30.8 C
Jakarta

Ini Kriteria Profetik Calon Pemimpin yang Wajib Diketahui

Artikel Trending

KhazanahOpiniIni Kriteria Profetik Calon Pemimpin yang Wajib Diketahui
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pemilu tinggal hitungan hari. Tetapi boleh jadi, masih banyak pemilih yang hingga saat ini belum memutuskan akan memberikan mandat dan amanahnya kepada Capres-Cawapres mana. Hasil survei terakhir Litbang Kompas beberapa waktu lalu misalnya, menunjukkan masih ada 28 persen pemilih bimbang (undecided voters). Mereka pemilih yang masih ragu dan belum memutuskan pilihannya.

Itulah situasi yang sedang berlangsung saat ini. Tidak mudah memang mencari figur yang layak dan patut untuk diberikan mandat memimpin negara bangsa serta mengurus jutaan rakyat. Kelayakan dan kecakapan berhubungan dengan kapasitas dan kompetensi. Kepatutan dan kepantasan berhubungan dengan karakter moral atau etik. 

Situasi tidak mudah itu tentu saja terbangun di atas asumsi bahwa para pemilih sudah literate secara politik, serta cerdas dan rasional sebagai pemilih. Tetapi jika bangunan asumsi yang digunakan adalah kebalikannya, maka mencari figur-figur yang bisa dipilih pasti mudah, sangat mudah bahkan. Lihat saja tebaran APKnya, ketahui mereka anak siapa, atau ingat-ingat siapa di antara mereka yang pernah memberi kaos, bingkisan atau amplop berisi uang. Coblos yang demikian, perkara selesai.

Namun, benarkah perkara jadi selesai? Soal memilih tentu selesai. Karena siapa pun yang dipilih, dan apa pun yang menjadi dasar pertimbangan memilih, setelah tanggal 14 Februari 2024, pesta raya demokrasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden berakhir. 

Tetapi tidak demikian dengan implikasi pilihan. Ia akan berdampak panjang, setidaknya dalam lima tahun ke depan. Implikasi itu akan terasa dan nyata ketika kehidupan bermasyarakat dan bernegara kembali pada situasi normal keseharian. 

Capres-Cawapres, yang dipilih bukan karena keunggulan kapasitas, kompetensi, dan moralitas-etiknya, potensial tidak akan mampu mengemban amanah, mengelola negara dengan baik serta mengurus kepentingan publik. Lebih dari itu, mereka bahkan bisa menjadi beban baru negara sekaligus beban baru demokrasi.

Kriteria Profetik

Bertolak dari kesadaran pentingnya memiliki Presiden dan Wakil Presiden yang ideal, yang dapat mengemban amanah dengan baik, mengelola negara serta mengurus jutaan rakyat itulah, para ahli dan bijak kemudian bicara soal kriteria. Di antara berbagai perspektif dan pendekatan, para alim dan cendekiawan Muslim sudah lama mempromosikan konsep kriteria profetik dalam memilih pemimpin. 

Profetik berasal dari kata “prophet”, artinya nabi. Di Indonesia istilah profetik pertama kali digunakan oleh Kuntowijoyo (1991) dalam konteks diskursus seputar ilmu sosial transformatif yang ia sebut sebagai ilmu sosial profetik. Istilah ini kemudian berkembang dan melahirkan konsep Kepemimpinan Profetik. Adz-Dzakyaey menjelaskan makna  “kepemimpinan profetik” sebagai kemampuan seseorang unuk memengaruhi orang lain mencapai tujuan sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi dan rasul (Munardji, 2016).

Istilah kriteria profetik mengacu pada kualitas karakter kepemimpinan profetik yang mendasari kecakapan dan kepantasan yang dimiliki para nabi dan rasul dalam memimpin umatnya. 

BACA JUGA  Pemilu 2024: Menyelamatkan Demokrasi dari Ancaman Radikalisme

Dalam kepustakaan sejarah peradaban Islam dan siroh nabawiyah, kepemimpinan profetik ini tidak lain adalah model kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang bertumpu pada 4 sifat (karakter) unggul sebagai nabi dan rasul. Yakni shidiq (jujur, benar), amanah (terpercaya), tabligh (komunikatif, aspiratif), dan fathanah (cerdas, kompeten).

Keempat sifat itu wajib dimiliki oleh setiap nabi dan rasul, dan mustahil tidak ada pada mereka. Karena hanya dengan keempat karakteristik inilah pesan-pesan wahyu Allah dapat disampaikan kepada umatnya. Dan dengan keempat karakter ini pula para nabi dan rasul memimpin sekaligus memberi teladan kepada umatnya.

Integritas: Shidiq dan Amanah 

Dalam konteks kepemimpinan kontemporer, shiddiq dan amanah mewakili aspek kualitas kepatutan/kepantasan. Seorang pemimpin haruslah figur yang shidiq, benar. Benar dalam pikiran, benar dalam perkataan, dan benar dalam perbuatan. 

Selain shiddiq para pemimpin juga haruslah merupakan figur-figur yang amanah, terpercaya. Bukan figur yang potensial atau sudah terbukti pernah berkhianat. Mengkhianati mandat yang diberikan rakyat kepadanya, mengkhianati negara yang harus diurusnya, serta mengingkari janji-janji yang diucapkannya saat mereka meminta dukungan rakyat.

Dalam terma populer, shiddiq dan amanah ini tidak lain adalah integritas. Kesatuan karakter yang utuh, yang menunjukkan konsistensi antara pikiran, ucapan dan perbuatan berbasis hukum positif dan etika yang benar dalam memimpin dan dalam perilaku kepemimpinannya.

Profesionalitas: Tabligh dan Fathanah

Kriteria profetik berikutnya adalah tabligh dan fathanah. Dalam konteks kekinian, kedua terma ini mewakili aspek kecakapan/kelayakan. Seorang pemimpin haruslah figur yang memiliki kemampuan komunikasi yang unggul sekaligus aspiratif, tabligh

Mereka harus cakap mengomunikasikan gagasan, menjelaskan pikiran dan menguraikan program-programnya sebagai pemimpin. Sekaligus memiliki empatitas yang tinggi serta kemampuan membaca dan merespon aspirasi rakyat dengan tepat.

Selain itu, seorang pemimpin tentu saja wajib memiliki kecerdasan, fathanah. Suatu kualitas yang tidak hanya diukur oleh seberapa tinggi jenjang sekolah yang dicapainya, tetapi juga seberapa panjang mereka punya pengalaman mengimplementasikan kapasitas ilmu dan kecerdasannya. Dan yang tak kalah penting adalah juga aspek kecerdasan emosionalnya.  

Dalam terma populer dan kekinian, tabligh dan fathanah ini tidak lain adalah profesionalitas. Suatu kesatuan yang utuh, yang menunjukkan kapasitas keilmuan, keahlian dan pengalaman, serta sikap-sikap unggul (disiplin, tanggung jawab, taat aturan) dalam memimpin dan dalam perilaku kepemimpinannya.

Karakteristik kepemimpinan profetik itulah yang mestinya ditelusuri dan menjadi landasan para pemilih sebelum memutuskan Capres-Cawapres mana yang bertebaran di baliho, spanduk dan poster, atau yang muncul di ruang-ruang media digital yang akan diberi mandat pada 14 Februari nanti.

Tidak mudah? Mungkin. Tetapi jangan mengeluh. Karena kita sedang bicara soal presiden dan wakil presiden, pemimpin negara dan pemerintahan, yang akan mengelola negara dan mengurus kepentingan rakyat. Sekali salah memlih, setidaknya lima tahun, kita akan dibuat susah karena pilihan yang salah.

H. Dr. Agus Sutisna, S.IP., M.Si
H. Dr. Agus Sutisna, S.IP., M.Si
S3 Ilmu Politik SPs Universitas Nasional. Dosen Tetap FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang. Founder Yayasan Podium Pesantren Nurul Madany Lebak Banten. Anggota KPU Provinsi Banten 2018-2023.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru