33.5 C
Jakarta

Meneguhkan Cinta NKRI dan Wasatiah Islam di Tengah Ancaman Khilafah

Artikel Trending

Milenial IslamMeneguhkan Cinta NKRI dan Wasatiah Islam di Tengah Ancaman Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Selama 2022 hingga 2023, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, terjadi penurunan indeks terorisme di Indonesia. Kendati demikian, para teroris berusaha mengubah strategi mereka dengan menerapkan soft radicalization. Isu khilafah pun masih berlanjut, bahkan dilakukan terang-terangan. Bulan Muharam jadi momentum menggaungkan misi hijrah menuju khilafah, yang mengindikasikan bahwa ancaman khilafah masih nyata.

Ada upaya menyusupkan paham khilafah dan spirit daulat islamiah di masyarakat. HTI bahkan melakukannya secara terang-terangan. Mereka tidak ingin masyarakat mencintai NKRI, disebarlah propaganda khilafah. Karena itu, adalah penting untuk membahas fenomena tersebut, sepenting perumusan langkah-langkah menguatkan cinta NKRI dan wasatiah Islam itu sendiri.

Transformasi ke Soft Radicalization

Dalam upaya merespons perkembangan paham radikal, kelompok teroris telah mengadopsi strategi soft radicalization yang mengandalkan pendidikan informal dan media sosial sebagai sarana utama untuk menyebarkan narasi radikal dan meradikalisasi masyarakat secara halus. Lembaga pendidikan informal seperti rumah tahfiz, akun Instagram @muslimahnewsid, dan Buletin Kaffah menjadi bagian integral dari taktik ini.

Soft radicalization merupakan strategi radikalisasi: individu atau kelompok, dengan cara yang tidak terlihat secara jelas. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang terlibat dalam tindakan teror fisik, soft radicalization berfokus pada pengaruh dan perubahan pemikiran secara perlahan melalui lingkungan sehari-hari seseorang, terutama melalui lembaga pendidikan informal dan media sosial.

Rumah tahfiz adalah lembaga pendidikan informal yang, idealnya, mengajarkan anak-anak dan remaja menghafal Al-Quran. Sayangnya, beberapa rumah tahfiz disusupi kaum radikal yang menggunakan sarana mengajar untuk meradikalisasi peserta didik. Mereka menyebarkan paham khilafah dan negara Islam melalui bimbingan keagamaan yang distorsi—menyebabkan peserta didik terpengaruh dan mengadopsi pandangan radikal.

Media sosial menjadi platform populer bagi kelompok-kelompok radikal untuk menyebarkan propaganda. Salah satunya adalah @muslimahnewsid di Instagram. Akun ini secara halus mengajak para pengikutnya mendukung paham khilafah dan daulat islamiah. Konten-konten seputar isu sosial dan keagamaan dibalut dengan pesan-pesan radikal yang secara perlahan memengaruhi pola pikir pengikutnya.

Selain media sosial, buletin cetak juga digunakan sebagai sarana dalam strategi soft radicalization. Buletin Jumat “Buletin Kaffah” milik HTI adalah contoh yang menonjol. Melalui media cetak ini, paham radikal disajikan secara terstruktur dan terorganisir. Buletin tersebut memanfaatkan ruang untuk menyebarkan pandangan yang bercorak khilafah dan memberikan pembenaran atas aksi-aksi radikal.

Konsekuensi dan Upaya Penanggulangan

Soft radicalization merupakan ancaman serius karena taktiknya yang menyusup ke dalam struktur sosial dengan cara yang susah terdeteksi. Individu yang terpapar taktik semacam itu jelas akan jadi radikalis jangka panjang—mengancam NKRI. Maka untuk menanggapi tantangan tersebut, kerja sama berbagai pihak merupakan sesuatu yang niscaya, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan.

BACA JUGA  Meningkatkan Suluh Puasa dengan Menutup Pintu Radikalisme

Lembaga pendidikan, baik formal maupun informal, harus meningkatkan pemahaman wasatiah Islam dan mengajarkan nilai-nilai kebhinekaan, toleransi, dan persatuan. Semakin baik pesan-pesan kritis dan moderat disampaikan, semakin kecil peluang soft radicalization merasuki pemikiran masyarakat. Sebaliknya, semakin absen wasatiah dari kurikulum, semakin kencang aruh khilafah dengan soft radicalization-nya.

Peran orang tua dan masyarakat dalam memantau dan mendidik juga urgen dan tidak bisa ditawar. Pemantauan tersebut perlu dilakukan, memastikan mereka tidak terpengaruh oleh propaganda radikal di media sosial dan konten-konten ekstrem di platform daring. Sama pentingnya juga dengan kemitraan media sosial dengan pemerintah, untuk mengidentifikasi dan menangani akun-akun yang menyebarkan propaganda radikal.

Penanggulangan demikian akan mengisyaratkan satu hal: teguhnya cinta NKRI, yang berakibat pada mati kutunya penggerak khilafah. Namun, jika tidak ditanggulangi, konsekuensinya juga jelas, yaitu berjayanya para aktivis khilafah, pejuang daulat islamiah, dan teroris di masa depan. Karenanya, perlu dipahami, upaya penanggulangan di sini merupakan jangka panjang pengamanan NKRI.

Bagaimana Langkah-langkahnya?

Sedikitnya ada lima hal yang dapat menjadi langkah peneguhan cinta NKRI dan wasatiah Islam. Pertama, kewaspadaan terhadap gerakan khilafah dan propaganda radikal harus diintensifkan. Kedua, pengarusutamaan wasatiah Islam. Kurikulum sekolah dan pesantren harus mencakup pemahaman yang seimbang tentang agama, mengajarkan tentang toleransi, pluralitas, dan pentingnya cinta pada NKRI.

Ketiga, promosi nasionalisme melalui berbagai kegiatan dan program komunitas. Ini membantu masyarakat punya rasa cinta dan kepedulian terhadap tanah air. Kampanye-kampanye nasionalisme harus didorong secara masif melalui media dan pendidikan. Keempat, kolaborasi komunitas dengan pemimpin agama-agama. Ini membantu diseminasi pesan cinta NKRI secara lebih efektif.

Kelima, penggunaan media dan teknologi dengan bijak jadi sarana penyebaran pesan cinta NKRI dan wasatiah Islam. Konten-konten yang informatif, edukatif, dan positif harus didorong untuk melawan propaganda yang negatif dan radikal. Di tengah arus ancaman khilafah yang secara esensial belum mengalami penurunan sedikitpun, langkah-langkah tersebut merupakan keniscayaan.

Bahwa khilafah yang berkembang mengancam ghirah cinta NKRI dan stabilitas negara, itu adalah hal yang benar adanya. Dengan penguatan kewaspadaan, pemahaman wasatiah Islam, promosi nasionalisme, keterlibatan komunitas, dan penggunaan media yang bijaksana, masyarakat Indonesia dapat menghadapi tantangan tersebut secara efektif. Bagaimanapun, keteguhan bernegara dan beragama adalah bekal primordial bersama.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru