26.1 C
Jakarta

Mengkaji Tweet Politisi PKB Luqman Hakim: “Felix Siauw Agen HTI”

Artikel Trending

KhazanahOpiniMengkaji Tweet Politisi PKB Luqman Hakim: “Felix Siauw Agen HTI”
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sdr @felixsiauw harap anda tahu, selama ini sy tdk respon apapun yg kau lakukan. Sy anggap semua itu skedar kenakalan anda sbg mualaf. Nah, saat anda menyerang Ibu Shinta Nuriyah, simpulan saya bkn skedar kegenitan mualaf. Anda nyata2 agen HTI yang sistematis mau merusak Islam,” ucap Luqman Hakim (@LuqmanBeeNKRI) melalui Twitter, pada Minggu (19/1) lalu.

Hingga artikel ini ditulis, tweet tersebut sudah mendapat 1.234 komentar, 2.352 tweet ulang, dan 5.383 suka. Luqman memang terbilang sering menulis tweet tentang HTI dan khilafah. Dalam lima belas tweet yang dilakukannya secara simultan, ia menyamakan para pengusung khilafah dengan kolonial Belanda yang hendak menggerus kekayaan NKRI. Khilafah tak lebih sebagai jargon. Tak pelak, akunnya pun jadi sasaran netizen.

Sangat brutal reaksi cuitan ttg si mualaf @felixsiauw agen HTI yang merusak Islam dari dalam. Bbrp hari ini TL ku dipenuhi caci maki, hinaan, sumpah serapah dan ancaman dr akun2 anonim. Beda banget dg perilaku umat Islam yg ramah penuh cinta. Apa sebenarnya agama mereka ya? #tanya,” seperti itu tweet curhat Luqman, pada Minggu (26/1) kemarin, atau hanya berselang seminggu dari tweet pertama.

Perlu diketahui, Luqman Hakim adalah Anggota Komisi III DPR RI fraksi PKB. Ia juga menjabat sebagai Ketua Bidang Politik & Pemerintahan PP GP Ansor. Oleh karena ia seorang politisi, tentu pernyataannya tak bisa ditelan mentah-mentah. Untuk memahami secara presisi, harus juga dipikirkan tentang ‘apa latar tweet itu muncul’, ‘mengapa ia menyebut Felix sebagai agen HTI’, atau ‘apakah ada tendensi dalam tweet tersebut’?

Artikel ini hendak mengkaji tweet Luqman Hakim tentang Felix, HTI, dan khilafah tersebut. Tiga term ini memang memenuhi gendang telinga kita dalam beberapa hari terakhir. Entah Luqman sebagai politisi atau sebagai Nahdhiyyin, yang jelas tulisan ini tidak memihak siapa pun. Analisisnya pun sekadar pada tataran opini. Bagaimanapun, sekalipun pernyataan politisi, sangkut-pautnya dengan narasi kebangsaan tidak dapat kita negasikan.

The Death of HTI adalah Kemustahilan

Kata siapa HTI sudah mati? Kata siapa yang ada hanya eks-HTI? Tidak. Sekali lagi, tidak sama sekali. HTI tidak mati. Eks-HTI itu tidak ada, mereka masih aktif seperti sedia kala. Agenda mereka mendirikan khilafah, atau sekadar menjadikan khilafah sebagai jargon mengeksploitasi NKRI adalah fakta. Bisa kita rasakan bersama kehadirannya. Bisa kita deteksi orientasipemikirannya. Dan wajib kita lawan segala narasinya.

Kira-kira seperti itu inti tweet Luqman tentang HTI dan khilafah. Ia menyadari betul, HTI tidak saja merupakan komunitas ideologi belaka, melainkan sebuah partai politik. Tepatnya, partai politik ideologis, mengandung ideologi tertentu yang riskan untuk NKRI. Setiap partai jelas memiliki orientasi ideologis: PKB berideologi ala NU, PDI-P berideologi nasionalis, misalnya. Sedangkan HTI sebagai partai, ia berideologi radikal neo-Khawarij.

Dalam konteks sebagai pertai, HTI tidak dapat dideteksi keberadaannya. Basis politik HTI sudah dikebiri oleh pemerintah, melalui pencabutan badan hukum HTI, beberapa tahun silam. Tetapi dalam konteks sebagai ideologi, ia terpatri dalam pemikiran para aktivisnya. Melalui basis ideologi inilah mereka mempertahankan eksistensinya.

Selama suatu ideologi masih tertanamkan, apalagi disebarkan oleh para aktivisnya, maka suatu gerakan tidak akan pernah bisa dimusnahkan. Kematiannya adalah kemustahilan. Seperti inilah yang terjadi pada HTI. Ia tidak akan musnah hanya karena pencabutan badan hukum, sebab eksistensi bagi mereka tak butuh pengakuan negara. Bukankah grand design-nya memang untuk merongrong ideologi negara? Bagi mereka, legalitas sama sekali tidak berguna.

Adalah disayangkan, bila ada yang masih beranggapan, untuk membiarkan mereka dengan alasan demokrasi. Sebab, alasan demokratis tersebut akan menghancurkan eksistensi demokrasi itu sendiri. Kita harus melawan dengan narasi penguatan kebangsaan, sekuat apa pun para agen HTI menyebarkan ideologinya. Antek-antek khilafah pen(y)ebar ideologi HTI tentu sangat gigih. Kuncinya adalah, kegigihan kita menjaga bangsa harus melampaui mereka.

Itulah yang dilakukan Luqman. Kesadaran menjaga bangsa menjadi latar tweet tersebut muncul. Dengan memahami arah dakwah Felix, ia juga memahami bahwa ustaz mualaf tersebut murni adalah agen HTI.

BACA JUGA  Ini Kriteria Profetik Calon Pemimpin yang Wajib Diketahui

Ideologi HTI Bertebar Melalui Para Antek Khilafah

Apakah tweet Luqman termasuk pernyataan yang tendensius? Jelas. Tetapi tidak berarti tendensiusitas menjadi alasan penolakan atas tweet-tweet politisi PKB tersebut. Maksud tendensiusitas di sini ialah bahwa pernyataan tersebut tidak lahir dari kehampaan ideologis. Luqman berhasil menyimpulkan bahwa Felix merupakan agen HTI justru karena ia berada dalam perspektif sebaliknya. Perspektif tersebut ialah ideologi negara: Pancasila.

Andai tidak demikian, bisa jadi anggapan ‘agen HTI’ itu tidak akan lahir. Kita telah melihat bahwa para pengikut felix—artinya mereka yang satu ideologi, satu perspektif dengan Felix—menganggap ustaz mualaf tersebut sebagai inspirasi keagamaannya, ustaz yang berjuang untuk Islam, bukan sebagai ‘agen HTI’. Inilah yang dimaksud tadi, bahwa tweet Luqman bersifat tendensius, karena berada dalam ideologi berbeda dengan Felix.

Adapun isi tweet Luqman bahwa “yang sistematis mau merusak Islam” di tweet pertama, dan “yang merusak Islam dari dalam” di tweet kedua, memberi kita sinyal bahwa ada gerak sistematis-masif dari kalangan umat Islam sendiri, untuk merusak citra Islam tentang sistem kenegaraan. Gerak sistematis dan masif ini melibatkan para aktivis HTI pengusung khilafah. Pergerakannya bisa jadi siluman, tak tampak, tetapi penyebaran ideologinya nyata sekali.

Antek khilafah ini, atau yang dalam istilah Luqman disebut ‘agen HTI’, menggunakan semua platform yang ada untuk menyebarkan ideologinya. Jejak digital mereka kuat. Satu cuitan saja dari seorang Felix, ribuan orang siap membagikannya. Satu komentar saja yang memojokkan Felix, ribuan orang sudah siap mencerca, mencaci, dan menghujat. Sampai penyerang Felix tersebut kapok: mentalnya terganggu karena hujatan berjemaah.

Ideologi HTI yanag disebarkan para antek khilafah ampuh sekali untuk mencuci otak seseorang. Lihat, misalnya, hujatan yang menimpa Ibu Shinta Nuriyah, pasca Felix menyinggungnya di Twitter. Ideologi yang sarat kebencian dan hasrat kudeta, hasrat makar, menjadi ciri khas HTI. Para antek khilafah pun melakukan penyebaran itu secara terus menerus. Sampai semisal mereka tak berhasil menegakkan khilafah, setidaknya mereka berhasil memporak-porandakan harmoni NKRI.

Yang Bisa Kita Lakukan

Mengatakan tweet Luqman Hakim sebagai representasi kecintaan kita terhadap NKRI, dan melindunginya dari setiap gangguan, mungkin ada yang tak setuju. Sebab, representasi akan menerobos sekat identitas, padahal secara politik kenegaraan kita tak tunggal. Ada kubu. Meski sesama pecinta tanah air. Yang terang, tweet tersebut menjadi lampu kuning, agar kita berhati-hati dengan agen HTI yang melakukan indoktrinasi ideologi di mana saja.

Kehati-hatian kita mencakup banyak hal; pintar-pintar memilih ustaz atau tokoh agama panutan, di antaranya. Juga meletakkan istilah ‘hijrah’ ke dalam makna denotatifnya, yakni bertransformasi ke arah yang lebih baik. Karena, hari-hari ini istilah tersebut dikonotasikan pada atribut belaka. Hijab sya’i, cadar, ada contoh konkretnya. Hijrah jadi sesuatu yang peyoratif, banyak mereka yang hijrah bukan bertranformasi positif, melainkan ‘merasa menjadi yang terbaik’ dari Muslim lainnya.

Internet positif kini menjadi sesuatu yang langka. Rata-rata dakwah dunia maya dipenuhi oleh dakwah yang bernuansa kekerasan, atau eksklusivisme keberagamaan. Yang harus digarisbawahi adalah, para agen HTI tahu persis, tak sedikit kalangan milenial—termasuk yang mengaku hijrah—tak suka baca. Itu sasaran mereka. Kita bisa melihat dakwah mereka di platform Youtube, masif sekali. Menjadi ladang mereka untuk indoktrinasi.

Benteng ideologis masing-masing kita juga penting. Misalnya, kita berafiliasi kepada Muhammadiyah atau pun NU, yang ideologinya adalah keislaman-kenegaraan-oriented. Itu lebih baik daripada tak memiliki afiliasi apa pun, karena ideologi HTI akan rentan memengaruhi. Bicara perihal keterpengaruhan terhadap ideologi HTI tak pandang bulu, siapapun bisa terpengaruh, jika paham kabangsaannya nol.

Peneguhan keislaman dan kebangsaan kita adalah kunci utama, yang mesti kita lakukan. Hujatan dan cacian lantaran perbedaan, tidak boleh terjadi. Kita mesti ingat, konfrontasi adalah gaya dakwah antek-antek khilafah. Para agen HTI menggunakannya untuk mendelegitimasi pemerintah. Itulah agenda utama mereka. Lalu, apakah benar Felix Siauw agen HTI? Bukan hanya agen, ia bahkan anak kandungnya. Ia mualaf, menjadi Muslim, langsung bernaung di bawah ketiak ideologis HTI.

Wallahu A‘lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru