31.3 C
Jakarta

Menumpas Ideologi Kelompok Jihadis Demi Pemilu Damai dan Demokratis

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMenumpas Ideologi Kelompok Jihadis Demi Pemilu Damai dan Demokratis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Beberapa hari lalu, beredar kabar berita yang cukup mengkhawatirkan atas penangkapan 40 teroris Jamaah Ansorut Daulah (JAD) oleh Detasemen khusus (Densus) 88 Antiteror Polri di beberapa wilayah Indonesia.

Penangkapan tersebut dilakukan atas ditemukannya beberapa bukti kuat terkait usaha mereka menggagalkan penyelenggaraan pesta demokrasi (Pemilu 2024) yang tinggal beberapa bulan lagi. Berdasarkan laporan tambahan, setidaknya telah mencapai 59 tersangka teroris yang ditangkap sepanjang bulan Oktober 2023.

Identifikasi yang ditemukan oleh aparat berwenang terkait amaliah jihad oleh kelompok teroris JAD yang tujuan akhirnya untuk menggagalkan Pemilu 2024 tentu menjadi alarm kuat bagi kita semua untuk selalu waspada.

Karena bagaimana pun, menurut pemahaman teroris, Pemilu sebagai pesta demokrasi di Indonesia menjadi salah satu dari sekian banyak hal yang harus dimusnahkan di dunia ini. Pemilu sebagai representasi dari sistem demokrasi dianggap sebagai buatan manusia yang melawan hukum buatan Tuhan (thaghut) dan bertentangan dengan syariat Islam. 

Tentu, pemahaman dan tindakan untuk menggagalkan Pemilu 2024 seperti ini harus bisa menjadi perhatian semua pihak. Mengingat, data yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa trend eskalasi aksi terorisme selalu mengalami kenaikan jelang tahun pemilu.

Terbukti, menjelang Pemilu 2019 yang lalu tercatat kurang lebih 6 aksi teror yang terjadi di beberapa wilayah. Bersyukur sebelum kejadian 2019 terulang kembali, Densus 88 Antiteror Polri dan semua stakeholder dengan luar biasa bisa melakukan tindakan-tindakan preventif sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

Demokrasi Perspektif Kelompok Teroris

Pemahaman teroris terkait demokrasi jelas ibarat penyakit kanker kronis yang hampir mustahil untuk disembuhkan. Pemahaman teroris akan hal ini, setidaknya bisa kita lacak melalui buku berjudul Al-Ghuraba Manhaj Mereka yang Terasing, buah tangan Abu Isrofiel (2011).

Buku ini sangat layak untuk dirujuk terkait sejauh mana paham-paham kelompok teroris berkelindan, terkhusus seputar paham yang menganggap demokrasi sebagai sistem buatan manusia dan bertentangan dengan syariat Islam.

Dalam buku Al-Ghuraba Manhaj Mereka yang Terasing, setidaknya ada beberapa pandangan terkait sejauh mana mereka para teroris melihat ajaran atau sistem demokrasi Indonesia sebagai satu hal yang harus dimusnahkan.

Pertama, demokrasi adalah agama. Mereka para teroris menganggap demokrasi sebagai sebuah agama dengan berlandaskan pada firman Allah: “….Demikianlah Kami mengatur (rencana) untuk Yusuf. Dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut hukum raja, kecuali Allah menghendakinya…… (QS. Yusuf, [12]: 76).

Karena menurut mereka, undang-undang yang ada dan berlaku pada hamba-hamba-Nya telah Allah beri nama sebagai agama (jalan hidup yang ditempuh), sedangkan demokrasi itu memiliki undang-undang selain Islam (Abu Isrofiel, 2011: 9).

Kedua, kesesatan ajaran demokrasi. Demokrasi yang dilihat sebagai suatu sistem pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat, dalam pandangan para teroris disebut sebagai kesesatan yang benar-benar nyata.

Mereka bertendensi pada dua ayat al-Qur’an yang berbunyi: “…keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah…” (QS. Yusuf [12] : 40), dan “…menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah…” (QS. Al An‘am [6] : 57). Dua ayat inilah yang mereka jadikan dalil untuk membuktikan kesesatan sistem demokrasi yang sebenarnya. 

Mereka para teroris berkesimpulan bahwa hanya Allah lah yang menciptakan dan yang memilih apa yang dikehendaki serta menjelaskan bahwa manusia tidak mempunyai hak untuk memilih kecuali Allah yang menentukan.

Lebih jelasnya pertentangan itu sebagaimana kutipan berikut: “Bila yang menjadi sumber hukum itu adalah manusia yang sangat penuh dengan kekurangan dan keterbatasan, apa jadinya hukum yang diundang-undangkan itu? Bulan ini dibuat dan diibadati, namun beberapa bulan berikutnya dihapuskan atau direvisi, karena sudah tidak relevan lagi. Maka sudah pasti hukum yang dipakai adalah bukan hukum Allah, tapi hukum rakyat (wakilnya) atau hukum wali-wali syaitan.” (Abu Isrofiel, 2011: 11).

BACA JUGA  Matikan Islam Radikal, Hidupkan Islam Moderat

Kecacatan Pemahaman Kelompok Teroris

Melihat landasan teologis yang digunakan oleh kelompok teroris untuk menentang demokrasi tampaknya terlihat begitu tektualis dan sepotong-potong. Artinya, di dalam buku Al-Ghuraba Manhaj Mereka yang Terasing tersebut sama sekali tidak ditemukan penjelasan lebih lanjut terkait hal-hal yang memang dibutuhkan dalam memahami maksud dan kandungan Al-Qur’an.

Semisal terkait penafsiran ulama atau mufasir, asbabunnuzul, munasabah (korelasi ayat), lebih-lebih terkait penjelasan lafaz atau ayat apakah ayat tersebut ‘am (umum), khos (khusus), muqayyad (batasan) dan muthlaq

Semua perangkat di atas penting dilalui dalam upaya untuk menafsirkan dan menemukan kandungan dan maksud Al-Qur’an yang sebenarnya. Karena bagaimana pun, untuk memahami kandungan Al-Qur’an bukanlah perkara mudah apalagi dengan sekali baca secara tekstual.

Oleh karena itu, landasan teologis yang digunakan para kelompok teroris untuk menentang demokrasi secara otomatis akan runtuh dan cacat. Dalil ayat-ayat Al-Qur’an yang ditampilkan pun tampaknya cherry picking (mengambil dalil secara sepotong dengan disesuaikan dengan pemikirannya sendiri).

Menafsirkan QS. Al An‘am ayat 57 di atas, Ibnu Katsir (1301-1374 ) menjelaskan bahwa ayat tersebut mempunyai korelasi dengan ayat setelahnya (QS. Al-An’am: 58). Menurut Ibnu Katsir, sebagaimana juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, ayat ini turun untuk menjelaskan tentang bagaimana Allah menyuruh gunung-gunung untuk siap menerima perintah Nabi Muhammad jika Nabi berkehendak untuk menurunkan azab bagi kaum yang menentang seruannya waktu itu.

Namun, Nabi Muhammad bersikap lunak kepada mereka (kaum penentang) dan memohon agar mereka ditangguhkan, dengan harapan semoga saja Allah mengeluarkan dari mereka keturunan yang mau menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.

Sekilas dengan melihat penafsiran Ibnu Katsir sebagaimana yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, tampak jelas bahwa ayat QS. Al-An‘am ayat 57 di atas tidak terlepas dari asbabun nuzul (sebab diturunkannya ayat).

Itu artinya, kelompok teroris tidak seharusnya menjadikan ayat di atas sebagai dalil untuk menentang sistem demokrasi hanya dengan pemahaman yang diambil secara tekstual tanpa melihat keterkaitan asbabun nuzul dengan kandungan ayat.

Konklusi

Berdasarkan pemaparan di atas setidaknya bisa diambil benang merah dan menjadi sinyal kuat betapa trend eskalasi aksi terorisme selalu mengalami kenaikan setiap menjelang pemilu. Itu menunjukkan bahwa kelompok teroris berusaha membangun rasa takut agar masyarakat tidak berpartisipasi dalam Pemilu.

Selain itu juga, para kelompok teroris kerap menjadikan dan mengambil ayat-ayat Al-Qur’an secara sepotong-potong untuk melegitimasi segala pemahaman dan ideologi yang mereka anut tanpa sedikit pun mengacu pada hal-hal yang dibutuhkan dalam menemukan kandungan Al-Qur’an yang sebenarnya. 

Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk membendung aksi-aksi kekerasan serta upaya konkret untuk menumpas pemahaman-pemahaman cacat kelompok teroris terkhusus pandangannya terhadap demokrasi sebagai sistem yang bertentangan dengan syariat Islam.

Tentu, membangun kewaspadaan jauh lebih penting sebelum hal-hal yang tidak diinginkan benar-benar terjadi. Wallahu A’lam.

M. Faidh Fasyani
M. Faidh Fasyani
Santri PP Al-Anwar Sarang Rembang/Mahasiswa Ilmu Alquran dan Tafsir STAI Al-Anwar Sarang Rembang. Beberapa tulisannya telah termuat di beberapa media cetak dan online.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru