29.3 C
Jakarta

Menutup Rajab, Mengakhiri Propaganda Sistem Khilafah

Artikel Trending

Milenial IslamMenutup Rajab, Mengakhiri Propaganda Sistem Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Rajab 1445 Hijriah selesai. Hari ini, 1 Sya’ban, umat Islam memulai hari-hari sebagaimana biasa, dan hanya sedikit dari mereka yang mengingat bahwa bulan Allah baru saja berlalu. Padahal, sebagai salah satu dari empat bulan mulia yang dituturkan Al-Qur’an, Rajab merupakan bulan dengan momentum-momentum luar biasa. Perang Tabuk, Pembebasan Baitul Maqdis, dan runtuhnya Turki Utsmani terjadi di bulan Rajab. Tentu saja peristiwa bersejarah lainnya juga masih banyak.

Mengapa keruntuhan Turki Utsmani laik menjadi peristiwa bersejarah? Karena kesultanan Ustmani menjadi simbol terakhir dari kejayaan peradaban Arab-Islam. Sebagaimana diketahui, Turki Utsmani berdiri lebih dari enam abad, menjadi warisan tunggal masa keemasan Islam setelah Andalusia berhasil direbut oleh, dan umat Muslim terusir dari, Eropa. Di kalangan orang Barat, Turki Utsmani dianggap sebagai peradaban Arab-Islam yang merupakan musuh bebuyutan sejak Perang Salib.

Jadi terdapat guncangan dahsyat di situ. Satu sisi, umat Islam menyadari kemundurannya sendiri setelah berbagai kerajaan runtuh dan dominasi terhadap Eropa, Afrika, dan Asia memudar. Di sisi lainnya, umat Muslim yang tidak terima dengan dinamika peradaban, terutama Renaisans Eropa dan belakangan menguatnya spirit nation-state, berusaha mempertahankan sisa-sisa peradaban melalui justifikasi teologis. Jadilah kerajaan Umayyah hingga Utsmani diklaim sebagai sistem khilafah Islam.

Meskipun faktanya Umayyah sampai Utsmani sama sekali berbentuk kerajaan monarki yang, kata Abdullah bin Umar dalam Tarikh al-Khulafa’, tidak diajarkan Nabi Saw., klaim tentang ‘khilafah Islamiah’ tidak pernah surut. Hal itu sangat bisa dimaklumi mengingat pikiran-pikiran traumatik sementara kalangan tentang dominasi peradaban Barat terhadap Islam. Mereka yang tidak mampu move on kemudian bikin dua wacana: negara Islam dan negara kafir.

Turki Utsmani pun kemudian dinarasikan sebagai korban sekularisme, hingga lahir pandangan kolektif bahwa dalam peradaban dunia, Islam cenderung didiskriminasi pasca-runtuhnya Utsmani. Narasi tersebut disebarkan secara masif sampai pemahaman umat tentang khilafah menjadi tidak sesuai fakta. Khilafah sebagai sistem Islam bahkan berusaha dipaksategakkan ke Indonesia. Dari ruang-ruang itulah, para propagandis sistem khilafah menggerilyakan ideologinya.

HTI Buta Sejarah

Meski sudah ratuan kali dijelaskan dengan argumentasi yang kokoh, para aktivis HTI terus mempropagandakan sistem khilafah sebagai alternatif masalah-masalah kebangsaan. Alih-alih aktivisnya semakin sedikit, hari ini justru banyak influencer yang terindikasi sebagai aktivis HTI dan ikut menyebarkan doktrin ke-HTI-an tanpa menampakkan identitasnya. Praktis, semangat tentang khilafah semakin meningkat dan kecintaan terhadap tanah air merosot.

Apakah argumentasi HTI sangat kuat sehingga pengikutnya meningkat? Jawabannya adalah; tidak sama sekali. Secara dalil-dalil teologis, sistem khilafah justru sama sekali tidak punya dasar. Secara historis pun, ia tidak kokoh sama sekali dan sebagai disinggung di awal tadi, spirit khilafah lahir dari depresi atas kekalahan umat Muslim pasca-runtuhnya Utsmani. Satu-satunya alasan kenapa HTI—sekalipun sudah sedemikian lemah dalilnya—masih eksis adalah kemasifan gerakanya.

Sebagai contoh, setiap bulan Rajab, para aktivis HTI menggelar acara Remember Rajab yang diisi dengan Kuliah Peradaban Islam bertajuk “The Heritage of Ottoman”. Pada acara tersebut, para dedengkot HTI mendatangkan sejumlah tokoh untuk mengisi seminar yang intinya adalah memasarkan sistem khilafah melalui refleksi sejarah. Sejarah yang dimaksud adalah sejarah Turki Utsmani, sejak penaklukan Konstantinopel oleh Al-Fatih hingga jadi negara sekuler oleh Kemal Ataturk.

BACA JUGA  Idul Fitri, Memperkuat Kohesi Sosial dan Penyucian Diri

Sejarah Turki Utsmani dipersepsikan sebagai sejarah kejayaan dan keruntuhan Islam sekaligus. Dengan membuang total fakta sejarah politik Islam, sejak era Nabi Saw. hingga arbitrase Sayyidina Ali, para propagandis sistem khilafah mengajarkan umat—terutama kalangan remaja—tentang alternatif merebut kejayaan Islam kembali, yakni melalui bughat. Sistem politik yang sah dituduh sekuler, sistem perekonomiannya dituduh kapital, dan iklim keislamannya dituduh liberal.

Berdasarkan penyelewengan sejarah tersebut, sistem khilafah palsu terus-menerus dipropagandakan. Websitenya ada. Instagram, Twitter, dan TikTok-nya juga tersedia. Apa yang terjadi kini kepada umat Islam di Indonesia? Selain penahbisan Rajab sebagai bulan khilafah, umat Islam dibuat kehilangan fakta sejarah peradaban mereka sendiri. Dan alih-alih menggelorakan semangat keilmuan untuk memperbaiki peradaban, propaganda tersebut justru ingin mengganti pemerintahan dengan sistem khilafah palsu.

Sistem Khilafah Palsu

Andai umat Islam sedikit kritis, maka bualan-bualan tentang pentingnya khilafah yang dinarasikan para dedengkot HTI terutama di bulan Rajab akan tersingkap kepalsuannya. Sayang sekali kebanyakan dari pemuda Muslim hari ini cenderung permisif terhadap doktrin-doktrin yang sebenarnya Islam tidak mengajarkannya. Mereka hanya punya militansi yang kuat, namun digunakan untuk, dan dimanfaatkan oleh, pihak yang salah, yaitu para propagandis sistem khilafah.

Semestinya, semua umat Muslim menyadari bahwa dominasi Barat terhadap Islam—atau yang mereka sebut sebagai kemuduran Islam—tidak terjadi karena propaganda Eropa tentang sekularisme, liberalisme, dan kapitalisme, melainkan karena hilangnya intelektualisme dalam dunia Islam. Banyak yang sekadar menginginkan jalan pintas menuju kejayaan, tetapi sedikit yang menyadari bahwa aspek keilmuan merupakan inti dari faktor kedigdayaan Islam di masa lalu.

Karena itu, mulai sekarang, kesadaran kolektif tentang palsunya sistem khilafah yang para aktivis HTI propagandakan harus dibentuk. Wajib. Tidak bisa ditawar lagi, kecuali propaganda yang mengeksploitasi Islam tersebut hendak dilestarikan dan terus menyesatkan umat Muslim dari kompas peradabannya sendiri, terutama tentang bulan Rajab. Cara untuk memahami bahwa sistem khilafah merupakan doktrin palsu dan manipulatif sangatlah mudah, cukup dengan paham sejarah.

Sejarah politik Islam hanya satu bagian dari sejarah peradaban Islam secara umum. Politik hanyalah satu dari banyak aspek lainnya yang membuat Islam berjaya dan mendominasi peradaban dunia di abad pertengahan. Aspek utamanya adalah keilmuan, yang sayangnya, HTI sama sekali tidak menyentuh itu pada setiap bahasannya. Yang mereka narasikan dan propagandakan hanyalah khilafah, khilafah, dan khilafah terus. Sistem khilafah palsu dijadikan dagangan utamanya untuk menggaet umat Islam.

Sebagai penutup, seiring berlalunya Rajab, umat Islam mesti cerdas dan tidak terpengaruh propaganda sistem khilafah HTI. Pada bulan Rajab yang akan datang, propaganda serupa mesti sudah tidak ada lagi. Propaganda sistem khilafah palsu harus diakhiri secara permanen untuk menyetop pembodohan terhadap generasi Muslim. Rajab-Rajab berikutnya jangan sampai terjadi propaganda lagi. Pemerintah dan otoritas terkait mesti bertindak tegas untuk proyek khilafahisasi tersebut.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru