27.6 C
Jakarta

Meraih Marwah Islam dengan Menegakkan Khilafah

Artikel Trending

Milenial IslamMeraih Marwah Islam dengan Menegakkan Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Salah satu alasan yang membuat segelintir umat Islam ingin menegakkan khilafah dan daulah adalah memajukan peradaban Islam. Mereka resah karena peradaban dunia didominasi kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme. Mereka butuh sistem tertentu guna mengembalikan marwah Islam, yang dengan sistem tersebut, tidak ada lagi yang berani mendiskreditkan Islam. Menegakkan khilafah, bagi mereka, adalah satu-satunya jalan mendapatkan marwah tersebut.

Bukankah narasi khilafah saat ini sudah reda? Tidak. Di negara ini, propaganda khilafah terus berlanjut, namun dengan taktik yang lebih halus. Media sosial mereka juga tidak menamai diri dengan khilafah. Tidak ada unsur khilafah dalam narasi mereka. Mereka menggunakan nama baru, yaitu ‘Islam’. Seolah mereka berjuang untuk Islam. Bahkan ketika pada akhirnya mereka mengafirmasi pentingnya khilafah, alibinya adalah untuk meraih kembali marwah Islam.

Ketertinggalan Islam memang fenomena yang menyesakkan dada. Semua umat Muslim menyadari betul bahwa pusat peradaban dunia hari ini bukan Islam, melainkan Barat. Kemajuan ilmu dan teknologi bergulir di Barat, dan dunia Islam hanya menjadi penonton. Dari kesadaran tersebut, umat Muslim kemudian terpecah menjadi dua. Satu, mereka yang berusaha bangkit dengan melek intelektualitas. Dua, mereka yang depresi dan ingin kembali ke masa lalu.

Perasaan depresi dan menginginkan kejayaan masa lalu inilah yang melatarbelakangi wacana penegakan negara Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, spirit tersebut ditempuh dengan mendestruksi konsensus NKRI dan upaya menjadikan khilafah sebagai sistem pemerintahan. Meskipun NKRI sendiri sudah merupakan hasil musyawarah mufakat para ulama pendiri bangsa, para pegiat khilafah menganggap negara ini produk sekularisme yang menindas Islam.

Fakta bahwa syariat Islam di Indonesia tegak sepenuhnya dianggap kurang cukup, dan tetap merasa bahwa marwah Islam anjlok selama khilafah tidak ditegakkan. Padahal, di negara ini, misalnya, Islam justru paling berkuasa. Presidennya beragama Islam, dan konstitusi pun tidak ada yang bertentangan dengan nilai Islam. Lantas mengapa sebagian kalangan tetap merasa tertindas? Marwah Islam seperti apa yang diinginkan para aktivis khilafah?

Marwah Islam

Jika membaca sejarah dunia, terlihat jelas bahwa peradaban itu dipergilirkan. Tidak ada kerajaan yang kekal. Seberapa lama pun berkuasa, mereka akan musnah dan tergantikan. Iskandar Dzul Qarnain, yang kisalnya terekam Al-Qur’an, adalah penakluk benua-benua. Tapi seperti apa Alexandria hari ini? Hanya seluas Jawa Barat. Romawi, Persia, hingga Islam, sama-sama pernah berkuasa. Apakah mereka kekal? Tidak. Itu artinya, kontrol atas kejayaan tidak sepenuhnya adalah manusia.

Abad kedelapan hingga delapan abad setelahnya, Islam adalah peradaban terbesar di dunia. Islam sudah menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi di saat Eropa masih bergelimang kegelapan. Spanyol, yang ketika itu dikuasai Islam, adalah bukti riil betapa peradaban Islam benar-benar pernah berada di zaman keemasan. Baitul Hikmah, yang super lengkap, merupakan bukti paling fenomenal bahwa Islam menguasai semua bidang: sosial, politik, keagamaan, dan iptek.

BACA JUGA  Khilafah di Indonesia: Antara Ghirah Keislaman dan Kecemasan Berbangsa-Bernegara

Tapi setelah semua itu berlalu, Eropa mendominasi dunia. Milenium berikutnya, Amerika Serikat menjadi kekuatan terbesar. Saat ini, China sudah menyaingi AS. Jadi intinya, marwah itu bukan sesuatu yang kekal. Apakah orang Alexandria hari ini berhak menuntut marwah mereka karena kejayaan Alexander Agung di masa lalu? Apakah orang Yunani hari ini berhak menuntut kejayaan mereka di abad-abad sebelum masehi? Tidak. Mereka tidak berhak.

Jika marwah itu diperoleh karena menguasai peradaban, maka ia tidak bisa dituntut ketika peradaban tersebut pindah. Sayangnya, tolok ukur marwah Islam itu tidak selalu dominasi peradaban. Di masa keemasan Islam, apakah pembakaran Al-Qur’an itu tidak pernah terjadi? Jelas ada, tapi tidak terpublikasi. Hanya konflik horizontal biasa, tidak berkenaan dengan hilangnya marwah Islam. Artinya, jika pun pembakaran Al-Qur’an terjadi sekarang, alasannya bukan karena Islam kehilangan marwah.

Marwah Islam yang sejati terletak pada bagaimana umat Islam menampilkan cara keberislaman mereka ke mata dunia. Islam yang mengajarkan toleransi, keterbukaan, dan menentang terorisme. Islam yang mengedepankan kerukunan, bukan perpecahan. Tidak perlu Islam menjadi sistem politik—seperti diperjuangkan pegiat khilafah—untuk mengembalikan marwah Islam. Islamofobia terjadi bukan karena Islam tidak mendominasi peradaban, tapi karena sebagian Muslim menebarkan aksi teror.

Menegakkan Khilafah

Dalil bahwa khilafah sebagai sistem politik tidak termasuk bagian dari syariat itu sudah banyak. Namun, semangat menegakkan khilafah juga tidak surut—dan justru mengalami eskalasi terus-menerus. Barangkali kerinduan pada khilafah adalah kerinduan akan kejayaan Islam, terlepas dari apakah itu dilegitimasi syariat atau tidak. Dalam konteks itu, para pegiat khilafah berhasrat menjadikan Islam kekuatan super power melampaui Barat.

Mereka memimpikan tatanan global yang memosisikan Islam sebagai kedaulatan teratas, namun hendak memisahkan diri dari kapitalisme dan sejenisnya—sesuatu yang tidak hanya utopis, tetapi juga naif. Para pegiat khilafah lupa bahwa dunia hari ini terintegrasi. Negara satu dengan yang lainnya saling bergantung. Jika khilafah hendak ditegakkan dengan lepas total dari sistem kapital dan sekuler, bukan marwah yang akan didapat Islam, melainkan keterpurukan.

Menegakkan khilafah itu terlihat mudah bagi pegiatnya karena mereka tidak paham sejarah dan politik. Keputusan mereka cenderung emosional; hanya karena Al-Qur’an dibakar, mereka langsung menuduh Islam saat ini tertindas dan satu-satunya cara melawan adalah menegakkan khilafah. Padahal, selain masalah penentuan pemimpin tertinggi nantinya, penegakan khilafah juga sangat problematis karena teralienasi dari dunia global.

Jadi, pada hakikatnya, menegakkan khilafah itu mustahil, jika yang dimaksud khilafah adalah sistem politik tertentu. Namun, jika khilafah dipahami sebagai pemerintahan secara umum, maka di dunia ia sudah tegak dengan sistem yang beragam. Arab Saudi pakai monarki, Indonesia pakai demokrasi. Tidak ada yang bermasalah; sama-sama islami dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Maka, jika ada yang ingin meraih marwah Islam dengan menegakkan khilafah, suruh mereka belajar sejarah.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru