengibaratkan ilmu sebagai buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat agar tak terlepas begitu saja. Mengulas buku agaknya merepresentasikan hal tersebut. Tak hanya bertujuan agar isi buku semakin kuat menacap dalam benak, kegiatan tersebut juga menjadi sebuah proses belajar untuk bisa naik kelas. Berawal dari meresensi buku penulis lain, semoga di kemudian hari giliran buku kita yang akan diulas orang lain.

Wening Niki Yuntari
Wening Niki Yuntari
Penulis Lepas

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru